MONITOR, Jakarta – Pengadilan Negeri (PN) Pangkalan Bun memutuskan bahwa objek sengketa tanah seluas 10 hektar yang berada di Jalan Padat Karya, Kampung Baru, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), Kalimantan Tengah (Kalteng), adalah sah milik ahli waris Brata Ruswanda.
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim PN Pangkalan Bun mengabulkan seluruh gugatan ahli waris karena menilai bahwa penerbitan Surat Keputusan (SK) Gubernur Kalteng terkait tanah tersebut merupakan perbuatan melawan hukum.
Selain itu, dalam salinan putusannya, PN Pangkalan Bun juga menolak seluruh dalil yang disampaikan oleh Tergugat, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kobar, karena SK Gubernur yang dikeluarkan pada 1974 tersebut dinilai tidak memiliki kekuatan hukum.
Kuasa Hukum Ahli Waris, Poltak Silitonga, mengaku bersyukur dan sangat mengapresiasi PN Pangkalan Bun yang tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun hingga akhirnya berpihak kepada kebenaran dan rakyat kecil.
“Pengadilan Negeri Pangkalan Bun menunjukkan bahwa dengan adanya putusan ini, walaupun yang kita gugat itu bupati ataupun gubernur, tapi Majelis Hakim tetap berpedoman kepada bukti dan fakta hukum yang ada pada saat persidangan dan tidak mau dipengaruhi oleh kekuatan apapun,” ungkapnya kepada wartawan, Pangkalan Bun, Kalteng, Selasa 26 Agustus 2025.
Poltak menyampaikan, seluruh bukti dan fakta yang dihadirkan di persidangan menunjukkan bahwa tanah tersebut memang milik Brata Ruswanda yang kini harus diberikan kepada ahli warisnya.
“Dalil yang disampaikan oleh pihak tergugat dengan hanya mencantumkan fotocopy SK Gubernur tahun 1974 adalah cacat hukum dan tidak mempunyai kekuatan pembuktian,” ujarnya.
Di sisi lain, Poltak justru sangat menyayangkan sikap Wakil Bupati Kobar yang arogan dan tidak menghargai putusan PN Pangkalan Bun.
“Kalaupun tidak puas dengan putusan yang telah diputus oleh Pengadilan Negeri Pangkalan Bun ini, ya silakan ambil langkah hukum ke Pengadilan Tinggi, jangan malah jadi mengatakan kecewa dengan putusan Pengadilan Negeri Pangkalan Bun,” katanya.
Yang jelas, Poltak menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal perkara ini hingga tuntas.
“Bahkan saya siap jika dipanggil oleh DPRD untuk RDP. Silakan panggil kami supaya saya jelaskan semuanya terkait persoalan ini, silakan juga panggil bupati, panggil pengacaranya, panggil semua, panggil saksi-saksi juga sekalian, kami akan buktikan, kami tidak pernah mengambil tanah milik orang lain, apalagi tanah negara,” ungkapnya.
Sekadar informasi, kasus sengketa tanah seluas 10 hektar tersebut berawal dari adanya klaim sepihak dari Pemkab Kobar yang menyatakan bahwa tanah itu merupakan aset daerah.
Pihak ahli waris yang memiliki dokumen kepemilikan pun tak terima dan menempuh jalur hukum.