MONITOR, Pontianak – Kementerian Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mendorong percepatan hilirisasi dan transformasi digital usaha kecil pengolah kratom di Kalimantan Barat (Kalbar), Kamis (14/8).
Upaya ini sejalan dengan Program Prioritas Nasional RPJMN 2024–2029, yang menempatkan hilirisasi sumber daya alam sebagai strategi kunci peningkatan nilai tambah produk, perluasan pasar, dan penciptaan lapangan kerja.
Deputi Bidang Usaha Kecil Kementerian UMKM Temmy Satya Permana menegaskan bahwa hilirisasi bukan sekadar proses industri, melainkan langkah strategis untuk mengangkat daya saing produk nasional.
“Usaha skala kecil memegang peran penting dalam struktur ekonomi Indonesia. Sudah sepatutnya mereka dilibatkan dalam hilirisasi, termasuk komoditas kratom yang memiliki potensi besar,” katannya.
Ia menyambut baik digelarnya kegiatan Asistensi Produksi melalui Layanan Digital di Pontianak, Kalbar.
Menurut Temmy, berdasarkan Sistem Informasi Data Tunggal (SIDT) Kementerian UMKM, sebanyak 93,95% UMKM masih menggunakan peralatan manual atau semi-manual. Hal ini membuat produktivitas tenaga kerja di sektor UMKM rata-rata 20–30% lebih rendah dibandingkan industri skala menengah dan besar.
“Tantangan utama yang dihadapi UKM dalam berproduksi adalah keterbatasan teknologi dan SDM terampil. Survei MarkPlus Insight bahkan mencatat 53,6% pengusaha UKM mengaku teknologi masih menjadi kendala utama,” kata Temmy.

Temmy mengatakan, hilirisasi kratom akan mampu memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian daerah. “Di Kabupaten Kapuas Hulu saja, potensi penyerapan tenaga kerja bisa meningkat dari 18.000 menjadi 57.805 keluarga per tahun. Nilai tambahnya pun luar biasa dari daun basah Rp4.000/kg, daun kering Rp20.000–Rp30.000/kg, hingga produk olahan minyak CBD (cannabidiol) kratom yang di pasar internasional bisa mencapai 120 dolar AS per 50 ml,” katanya.
Kratom atau daun purik (Mitragyna speciosa) adalah tanaman tropis yang banyak tumbuh di wilayah Asia Tenggara, seperti Indonesia, Thailand, dan Malaysia. Sejak dulu, tanaman ini telah lama dimanfaatkan sebagai obat tradisional oleh masyarakat setempat.
Sebagai langkah nyata pengembangannya, Kementerian UMKM telah mengembangkan Factory Sharing atau Rumah Produksi Bersama (RPB) di 16 kabupaten/provinsi untuk berbagai komoditas unggulan. Ke depan, model RPB ini akan diarahkan untuk komoditas kratom. “Pembangunan RPB untuk kratom menjadi intervensi strategis yang harus dilakukan agar usaha kecil bisa masuk dalam rantai nilai global,” kata Temmy.
Selain hilirisasi, transformasi digital juga menjadi fokus lain. Kementerian UMKM melalui Asdep Produksi dan Digitalisasi Usaha Kecil sedang mengembangkan platform asistensi digital yang menyediakan bimbingan teknis dan manajemen produksi berbasis kolaborasi dengan BRIN dan industri teknologi informasi. “Digitalisasi akan menjadi kunci efisiensi dan daya saing UMKM kita,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Asisten Deputi Produksi dan Digitalisasi Usaha Kecil, Kementerian UMKM Ali menyampaikan bahwa kegiatan ini bertujuan mengidentifikasi permasalahan, potensi, dan tantangan pengembangan kratom di Kalimantan Barat, menghimpun dukungan pemangku kepentingan, serta menyusun rencana aksi bersama.
Dalam kegiatan itu, sejumlah agenda disampaikan mencakup diskusi interaktif, sosialisasi platform digital berbasis Artificial Intelligence (AI), coaching clinic, dan kunjungan lapangan ke usaha kecil produsen kratom.
Langkah ini diharapkan dapat memperkuat daya saing usaha kecil, membuka lapangan kerja baru, dan berkontribusi nyata terhadap perekonomian daerah dan nasional.