PARLEMEN

Putar Lagu di Pernikahan Harus Bayar Royalti, DPR: Tak Ada Sifat Komersil!

MONITOR, Jakarta – Ketua Komisi XIII DPR Willy Aditya sepakat dengan adanya pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta untuk mengatur soal royalti musik yang saat ini tengah menjadi polemik di masyarakat. Termasuk soal aturan kewajiban membayar royalti jika memutar lagu dari musik berlisensi di sebuah acara pernikahan.

Willy mengatakan, polemik tentang hak royalti ini sudah bergulir begitu jauh dan sudah memunculkan berbagai dampak sosial dan hukum yang tidak sederhana. Ia memandang, ada kesan saling serang antara pengguna yang belum sadar aturan dan pemilik yang terkesan mencari-cari celah untuk memanfaatkan situasi.

“Tampilan yang demikian ini bukan tampilan khas kultur Indonesia yang gotong royong dan musyawarah,” kata Willy Aditya, Kamis (14/8/2025).

Adapun wacana pengantin sebagai penyelenggara acara harus membayar royalti bila ada pemutaran atau dinyanyikannnya lagu komersil di sebuah acara pernikahan disampaikan oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Wahana Musik Indonesia (WAMI). Sontak pernyataan tersebut memicu berbagai komentar netizen di media sosial.

Menurut WAMI, penyelenggara acara pernikahan yang memutar lagu atau musik harus membayar royalti sebesar dua persen dari biaya produksi ke Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Ini mencakup sewa sound system, backline, fee penyanyi atau penampil, dan lain-lain yang berkaitan dengan musik tersebut.

Menurut Willy, pemutaran lagu dari musik berlisensi di acara sosial seperti perkawinan, hiburan warga, olah raga warga dan sejenisnya harus dilihat sebagai penggunaan untuk kegiatan sosial, yang sama dengan kegiatan sosial lainnya.

“Ini tidak perlu-lah ditakut-takuti dengan ancaman membayar royalti karena kegiatan demikian tidak ada sifat komersil di dalamnya,” tutur Legislator dari Daerah Pemilihan Jawa Timur XI itu.

Willy mengingatkan bahwa pendiri bangsa ini tentu tidak menginginkan anak cucunya ‘saling tikam’ dalam kebebasan mengkomersialisasi hak (milik) pribadi. Pasalnya karakter bangsa Indonesia adalah bangsa yang hidup bersama dalam keragaman.

“Coba liat UU Pokok Agraria tahun 1960, itu bisa jadi contoh baik pengaturan fungsi sosial-kepentingan umum tanah dan fungsi tanah sebagai fungsi kapital perorangan,” jelas Willy.

Polemik soal royalti musik ini sudah berlangsung beberapa waktu belakangan. Bahkan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) telah mengajukan gugatan kepada restoran terkait persoalan ini.

Dampaknya, restoran berskala kecil, kafe, dan UMKM lainnya merasa khawatir mengingat mereka juga disebut akan dikenakan royalti saat memutar musik. Bahkan saat mereka memilih memutar suara alam seperti kicauan burung pun, LMKN juga mengatakan pemilik usaha termasuk UMKM tetap harus membayar royalti.

Isu ini semakin melebar setelah banyaknya laporan dari pemilik usaha yang mendapat ‘surat cinta’ dari LMKN. Baru-baru ini, seorang pria yang mengelola hotel kecil bahkan merasa heran atas tindakan LMKN yang meminta pembayaran penggunaan musik. Hotelnya dikirimi surat somasi karena dianggap telah menggunakan musik tanpa membayar royalti ke LKMN.

Pria tersebut mengatakan bahwa hotel yang ia kelola tidak pernah memutar musik seperti yang tertulis dalam surat somasi. Ia menunjukkan suara burung yang menjadi latar di hotelnya merupakan kicauan burung asli, bukan suara dari pemutar musik.

Sejumlah hotel di Mataram, NTB, juga mengaku kaget karena mendapat tagihan royalti dari LMKN padahal tidak memutar musik sebagai suara latar. Alasan LMKN adalah karena pihak hotel menyediakan TV di setiap kamar yang bisa digunakan tamu untuk mendengarkan musik.

Dengan banyaknya bola liar seperti ini, Willy pun sepakat adanya pengaturan yang jelas dan tegas terkait masalah royalti. Adapun revisi UU Hak Cipta saat ini tengah menjadi pembicaraan yang akan dibahas oleh Komisi X DPR.

“Saya setuju bahwa perlu ada pengaturan yang tegas dan jelas dari Royalti di dalam perubahan UU Hak Cipta ke depan. Hal ini memang menjadi salah satu yang diwacanakan akan dibahas oleh Komisi X DPR,” sebut Willy.

Kendati demikian, pimpinan komisi di DPR yang membidangi urusan reformasi hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) itu menilai, satu hal penting yang perlu ditegaskan dalam perubahan UU Hak Cipta adalah mendudukan kembali falsafah berbangsa yang sudah disepakati bersama. Dalam hal ini, tegas Willy, yaitu Pancasila.

“Pancasila kita menginginkan perlindungan hak pribadi di dalam hubungan sosialnya tidak seperti liberalisasi bellum omnium contra omnes, tidak mau ‘Exploitation De L‘Homme Par L‘Homme’,” ungkapnya.

Willy menekankan bahwa hak cipta harus dihormati. Meski begitu, menurutnya, tidak perlu semua hal menjadi harus dikomersialkan, khususnya dalam kegiatan sosial.

“Saya setuju untuk menaruh penghormatan terhadap hak cipta pada tempat yang tinggi. Namun tidak lantas semua hal perlu dikonversi menjadi nilai komersil, karena kita hidup juga di dalam lingkung sosial,” tegas Willy.

“Perubahan UU Hak Cipta ada di Komisi X DPR RI dan saya yakin teman-teman di komisi terkait akan bijak menaruh kepentingan bangsa di dalamnya,” pungkas mantan Wakil Ketua Baleg DPR RI itu.

Recent Posts

Kemenag Gembleng Maba UIN Ponorogo Soal Semangat Kebangsaan

MONITOR, Ponorogo - Materi penguatan kebangsaan menjadi salah satu sesi penting dalam rangkaian Pengenalan Budaya…

36 menit yang lalu

Cegah Keracunan, DPR Dorong MBG Ubah Pola Libatkan Sekolah

MONITOR, Jakarta - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris menyoroti masih maraknya insiden…

2 jam yang lalu

Langkah Puan Surati Sekjen PBB Soal Gaza Wujud Komitmen Nyata Indonesia pada Kemanusiaan

MONITOR, Jakarta - Langkah Ketua DPR RI Puan Maharani yang mengirimkan surat resmi kepada Sekretaris…

3 jam yang lalu

Anggota DPR Sebut Bupati Pati Hasil Pilkada Langsung Bisa Dimakzulkan DPRD

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI, Muhammad Khozin menanggapi usulan pemakzulan Bupati Pati,…

3 jam yang lalu

Kamaruddin Amin: MQKI Momentum Promosikan Pesantren ke Dunia

MONITOR, Jakarta - Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, Kamaruddin Amin, menyebut Musabaqah Qiraatil Kutub Internasional (MQKI)…

4 jam yang lalu

Kementerian UMKM Dorong Merdeka Ekonomi Melalui Kopdes Merah Putih

MONITOR, Jakarta - Di tengah semangat peringatan Hari Kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia, pemerintah kembali menegaskan…

5 jam yang lalu