MONITOR, Jakarta – Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan menyoroti ironi di balik stok beras yang melimpah di gudang Bulog, namun harga di pasaran tetap tinggi. Daniel menanggapi temuan Ombudsman RI yang mengungkap adanya tumpukan beras impor tahun 2024 lalu yang sebagian besar sudah berumur lebih dari satu tahun dan mulai berbau apek.
“Ini jelas bukti lemahnya tata kelola pangan kita. Sangat ironi, saat rakyat menjerit karena harga beras mahal, tapi beras justru menumpuk dan menurun kualitasnya di gudang. Ini juga pemborosan anggaran dan pengabaian hak rakyat atas pangan yang layak,” kata Daniel, Rabu (13/8/2025).
Seperti diketahui, Berdasarkan data Panel Harga Pangan Bapanas, harga beras premium di zona 1, 2, dan 3 melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET). Di zona 1, harga beras premium mencapai Rp 15.476 per kg (HET Rp 14.900), di zona 2 sebesar Rp 16.582 per kg (HET Rp 15.400), dan zona 3 Rp 18.390 per kg (HET Rp 15.800).
Untuk beras medium, HET nasional ditetapkan Rp 12.500 per kg. Namun, di zona 1 tercatat Rp 13.920, di zona 2 Rp 14.613 (HET Rp 13.100), dan zona 3 Rp 13.500.
Sementara, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyebut stok beras di gudang Bulog per 1 Juli 2025 mencapai 4,2 juta ton, tertinggi sejak berdirinya Bulog pada 1969.
Di sisi lain, Ombudsman RI menemukan beras sisa impor tahun 2024 lalu yang masih berada di Gudang Bulog. Sisa beras itu ada yang sudah berumur lebih dari 1 tahun sejak Februari 2024 sehingga mulai berbau apek.
Menurut Daniel, beras yang terlalu lama disimpan tanpa penyaluran cepat tidak hanya merusak kualitas, tapi juga membebani negara dengan ongkos penyimpanan yang tinggi.
“Pengelolaan stok pangan, apalagi beras, tidak boleh dibiarkan menumpuk hingga menurunkan kualitasnya. Ini menyangkut kesehatan konsumen sekaligus efisiensi anggaran negara,” tuturnya.
Daniel pun mendorong Pemerintah untuk segera membenahi perencanaan impor dan penyaluran yang akurat. Ia menyebut, impor harus berbasis kebutuhan nyata agar stok tidak menumpuk.
“Beras yang masih bisa diproses ulang jangan langsung dianggap limbah. Regulasi perlu fleksibel namun tetap menjamin mutu dan keamanan,” jelas Daniel.
Anggota komisi DPR yang membidangi urusan pertanian dan perdagangan ini juga meminta pengawasan kualitas pangan dilakukan secara ketat. Tak hanya itu, Daniel pun mengingatkan agar penyaluran bahan pangan harus cepat dan efsien.
“Bulog dan Pemerintah harus punya strategi pelepasan stok yang tanggap, terutama untuk bantuan pangan dan operasi pasar. Semua proses perbaikan mutu juga harus diawasi ketat agar tidak merugikan konsumen,” papar Legislator dari Dapil Kalimantan Barat I itu.
“Beras dibeli pakai uang rakyat, maka harus kembali ke rakyat. Jangan sampai kualitas turun, stok sia-sia, dan rakyat tetap tak mampu beli,” tutup Daniel.