MONITOR, Jakarta – Menjelang pelaksanaan Zikir Nasional dan Ikrar Bela Negara yang akan diselenggarakan malam ini Ahad, 10 Agustus 2025 di Masjid Istiqlal, gelombang semangat dari para jamaah dan muhibbin ulama sudah mulai berdatangan sejak semalam dari Pasuruan, Solo, Batang, Pekalongan dan berbagai daerah lainnya. Sekitar 50 ribu jamaah akan datang dengan semangat yang sama menempuh jalan cinta untuk menjaga NKRI dengan zikir dan kesetiaan pada negara.
Seperti yang diungkapkan langsung oleh Ikhwan, ketua rombongan dari Solo. Menurutnya Zikir Kebangsaan yang diselenggarakan oleh JATMA Aswaja ini adalah ruang kolektif untuk menghadirkan kembali nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, dan nasionalisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Bagi kami, ini adalah panggilan cinta, untuk kembali meneguhkan kesetiaan kita pada negara dengan shalawat dan zikir. Mengetuk pintu langit agar bumi pertiwi Indonesia terus menjadi negeri yang baldatun toyyibatun, tapi juga robbun ghoruf, mendapat ampunan dari Allah,” jelas ikhwan ketua rombongan Solo.
Tanggapan senada juga diungkap oleh Muhammad Ikhsan, warga Indonesia yang tinggal di Yogyakarta. Dalam keterangannya, Ikhsan mengungkapkan bahwa spiritualitas islam adalah sumber kekuatan untuk menguatkan persaudaraan sesama bangsa.
“Bagi saya, zikir nasional ini bukan sekadar ritual, melainkan vaksin ideologis. Mereka akan melingkar berkumpul bersama puluhan ribu jamaah untuk menundukkan hati, mengingat Allah, mereka sedang membangun ketahanan spiritual. Mereka membuktikan bahwa Islam wasathiyah (moderat) bukanlah konsep di atas kertas, melainkan praktik hidup yang nyata. Ini adalah cara mereka mempertahankan akidah sekaligus menjaga bangsa,” jelas Ikhsan.
“Bagi saya, acara ini adalah sebuah gerakan “soft power” yang strategis dari komunitas Islam tradisional. Di saat sebagian kecil kelompok terus mencoba membenturkan Islam dengan negara, jalan sufi justru menunjukkan hal sebaliknya,”
Kegiatan dipandang sebagai cara untuk mengembalikan semangat para pejuang kemerdekaan ke tengah-tengah generasi baru. Kehidupan semakin dinamis, ide-ide besar semakin berkembang, pertukaran informasi semakin cepat, akan tetapi jiwa yang khusyuk tetap terpatri, baik dalam visi berketuhanan maupun membangun negara yang ideal.
“Bayangkan, gema zikir dan selawat dari Majelis Az Zahir akan membahana di Istiqlal, masjid yang menjadi simbol kemerdekaan. Para masyayikh dan mursyid thariqah akan memimpin jamaah dalam doa dan ikrar bela negara. Ini adalah pemandangan yang langka sekaligus indah,” jelas Ikhsan.
Di era digital yang serba cepat, gerakan yang berakar pada tradisi spiritual kuno ini justru menunjukkan kemampuan adaptasi yang luar biasa. Mereka mampu menerjemahkan nilai-nilai luhur seperti baiat dan zikir ke dalam bahasa kebangsaan yang bisa diterima oleh publik yang lebih luas. Ini adalah aktualisasi diri yang cerdas.
Zikir Nasional kali ini diharapkan menjadi bukti bahwa kekuatan spiritual umat dapat bersinergi dengan semangat kebangsaan, melahirkan energi positif untuk menjaga persatuan, menolak ekstremisme, dan mengokohkan komitmen NKRI.