Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah. (Ist)
Oleh: Fahri Hamzah
Keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Tom Lembong merupakan langkah berani dan strategis di tengah suasana politik yang masih diliputi bayang-bayang polarisasi. Keduanya bukan sekadar tokoh politik, tetapi simbol dari dua kutub besar yang sempat membelah masyarakat pasca-Pilpres 2024.
Reaksi cepat dari Pimpinan DPR RI, khususnya Prof. Sufmi Dasco Ahmad, yang merespons dan menyambut baik langkah Presiden, memperlihatkan sinyal kuat bahwa negara ingin menutup buku lama dan membuka lembaran baru rekonsiliasi nasional. Apalagi keputusan ini hadir di saat yang sangat simbolik: menjelang peringatan 80 tahun Proklamasi Kemerdekaan RI.
Bagi saya pribadi, ini adalah kabar yang menggugah hati. Di tengah suara-suara yang terus memelihara perpecahan, Presiden justru hadir dengan ketegasan, memanfaatkan kewenangannya secara konstitusional untuk meredam bara yang bisa membakar persatuan.
Perlu dicatat, Presiden Prabowo sebelumnya menolak untuk mengintervensi proses hukum, menghormati independensi kekuasaan yudikatif. Namun dalam konteks amnesti dan abolisi, konstitusi memberi ruang bagi kepala negara untuk bertindak sebagai penentu arah kebangsaan.
Langkah ini bukan sekadar simbol. Di antara 1.116 orang lainnya yang mendapatkan remisi menjelang Hari Kemerdekaan, dua nama menonjol: Hasto dan Tom. Figur yang dalam beberapa bulan terakhir menjadi sumber kontroversi dan konflik di ruang publik. Banyak yang melihat proses hukum terhadap Hasto sebagai bentuk ‘balas dendam’ atas sikap politik PDIP. Sebaliknya, sebagian menilai kasus Tom Lembong bermuatan politis karena kedekatannya dengan kubu Anies-Muhaimin.
Jagat maya kita pun sempat dipenuhi narasi saling menyalahkan. Tapi mari kita jujur: proses hukum tetap harus dihormati, dan tidak semua bisa serta-merta dikaitkan dengan pemerintahan baru. Namun, justru karena itu, tindakan Presiden Prabowo menjadi titik balik: menunjukkan bahwa pemimpin harus bisa menatap ke depan, melampaui dendam dan luka masa lalu.
Saya percaya, keputusan ini akan dikenang sebagai salah satu contoh terbaik penggunaan kewenangan eksekutif untuk menyatukan, bukan memecah. Terutama di tengah situasi global dan kawasan yang sedang tidak stabil—bahkan ASEAN mulai menunjukkan gejala konflik internal—Indonesia justru menunjukkan kedewasaan politik dan kekuatan sosial yang luar biasa.
Rekonsiliasi harus dimulai dari atas, dari para elite politik, agar menjalar ke masyarakat. Kita harus menyambut Agustus ini bukan hanya dengan upacara dan seremonial, tetapi dengan tekad memperkuat persaudaraan sebagai sesama anak bangsa.
Saya mengucapkan selamat kepada Mas Hasto dan Bung Tom atas kebijakan ini. Dan saya menyampaikan apresiasi kepada Presiden Prabowo serta pimpinan DPR yang telah bertindak cepat dan tepat. Ini adalah langkah penting dalam perjalanan menuju Indonesia yang lebih bersatu, adil, dan dewasa.
Merdeka!
Depok, 1 Agustus 2025.
Penulis Adalah: Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah
MONITOR, Jakarta - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Sukamta, menyambut baik hasil Konferensi Tingkat…
MONITOR, Jakarta - Menyambut Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia “Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera Indonesia…
MONITOR, Jakarta - Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto didampingi para Kepala Staf Angkatan memimpin…
MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKB Muhammad Khozin mengungkap perkembangan soal…
MONITOR, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum telah merampungkan pembangunan Jalan Layang (elevated) pada ruas Poros…
MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Charles Meikyansah menanggapi fenomena yang ramai di…