MONITOR, Jakarta – Anggota Komisi XI DPR RI Charles Meikyansah menanggapi fenomena yang ramai di media sosial belakangan ini, yakni ‘Rojali’ (Rombongan Jarang Beli) dan ‘Rohana (Rombongan Hanya Nanya) yang menggambarkan kondisi ekonomi masyarakat. Charles mengatakan tren tersebut tidak dapat dipandang sebelah mata.
Menurut Charles, fenomena ini menggambarkan bagaimana masyarakat saat ini cenderung menahan konsumsi, sebagai respons atas stagnasi pendapatan dan beban fiskal yang dinilai masih cukup berat.
“Kondisi daya beli masyarakat menunjukkan adanya penyesuaian pola konsumsi, di mana prioritas diberikan pada kebutuhan dasar seiring dengan tekanan ekonomi yang ada,” kata Charles, Jumat (1/8/2025).
“Banyak dari mereka yang menganggap belanja sebagai kemewahan karena sebagian besar pendapatan habis untuk memenuhi kebutuhan pokok,” tambahnya.
Sebagai informasi, istilah Rojali dan Rohana tengah ramai diperbincangkan di media sosial. Meski terdengar lucu, dua istilah ini ternyata memiliki makna serius karena berkaitan dengan kondisi ekonomi masyarakat saat ini.
Adapun istilah Rojali dan Rohana dianggap merepresentasikan perilaku unik pengunjung pusat perbelanjaan. Secara harfiah, Rojali merupakan singkatan dari Rombongan Jarang Beli, sedangkan Rohana adalah kependekan dari Rombongan Hanya Nanya.
Kedua istilah ini muncul sebagai bentuk sindiran jenaka terhadap pengunjung yang datang dalam rombongan besar ke mal atau toko, namun tidak melakukan pembelian apa pun. Rojali cenderung hanya berjalan-jalan, menikmati suasana, atau sekadar nongkrong, sedangkan Rohana lebih banyak bertanya-tanya tentang harga atau produk tapi akhirnya tidak jadi membeli.
Meskipun terkesan lucu, fenomena Rojali dan Rohana dianggap mencerminkan tren perubahan perilaku konsumen di tengah tantangan ekonomi.
Charles berpandangan fenomena ini perlu diatasi. Ia pun mendorong agar pemerintah melalui kementerian terkait, meninjau kembali kebijakan fiskal yang sedang berjalan.
“Dalam konteks perlambatan konsumsi masyarakat, evaluasi diperlukan untuk menjaga keseimbangan antara penerimaan negara dan daya beli masyarakat,” ungkap Charles.
Anggota komisi DPR bidang keuangan itu menilai harus ada langkah reformasi fiskal yang perlu dilakukan. Khususnya, kata Charles, program-program kerakyatan yang sangat dibutuhkan masyarakat.
“Perluasan skema bantuan sosial berbasis konsumsi perlu dipertimbangkan, termasuk penguatan subsidi energi dan pangan sebagai bantalan terhadap inflasi,” sebut Legislator dari Dapil Jawa Timur IV itu.
Charles menambahkan bahwa reformasi ini diharapkan mampu memulihkan keyakinan masyarakat dalam melakukan konsumsi, yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan domestik.
“Dibutuhkan kebijakan yang langsung menyentuh lapisan masyarakat bawah agar mereka memiliki ruang fiskal untuk belanja dan berkontribusi pada pemulihan ekonomi nasional,” ujar Charles.
Charles meyakini, fenomena ‘Rojali’ dan ‘Rohana’ ini pastinya mendapat perhatian serius dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“Kita tahu Presiden Prabowo Subianto sangat concern terhadap persoalan ekonomi, khususnya ekonomi kerakyatan. Jadi saya yakin pemerintahan Presiden Prabowo akan melakukan intervensi-intervensi terhadap fenomena ini,” ujar Charles.
“Tentunya dengan tujuan peningkatan daya beli masyarakat yang akan sangat bermanfaat untuk pertumbuhan ekonomi nasional. Karena saat daya beli menurun, ekonomi akan lemah, UMKM terpuruk, dan perlemahan ekonomi pastinya berdampak ke rakyat,” lanjutnya.
Charles juga berharap gejolak ekonomi akibat berbagai faktor, termasuk geopolitik, dapat segera mereda. Ia kembali mendorong adanya intervensi yang konstruktif dari Pemerintah untuk mengatasi pelemahan ekonomi.
“Sehingga tak perlu lagi ada Rojali, Rohana, dan tidak juga muncul Rohalus atau rombongan hanya elus-elus,” pungkas Charles.