MONITOR, Jakarta – Wakil Menteri Agama H. R. Muhammad Syafi’i menyambut baik proses reintegrasi para mantan anggota Jamaah Islamiyah (JI) ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam bingkai NKRI. Hal ini disampaikan saat menerima audiensi para mantan amir JI di Ruang Wamenag, Kemenag Pusat, Jakarta, Selasa (22/7/2025).
Wamenag juga mengingatkan bahwa bukti cinta kepada NKRI tidak perlu diumbar lewat pernyataan, melainkan ditunjukkan melalui aktivitas nyata di tengah masyarakat.
“Tidak perlu apa namanya mengumbar statement tentang kita sudah bubar, kita sudah tidak ini. Buktikan saja dengan aktivitas-aktivitas. Dan aktivitas itu, siapapun yang melihat, itu adalah aktivitas mereka yang cinta kepada NKRI. Itu saja menurut saya. Jalan saja secara alamiah, secara natural,” jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa keyakinan terhadap agama tidak boleh berkurang, namun pelaksanaan ekspresi keagamaan kini perlu disesuaikan dengan kesepakatan bersama. “Bahwa keyakinan kita kepada agama tidak boleh berkurang. Tetapi mungkin proses untuk melakukan kegiatan dalam rangka aktivitas dari keyakinan itu, ya mungkin sudah kita ubah sehubungan dengan kesepakatan,” katanya.
Wamenag lalu mengisahkan sosok Bung Hatta sebagai contoh bagaimana nilai-nilai Islam dapat diperjuangkan melalui jalan kebangsaan. Cerita itu diangkat dari pengalaman Imanuddin Abdulrahim, tokoh muda Masjid Salman ITB, yang pernah mempertanyakan sikap Bung Hatta.
Ia protes karena Bung Hatta tidak pernah menyebut kata “Islam” dalam ceramah-ceramahnya, meski sering bicara soal keadilan, kebenaran, dan kesejahteraan. Menanggapi itu, Bung Hatta mengambil dua gelas bening—satu diberi pewarna, satu diberi garam. Yang satu tampak berubah warna, yang lain terasa berbeda meski tetap jernih.
“Yang berubah rasa justru yang tidak berubah warna,” ujar Bung Hatta, lalu menjelaskan bahwa dirinya memilih memperjuangkan Islam melalui substansi nilai, bukan simbol.
Cerita yang disampaikan Wamenag sebagai bentuk penegasan bahwa komitmen terhadap ajaran Islam tidak harus bertentangan dengan kecintaan terhadap NKRI.
Terkait pembubaran organisasi Jamaah Islamiyah, Wamenag menekankan pentingnya keyakinan bahwa proses tersebut telah sah secara hukum. “Kalau tadi sudah secara de jure dan de facto, dengan disaksikan aparat, maka kita harus yakin bahwa kita sudah kembali ke NKRI. Dengan semua kewajiban, dan tentu saja hak,” tegasnya.
Pertemuan ini turut dihadiri dua tokoh Jamaah Islamiyah, yakni Para Wijayanto (mantan amir JI periode 2008–2019) dan Mbah Zarkasih (mantan amir JI periode 2004–2007).
Dalam audiensi, Para Wijayanto menyampaikan, “Pertemuan ini alhamdulillah sangat-sangat berharga, sangat bermanfaat dan kami menjadi lebih optimis dengan proses penerimaan dalam integrasi kembali kepada NKRI. Dan ini sangat berguna untuk kami sehingga kedepannya harapan kami bisa membuat jalan lebih luas, lebih lebar bagi kami untuk bisa berkontribusi untuk NKRI.”
Sementara Mbah Zarkasih mengungkapkan, “Saya merasa bersyukur ini sangat bermanfaat bagi kami. Banyak sekali poin-poin yang lebih mencerahkan. Kedepannya semakin yakin bahwasannya dengan bergabungnya kami pada NKRI, kita akan semakin mantap. Dan ini sebenarnya merupakan satu langkah yang menjadi tanggung jawab kami terhadap 6 poin pembubaran JI. Saya harus memantapkan diri saya secara pribadi dan kawan-kawan supaya memantapkan dengan 6 poin itu, yaitu kembali kepada NKRI. Dan kami mendapat pencerahan terhadap pilar-pilar NKRI dari yang Romo sampaikan. Alhamdulillah mudah-mudahan pertemuan seperti ini kemudian bisa dilanjutkan atau diagendakan.”