MONITOR, Jakarta – Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Yahya Zaini menanggapi usulan tambahan anggaran sebesar Rp 118 triliun yang diajukan Badan Gizi Nasional (BGN) untuk pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk tahun 2026.
Yahya Zaini menilai, tambahan anggaran program MBG akan menjadi pemborosan apabila sekedar untuk membagikan makanan gratis tanpa mengatasi masalah-masalah yang menjadi penyebab masyarakat kekurangan gizi.
“Program ini akan menjadi pemborosan terbesar jika hanya difokuskan pada pengadaan makanan tanpa menyentuh akar masalah yang selama ini menjadi penyebab krisis gizi,” kata Yahya Zaini, Senin, (14/7/2025).
“Seperti rendahnya edukasi gizi sejak usia dini, lemahnya akses terhadap pangan sehat dan terjangkau di daerah, serta minimnya literasi nutrisi di sekolah- sekolah,” sambung Legislator dari Dapil Jawa Timur VIII itu.
Seperti diketahui, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengungkapkan pihaknya meminta tambahan anggaran sebesar Rp118 triliun untuk pagu anggaran 2026, saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR RI, di Gedung DPR, Kamis (10/7).
Dadan mengatakan, berdasarkan surat dari Kementerian Keuangan dan Kementerian PPN/BPPENAS bahwa pagu indikatif anggaran BGN pada tahun 2026 sebesar Rp 217 triliun. Sehingga dengan rencana penambahan ini, total anggaran yang diminta BGN mencapai Rp 335 triliun.
Menurut BGN, anggaran itu diperuntukan untuk menjalankan program MBG dengan target 82,9 juta penerima. BGN mengatakan, kebutuhan anggaran MBG per bulan mencapai Rp25 triliun pada tahun depan.
Yahya Zaini pun menyebut soal permintaan tambahan anggaran yang diajukan BGN untuk program MBG akan dibahas lebih lanjut bersama Komisi IX DPR.
“Tentunya akan kita bahas terlebih dulu, kita akan bedah secara mendalam sebelum mengambil keputusan. Ini menjadi salah satu fungsi penganggaran dan pengawasan DPR,” jelas Yahya.
Jika pada akhirnya usulan tambahan anggaran yang diajukan BGN nantinya disetujui DPR, Yahya menilai ada sejumlah hal yang harus menjadi perhatian. Ia memandang, program MBG tidak boleh berhenti sebagai proyek distribusi makanan secara massal.
“Tetapi juga harus menjadi tonggak awal reformasi menyeluruh terhadap sistem gizi nasional yang selama ini rapuh, fragmentaris, dan berorientasi jangka pendek,” paparnya.
Yahya berpandangan, pendekatan konsumtif yang berbasis volume dan kejar target penerima harus mulai diimbangi dengan strategi transformatif berbasis keberlanjutan.
“Program MBG adalah program mulia, namun anggaran yang besar harus diarahkan tidak hanya untuk memberi makan, tetapi untuk mengubah pola konsumsi, memperbaiki rantai pasok pangan lokal, dan memperkuat kesadaran masyarakat terhadap pentingnya gizi yang benar dan berimbang,” terang Yahya.
Pimpinan Komisi Kesehatan DPR itu juga menekankan pentingnya integrasi lintas sektor. Menurut Yahya, program MBG harus terhubung secara sistematis dengan penguatan pertanian lokal berbasis komunitas, agar pasokan bahan makanan tidak bergantung pada distributor besar atau logistik terpusat.
“Perlu pemberdayaan para ibu dan komunitas keluarga dalam menyusun pola konsumsi rumah tangga berbasis gizi. Kemudian, kolaborasi dengan sekolah, puskesmas, dan kader kesehatan sebagai garda terdepan dalam edukasi gizi,” sebutnya.
Selain itu, lanjut Yahya Zaini, diperlukan digitalisasi sistem pemantauan status gizi anak, agar program tidak hanya mencatat distribusi namun juga mencatat perubahan konkret pada kondisi gizi penerima.
“Jika anggaran besar hanya disalurkan tanpa disertai reformasi sistemik, maka kita hanya mengulang pola bantuan pangan konvensional yang tidak menyelesaikan persoalan struktural,” terang Yahya.
“Negara butuh keberanian untuk mengubah pendekatan dari ‘memberi makan’ menjadi ‘mendidik gizi’,” imbuh anggota Fraksi Golkar DPR itu.
Lebih lanjut, Yahya Zaini menegaskan perlunya pengawasan yang ketat dan berlapis terhadap pelaksanaan MBG. Hal ini guna memastikan alokasi anggaran digunakan secara efisien dan tepat sasaran.
“Anggaran sebesar ini harus dipertanggungjawabkan secara terbuka kepada publik. Bukan hanya audit oleh BPK, tetapi juga pelibatan masyarakat, akademisi, dan media dalam mengawasi jalannya program,” tegas Yahya Zaini.
“Ke depan, Komisi IX DPR akan terus mengawal agar MBG tidak menjadi kebijakan simbolik atau proyek jangka pendek menjelang tahun politik, melainkan menjadi kebijakan negara yang berpihak pada pemberdayaan masyarakat, keadilan pangan, dan pembangunan manusia yang sehat secara berkelanjutan,” pungkasnya.