Sabtu, 12 Juli, 2025

Hapus Larangan Siaran Langsung Persidangan, DPR Dinilai Jamin Keterbukaan Informasi dan Transparansi

MONITOR, Jakarta – DPR RI dan Pemerintah sepakat menghapus ketentuan yang melarang publikasi siaran langsung persidangan di pengadilan dari draf Revisi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Langkah DPR yang mengakomodir harapan publik ini dinilai sebagai jaminan terhadap keterbukaan informasi dan transparansi publik.

Ahli Komunikasi Politik, Silvanus Alvin mengapresiasi sikap DPR RI melalui Komisi III yang mengusulkan penghapusan pasal larangan penayangan persidangan secara langsung atau live dalam RUU KUHAP yang saat ini tengah dibahas. Ketentuan tersebut awalnya dimuat dalam Pasal 253 Ayat (3) draf RUU KUHAP.

Terlebih, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan bahwa usulan penghapusan itu diambil setelah pihaknya menerima masukan dari kelompok masyarakat sipil, termasuk organisasi pers seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

“Penghapusan larangan tayangan live rapat DPR memberikan harapan bagi pers dan publik bahwa keterbukaan informasi di Indonesia dijaga dan dirawat,” kata Silvanus Alvin, Kamis (10/7/2025).

- Advertisement -

“Tidak hanya itu, Ketua Komisi III DPR bersama Pemerintah betul-betul mendengar masukan dari AJI dan koalisi masyarakat sipil serta masyarakat umum,” sambung Dosen Milenial di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta tersebut.

Seperti diketahui, Komisi III DPR dan pemerintah menyepakati penghapusan ketentuan yang melarang publikasi siaran langsung persidangan di pengadilan dari draf RUU KUHAP.

Di mana Pasal 253 ayat 3 pada draf Revisi KUHAP sebelumnya menyatakan setiap orang yang berada di sidang pengadilan dilarang mempublikasikan proses persidangan secara langsung tanpa izin pengadilan.

Penghapusan ini disepakati setelah Komisi III DPR RI menerima masukan dari kelompok masyarakat sipil, termasuk organisasi pers dalam rapat dengar pendapat umum yang digelar pada masa reses lalu.

Menurut Ketua Komisi III DPR Habiburokhman, norma tersebut seharusnya tidak diatur dalam KUHAP karena bersifat hukum materil. Pemerintah melalui Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej pun menyetujui usulan DPR tentang penghapusan ketentuan larangan publikasi siaran langsung persidangan di pengadilan ini karena aturan itu sudah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru.

Dengan diizinkannya siaran langsung persidangan di pengadilan, Alvin menilai, masyarakat dan pers dapat mengawasi secara real-time proses pengambilan keputusan yang berdampak pada kehidupan publik.

“Hal ini juga mengurangi ruang untuk praktik tidak transparan pada proses penegakan hukum. Dan pada akhirnya akan meminimalisir undang-undang yang kontroversial,” terang Alvin.

“Implikasi lainnya, dapat mengurangi potensi korupsi, kolusi, atau kebijakan sepihak yang merugikan rakyat,” imbuh mantan jurnalis itu.

Di sisi lain, Alvin menilai bahwa DPR, Pemerintah dan masyarakat juga saling mengetahui batasan. Khususnya pada isu-isu negara yang dianggap sensitif dan tidak bisa ditayangkan secara langsung atau live.

Lulusan master University of Leicester, Inggris itu pun berharap ke depan tidak ada lagi wacana untuk mengembalikan larangan serupa agar prinsip transparansi dan akuntabilitas tetap terjaga.

“Tidak kalah penting adalah menyediakan arsip dari tayangan live rapat-rapat DPR yang ada, agar bisa mudah diakses oleh masyarakat dan peneliti,” ujar Alvin.

Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan pihaknya menerima usulan penghapusan Pasal 253 ayat 3 pada Revisi KUHAP soal larangan publikasi siaran langsung atau live dalam persidangan di pengadilan. Komisi III DPR yang membidangi urusan penegakan hukum itu pun meminta aturan tersebut dihapus.

“Teman-teman, Pak Wamen, kita juga menerima kunjungan teman-teman pers, waktu itu Aliansi Jurnalis Independen dalam koalisi masyarakat sipil. Ini terkait peliputan, Pak,” ungkap Habiburokhman, dalam rapat Panitia Kerja (Panja) RUU KUHAP di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (9/7/2025).

Menurut Habiburokhman, norma tersebut seharusnya tidak diatur dalam KUHAP karena bersifat hukum materil.

“Ini kan sebetulnya norma hukum materil, Pak. Yang Pasal 4 juga begitu. Jadi, kami komitmen dihapus di sini,” ujar Habiburokhman.

Pemerintah yang diwakili oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej menyetujui usulan tersebut. Pasal 253 ayat 3 pada Revisi KUHAP akhirnya disepakati dihapus.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER