MONITOR, Jakarta – Kementerian Agama RI melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Pendis) secara resmi melakukan Kick Off Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) Tingkat Nasional dan Internasional ke-1 Tahun 2025 di Aula HM Rasjidi, Kantor Kemenag RI, Jakarta Pusat, Selasa (8/7/2025). MQK tersebut akan digelar di Pondok Pesantren Assadah, Sulawesi Selatan.
Direktur Jenderal Pendis, Prof. Amin Suyitno, menjelaskan bahwa MQK tahun ini akan menghadirkan peserta dari dua level: nasional dan internasional.
Santri dari berbagai pondok pesantren di Indonesia akan mengikuti kompetisi tingkat nasional. Sementara untuk tingkat internasional, terdapat sembilan negara yang turut ambil bagian.
“MQK Internasional akan diikuti oleh santri perwakilan dari Laos, Myanmar, Thailand, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Vietnam, Timor Leste, dan tentunya Indonesia sebagai tuan rumah,” jelas Prof. Amin.
Dia juga mengungkapkan bahwa proses seleksi dan pelaksanaan kompetisi telah dimulai pekan ini. Puncak acara dijadwalkan berlangsung di Sulawesi Selatan. Sebagai bentuk transformasi, MQK 2025 juga akan menerapkan sistem digital dalam seluruh rangkaian kegiatan.
“MQK tahun ini berbasis digital,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Agama RI, Prof Nasaruddin Umar, menekankan bahwa MQK 2025 menandai dua pencapaian penting: pertama kalinya dilaksanakan di luar Pulau Jawa dan pertama kali digelar secara internasional.
“Selama ini kita gelar MQK secara nasional dengan cakupan terbatas. Sekarang kita perluas ke tingkat internasional. Ini bukan hanya perlombaan, tapi juga upaya mendorong masyarakat, khususnya para santri, untuk mendalami kitab-kitab turats,” ujar Menag.
Prof Nasar menegaskan, kitab turats atau warisan keilmuan para ulama klasik tidak bisa dipahami sembarangan. Butuh metodologi khusus karena kandungan spiritual dan ilmiahnya sangat dalam. Menurutnya, seseorang yang fasih berbahasa Arab pun belum tentu mampu membaca kitab turats dengan baik.
“Yang kita lombakan adalah siapa yang paling piawai membaca dan memahami kitab-kitab klasik ini,” ucapnya.
Tak hanya kompetisi, MQK juga akan diramaikan dengan berbagai kegiatan pendukung seperti pameran kebudayaan Islam lokal dan regional. Hal ini menjadi bagian dari misi MQK untuk menegaskan bahwa Islam sangat kompatibel dengan kearifan lokal di Indonesia.
“Islam itu universal, tapi tidak bertentangan dengan nilai-nilai lokal. Justru bisa berjalan beriringan,” kata Prof Nasaruddin.
Prof Nasar melihat kekayaan tradisi keislaman di Nusantara, termasuk dalam pendidikan dini dan pengajian Al-Qur’an, harus terus dihidupkan. Bahkan, beberapa peserta dari luar negeri yang bukan keturunan Indonesia mampu berbahasa Jawa dengan fasih, mengenakan pakaian adat, dan menampilkan tarian tradisional.
“Ini bukti bahwa Islam Nusantara bisa diterima luas, bahkan oleh mereka yang bukan berasal dari Indonesia,” pungkasnya.