Rabu, 25 Juni, 2025

DPR Desak Transparansi Kasus Kematian Brigadir Nurhadi, Jangan Sampai Ada Sambo Jilid 2

MONITOR, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI, Martin D. Tumbelaka menyampaikan keprihatinan mendalam atas kematian Brigadir Muhammad Nurhadi yang terjadi pada April lalu di Gili Trawangan, Lombok. Ia menegaskan pentingnya transparansi dan ketegasan penegakan hukum dalam menangani kasus yang diduga melibatkan sesama aparat kepolisian tersebut.

“Kita harus memastikan bahwa proses hukum dalam kasus ini berjalan dengan jujur dan imparsial. Ini menyangkut nyawa anggota kepolisian sendiri, dan ada dugaan kuat keterlibatan sesama aparat,” kata Martin, Rabu (25/6/2025).

“Maka kejelasan, keterbukaan informasi, dan ketegasan dalam penegakan hukum menjadi sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik. Jangan sampai ada kasus Sambo jilid 2,” imbuhnya.

Adapun, Polda Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) menetapkan dua anggota Propam Polda NTB yang dipecat secara tidak hormat (PTDH) sebagai tersangka atas kematian Brigadir Nurhadi. Mereka adalah Kompol I Made Yogi Purusa (YG) dan Ipda Haris Chandra (HC atau AC).

- Advertisement -

Keduanya ditetapkan sebagai tersangka atas kematian Nurhadi karena melanggar Pasal 351 dan 359 KUHP. YG dan AC diduga melakukan tindakan pidana penganiayaan sesuai Pasal 351 KHUP yang merupakan tindakan yang menyebabkan orang lain mengalami luka hingga menyebabkan kematian.

Mereka juga diduga melanggar Pasal 359 KUHP yaitu tindakan pidana yang disebabkan oleh kelalaian sehingga menyebabkan orang lain meninggal dunia.

Direskrimum Polda NTB, Kombes Syarif Hidayat mengungkapkan bahwa dari hasil ekshumasi dan otopsi ditemukan adanya tanda kekerasan di tubuh korban Nurhadi, sehingga menyebabkannya meninggal dunia.

Martin pun menyayangkan lambannya penahanan para tersangka dan minimnya penjelasan mengenai motif serta peran masing-masing pihak yang terlibat. Menurutnya, hal ini tidak hanya merusak kredibilitas institusi Polri, tetapi juga melukai rasa keadilan terhadap korban.

“Penyidikan tidak bisa berhenti pada penetapan tersangka semata. Masyarakat berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Motif, kronologi, serta latar belakang relasi antar-pihak yang terlibat perlu disampaikan secara proporsional kepada publik agar tidak menjadi bola liar,” tutur Martin.

Anggota Komisi Hukum dan Keamanan DPR ini juga menekankan pentingnya perlindungan terhadap keluarga korban. Termasuk, kata Martin, pendampingan hukum dan psikososial yang layak.

“Yang harus dijaga bukan semata reputasi institusi, tapi integritas proses hukum itu sendiri. Kalau ada kesalahan, harus diungkap dan ditindak sesuai hukum yang berlaku. Justru di situ kredibilitas aparat diuji,” ujar tegas Legislator dari Dapil Sulawesi Utara tersebut.

Selain itu, Martin juga mendorong evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan internal di tubuh kepolisian, terutama fungsi pembinaan etik dan pengawasan profesi.

Martin berpandangan seorang anggota Propam yang sejatinya bertugas mengawasi etika dan disiplin anggota namun justru melakukan perbuatan melawan hukum, merupakan tanda adanya persoalan struktural yang mendalam. Ia memastikan komisi III akan terus mengawal kasus tersebt.

“Jangan sampai kasus ini berakhir tanpa kejelasan. Korban dan keluarganya berhak atas kebenaran dan keadilan. Dan publik berhak melihat bahwa negara hadir dalam menjaga nyawa dan martabat setiap warganya, termasuk aparatnya sendiri,” tutup Martin.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER