Selasa, 24 Juni, 2025

Bantuan BPJS Kesehatan Bagi 7,3 Juta Warga Rentan Dicabut, DPR: Pemerintah Jangan Gegabah!

MONITOR, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi memberi perhatian serius terhadap penonaktifan 7,3 juta peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) segmen Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK). Ia mempertanyakan validasi data yang digunakan Pemerintah hingga memutuskan mencabut bantuan PBI JK tersebut.

Adapun penonaktifan 7,3 juta peserta PBI JK digagas Kementerian Sosial karena tidak tercatat dalam Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), serta peserta dinilai sudah sejahtera.

Nurhadi mengingatkan, Pemerintah harus betul-betul memverifikasi data peserta PBI JK yang layak dinonaktifkan. Menurutnya, penonaktifan harus berdasarkan realitas yang ada.

“Jika benar mereka dinonaktifkan karena tidak tercatat dalam DTSEN dan dinilai sudah sejahtera, maka pertanyaannya, apakah validasi dan verifikasi data tersebut sudah benar-benar akurat dan berpihak pada realitas di lapangan?” kata Nurhadi, Selasa (24/6/2025).

- Advertisement -

“Jangan sampai hanya karena kesalahan teknis atau pemutakhiran data yang belum sempurna, jutaan masyarakat rentan tiba-tiba kehilangan akses layanan kesehatan,” sambungnya.

Seperti diketahui, sebanyak 7,3 juta peserta BPJS Kesehatan dari segmen penerima bantuan iuran jaminan kesehatan atau PBI JK resmi dinonaktifkan per Mei 2025. Namun, BPJS Kesehatan menyatakan bahwa status kepesertaan tersebut masih bisa diaktifkan kembali asalkan memenuhi sejumlah ketentuan yang telah ditetapkan.

Beberapa ketentuan tersebut diantaranya, terdaftar sebagai peserta PBI JK yang dinonaktifkan pada bulan Mei 2025, termasuk dalam kategori masyarakat miskin dan rentan miskin, serta termasuk peserta yang mengidap penyakit kronis atau dalam kondisi darurat medis yang mengancam keselamatan jiwanya.

BPJS Kesehatan menjelaskan, peserta PBI JK yang dinonaktifkan tersebut bisa melapor ke Dinas Sosial setempat dengan membawa ‘Surat Keterangan Membutuhkan Layanan Kesehatan’. Selanjutnya, Dinas Sosial akan mengusulkan peserta tersebut ke Kementerian Sosial dan akan dilakukan verifikasi terhadap peserta yang diusulkan.

Terkait hal ini, Nurhadi meminta Pemerintah untuk tidak gegabah dalam mengambil keputusan dan kebijakan yang berdampak langsung pada hak dasar setiap warganya. Menurutnya, Pemerintah harus teliti dan cermat untuk menyortir mana warganya yang sangat membutuhkan.

“Negara jangan gegabah mengambil keputusan yang berdampak pada hak masyarakat,” tegas Nurhadi.

Anggota Komisi Kesehatan DPR ini pun mendorong Pemerintah melalui kementerian terkait agar membuka pos pengaduan bagi masyarakat yang masih membutuhkan status kepesertaan PBI JK. Nurhadi meminta BPJS berkolaborasi dengan Kemensos sebagai pihak yang mengurus soal DTSEN.

“Kami mendorong Kemensos dan BPJS Kesehatan segera membuka kanal pengaduan yang responsif, transparan, dan mudah diakses, agar masyarakat yang keberatan atau terdampak bisa segera mengajukan keberatan dan mendapatkan solusi,” ungkap Legislator dari Dapil Jawa Timur VI itu.

Nurhadi juga meminta Pemerintah pusat dan daerah untuk duduk bersama dan memastikan bahwa tidak ada warga kurang mampu yang dikeluarkan dari data penerima bantuan sosial kesehatan.

“Jangan sampai ada warga tidak mampu terlempar dari sistem perlindungan sosial hanya karena ketidakhadiran mereka dalam database,” pesan Nurhadi.

Penonaktifan kepesertaan PBI JK terhadap 7,3 juta warga tersebut dilandasi oleh Surat Keputusan Menteri Sosial Nomor 80 Tahun 2025, serta Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2025 tentang Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN). Mengacu pada regulasi itu, maka mulai bulan Mei 2025, penetapan peserta PBI akan menggunakan basis data DTSEN.

Perubahan penetapan peserta PBI JK dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) menjadi DTSEN mengakibatkan sejumlah peserta PBI JK dinonaktifkan status JKN-nya. Sebab nama-nama peserta dimaksud tidak ada dalam DTSEN.

Pembaruan data PBI JK disebut akan dilakukan secara berkala oleh Kementerian Sosial agar data peserta PBI JK tepat sasaran.

Nurhadi pun menilai, Pemerintah semestinya memperkuat jaminan kesehatan bagi warga kelas bawah di tengah ekonomi yang sulit, bukan justru mengurangi jumlah peserta penerima bantuan.

“Dalam situasi ekonomi yang masih belum sepenuhnya pulih, jaminan kesehatan semestinya justru diperkuat, bukan dikurangi,” tutur Anggota Fraksi NasDem DPR RI tersebut.

Nurhadi menyatakan pihaknya akan segera memanggil BPJS Kesehatan sebagai mitra Komisi IX DPR agar menjelaskan persoalan ini.

“Komisi IX akan meminta penjelasan resmi dari Kemensos dan BPJS Kesehatan dalam waktu dekat terkait hal ini,” pungkas Nurhadi.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER