Pengamat Komunikasi Politik, Silvanus Alvin (foto: ist)
MONITOR, Jakarta – Evaluasi berkala terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dilakukan DPR RI dinilai sangat penting. Hal ini untuk memastikan efektivitas dan akuntabilitas pelaksanaan program yang menjadi salah satu andalan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tersebut.
Analis Komunikasi Politik, Silvanus Alvin berpandangan bahwa keterlibatan DPR, khususnya Komisi IX yang bermitra dengan Badan Gizi Nasional (BGN), menjadi hal yang sangat strategis. Apalagi, MBG merupakan program utama dan memiliki anggaran besar sehingga perlu mendapat evaluasi berkala bersama DPR.
“Dalam konteks implementasi kebijakan strategis seperti MBG, pernyataan anggota Komisi IX DPR, Pak Nurhadi tentu penting menjadi perhatian Pemerintah bahwa MBG sebagai program utama dan anggaran besar perlu mendapat evaluasi berkala bersama DPR,” kata Silvanus Alvin, Kamis (19/6/2025).
Adapun Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi mengkritik pelaksanaan program MBG yang dibagikan dalam paket bahan mentah ketika memasuki libur sekolah karena menjadi seperti progam bagi-bagi sembako. Nurhadi mengingatkan agar program Pemerintah jangan sampai membenani dan menimbulkan kebingungan di masyarakat.
Nurhadi pun menilai pembagian paket MBG berupa bahan mentah harus menjadi evaluasi BGN sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas program MBG. Selain paket MBG bahan mentah, Nurhadi juga sempat mengingatkan agar BGN menggunakan anggaran sebesar Rp 217,86 triliun secara bijak. Sehingga tidak menjadi ladang korupsi oknum nakal.
Terkait hal ini, Alvin menekankan kontrol yang dilakukan Komisi IX memang perlu dilakukan. Menurutnya, evaluasi rutin oleh Komisi IX DPR dalam pelaksanaan MBG bisa menjadi langkah strategis demi memastikan program MBG berjalan dengan baik.
“Evaluasi berkala dari Komisi IX, menjadi sangat krusial untuk memastikan efektivitas dan akuntabilitas program. Komisi IX, bisa menjadi mitra strategis dalam memastikan bahwa program-program pemerataan gizi seperti MBG benar-benar menjangkau masyarakat yang membutuhkan dan dilaksanakan sesuai tujuan awal,” tutur Alvin.
Alvin juga berpandangam pentingnya transparansi dalam pelaksanaan evaluasi program MBG.
“Penting pula setiap rapat dilakukan terbuka sehingga bisa diliput media. Jangan sampai muncul narasi miring bahwa praktik MBG saat ini tidak berbeda seperti program bansos sembako seperti yang dikhawatirkan DPR. Padahal kualitas serta dampak MBG sangat diyakini positif oleh Presiden Prabowo,” tambahnya.
Menurut Alvin, sinergi yang baik antara pemerintah dan DPR menjadi kunci penting dalam menjaga konsistensi dan efektivitas pelaksanaan program MBG. Sinergi ini perlu diperhatikan apalagi pemberian MBG model bahan mentah belum pernah dikomunikasikan dengan Komisi IX DPR.
“Melalui kolaborasi Pemerintah dan DPR, maka harapannya ada satu skema yang final yang bisa diteruskan ke masyarakat dan diterima dengan baik. Jangan sampai ada narasi yang berbeda, karena di era saat ini dapat dengan mudah publik dibuat bingung apalagi salah paham,” jelas Alvin.
“Jangan sampai niat baik Presiden Prabowo malah terpelintir dan kehilangan legitimasi public akibat narasi yang tidak seragam,” sambung Dosen milenial di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta itu.
Alvin menyinggung soal tujuan mulia program MBG yang diluncurkan sejak awal pemerintahan Presiden Prabowo untuk memastikan kualitas SDM masa depan Indonesia. Namun, ia mengingatkan bahwa dalam ranah kebijakan publik, niat baik saja tidak cukup.
Menurut Alvin, perlu ada ada antisipasi terhadap potensi persoalan yang muncul di lapangan apabila pelaksanaan tidak sinkron dengan kebijakan pusat.
“Dilihat dari sisi PR politik, kebijakan publik tidak hanya butuh niat baik, tapi juga narasi yang jelas dan konsisten,” sebut Alvin.
Ketika pelaksana di lapangan membagikan bantuan dalam bentuk bahan mentah tanpa sinkronisasi dengan kebijakan pusat, Alvin khawatir akan timbul banyak pertanyaan di benak publik.
“Hal ini juga berpotensi menimbulkan narasi yang menyebut negara tidak hadir secara utuh untuk rakyat,” ungkap lulusan master University of Leicester, Inggris ini.
“Prinsip utamanya pemerintah perlu meniadakan kebingungan pada rakyat yang merasakan manfaat program MBG. Di sini, pemerintah terlepas itu BGN dan SPPG, penting untuk punya kesatuan narasi atau pesan seragam,” tambah Alvin.
Sebelumnya, Nurhadi menggarisbawahi bahwa pemberian paket bahan pangan mentah sama saja seperti program bagi-bagi sembako yang konteksnya berbeda dengan MBG. Menurutnya, hal ini perlu dievaluasi karena tidak sesuai dengan tujuan adanya MBG.
“Saya memahami niat baik program MBG yang bertujuan meningkatkan gizi masyarakat. Namun, ketika pelaksanaannya menimbulkan kebingungan publik, terutama karena bantuan disalurkan dalam bentuk bahan mentah tanpa petunjuk teknis yang jelas, maka kita perlu mengevaluasinya secara menyeluruh,” kata ujar.
“Kalau seperti ini kita patut bertanya, apakah program MBG ini benar-benar berpihak pada masyarakat atau sekadar menggugurkan kewajiban? Karena jadi sama saja seperti program bagi-bagi sembako yang juga sudah dijalankan Pemerintah,” lanjutnya
Sebagai mitra kerja BGN, Nurhadi menyebut Komisi IX DPR tentu berkepentingan untuk mengawal setiap aspek menyangkut MBG. Hal ini agar program intervensi gizi bagi anak-anak dapat berjalan efektif, efisien, dan benar-benar menyentuh kebutuhan masyarakat.
“Ketika bantuan gizi dibagikan dalam bentuk bahan mentah tanpa panduan, tanpa alat masak, bahkan tanpa mempertimbangkan daya serap masyarakat, maka ini bukan program intervensi gizi lagi tapi merupakan pengalihan tanggung jawab,” lanjutnya.
Nurhadi juga menyebut bahwa model MBG bahan mentah selama libur sekolah anak belum pernah dikomunikasikan dengan Komisi IX selaku mitra BGN.
“Jangan karena ingin anggaran terserap, lalu ugal-ugalan memodifikasi teknis pelaksanaan MBG. Komunikasikan dulu dengan BGN. Model seperti ini kan juga belum ada diskusi dengan kami di DPR,” tegas Nurhadi.
Tak hanya itu, Nurhadi beberapa waktu lalu juga menyoroti anggaran fantastis BGN yang mencapai Rp 217,86 triliun dalam susunan anggaran belanja kementerian dan lembaga (K/L) 2026. Ia mengingatkan BGN yang menangani program MBG agar menggunakan anggaran tersebut dengan tepat sasaran.
Nurhadi tak ingin anggaran yang diterima BGN untuk program unggulan Prabowo dialirkan ke program-program yang tak jelas. Ia pun menyinggung kasus dugaan korupsi pengadaan laptop chromebook senilai Rp 9,9 miliar untuk digitalisasi pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun 2019-2022 yang kini tengah ditangani Kejaksaan Agung.
“Anggaran BGN harus tepat sasaran, agar jangan sampai ada lagi terjadi seperti kasus korupsi pengadaan laptop yang menyentuh di angka Rp 10 triliun. Bila ini terjadi berulang, kepercayaan publik terhadap pemerintah akan menurun. Ujungnya, pertumbuhan ekonomi akan stagnan,” kata Nurhadi.
“Kalau terealisasi Rp 217 miliar, berarti BGN harus menerapkan sistem yang lebih ketat dan baik,” pungkasnya.
MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi mengkritik pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis…
MONITOR, Jakarta - Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo menegaskan komitmen kuat Kementerian PU dalam…
MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI, Rivqy Abdul Halim mengaku khawatir dengan nasib…
MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menanggapi momen pelantikan Rektor…
MONITOR, Banjarmasin - Wakil Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Wamen UMKM) Helvi Moraza mengajak…
MONITOR, Kuala Lumpur - Sebuah program kolaborasi internasional yang luar biasa telah dijalin antara Universitas…