Kamis, 19 Juni, 2025

Menperin Kerek Daya Saing Kawasan Industri, HGBT dan RUU Jadi Jurus Jitu

MONITOR, Jakarta – Kementerian Perindustrian berkomitmen untuk terus meningkatkan peran kawasan industri sebagai pilar utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Guna mencapai sasaran tersebut, diperlukan dukungan kebijakan strategis yang inklusif dan berkelanjutan.

“Selama ini kawasan industri telah menjadi katalisator bagi masuknya investasi hingga penumbuhan dan pemerataan sektor industri di berbagai daerah. Ini artinya menunjukkan peran vital kawasan industri dalam mendongkrak ekonomi nasional,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan resminya di Jakarta, Kamis (19/6).

Saat memberikan sambutan penutupan Musyawarah Nasional IX Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI) di Jakarta, Rabu (18/6), Menperin mengemukakan, salah satu kebijakan yang dapat memacu daya saing kawasan industri adalah pemberlakuan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) bagi sektor industri. Sebab, kebijakan ini terbukti mampu menekan biaya produksi dan meningkatkan efisiensi operasional bagi pelaku industri di kawasan industri.

“Apalagi, berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, bahwa industri wajib berlokasi di kawasan industri. Hal ini tentu akan membawa manfaat bagi industri yang beroperasi di kawasan industri karena adanya ketersediaan infrastruktur yang terintegrasi, termasuk dalam pasokan bahan baku energi,” tuturnya.

- Advertisement -

Namun demikian, Menperin mengakui, dalam pelaksanaan kebijakan HGBT bagi industri masih ditemui kendala di lapangan. “Padahal, pemberlakukan kebijakan ini sudah ditegaskan dan diperkuat dalam Perpres, bahwa HGBT terus dilanjutkan, tetapi dalam implementasinya belum berjalan optimal di seluruh kawasan industri,” ujarnya.

Bahkan, pembahasan mengenai HGBT untuk industri sudah mencapai kesepakatan bersama di antara kementerian terkait. “Semua kementerian yang terkait sudah sepakat, dan tidak ada dispute, di antara Menko Perekonomian, Menteri Perindustrian, Menteri ESDM, dan Menteri keuangan, tidak ada dispute, semua butir aturan yang ada di Perpres sudah disepakati bersama,” tegasnya.

Menperin juga tak menampik bahwa tingginya harga gas industri masih menjadi “masalah klasik” yang harus dicari solusi komprehensif bersama para pelaku industri dan pengelola kawasan industri. “Masalah gas ini memang menjadi masalah klasik yang terus menerus ada, dan penyelesaiannya tidak pernah tuntas,” imbuhnya.

Menperin berharap, dengan ditetapkannya kelanjutan HGBT oleh Presiden Prabowo Subianto, proses pelaksanaannya dapat segera diterapkan dengan lebih baik dan menyeluruh oleh industri. Hal ini, sebagai upaya agar persoalan gas tidak berlarut dan tidak menjadi momok bagi industri. “Saat HKI selalu bertanya bagaimana bisa memastikan bahwa gas itu tersedia, saya akan perjuangkan itu,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Menperin membuka opsi bagi kawasan industri untuk mendatangkan pasokan gas dari luar negeri, dengan harga yang kompetitif. Langkah ini dilakukan sebagai solusi dalam memenuhi kebutuhan energi sektor industri yang terus meningkat dan pasokan gas nasional terbatas.

“Apabila suplai gas nasional dianggap tidak mencukupi, baik kualitas dan harga tidak sesuai dengan regulasi, maka seharusnya HKI atau industri itu bisa diberikan fleksibilitas untuk mendapatkan gas dari sumber-sumber lain, termasuk dari luar negeri, sepanjang memenuhi persyaratan teknis dan regulasi yang berlaku. Yang terpenting adalah menjaga kontinuitas pasokan energi bagi industri agar mereka bisa tetap produktif dan efisien,” jelasnya.

Selain itu, Kemenperin juga membuka ruang partisipasi aktif dari para pelaku kawasan industri untuk menyusun regulasi yang lebih adaptif terhadap tantangan zaman. “Kami mengundang HKI untuk menyusun rancangan Undang-Undang Kawasan Industri, sebagai upaya memperkuat kerangka hukum dan tata kelola kawasan industri nasional,” imbuhnya.

Menurut Menperin, pentingnya penguatan regulasi kawasan industri melalui pembentukan kerangka hukum yang lebih modern dan responsif. “Undang-undang ini akan menjadi fondasi hukum dalam pengembangan kawasan industri yang lebih terstruktur, berkelanjutan, dan adaptif terhadap tantangan global,” tuturnya.

Menperin juga memandang, penghitungan kuantitatif kontribusi kawasan industri terhadap PDB nasional menjadi penting sebagai dasar perumusan kebijakan yang lebih akurat dan berdampak. “Dengan data yang terukur, kita bisa menunjukkan bahwa pengembangan kawasan industri bukan hanya soal zonasi, tetapi merupakan bagian fundamental dalam strategi pembangunan ekonomi nasional,” tegasnya. Saat ini, Indonesia memiliki 170 kawasan industri yang tersebar di seluruh penjuru negeri, dengan tingkat okupansi mencapai 58,39 persen. Dalam lima tahun terakhir, terdapat pertumbuhan signifikan dengan penambahan 52 kawasan industri baru. Ini menjadi sinyal positif bahwa kawasan industri tetap menjadi destinasi utama investasi, baik dari dalam maupun luar negeri.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER