MONITOR – Anggota Komisi IV DPR RI Prof Rokhmin Dahuri menyerukan transformasi sistem rantai dingin global sebagai solusi krusial untuk ketahanan pangan, kesehatan, dan krisis iklim. Hal tersebut disampaikan Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University itu saat menjadi salah satu keynote speaker Dalam momentum peringatan World Refrigeration Day 2025 di Paris, Perancis, Rabu (18/06/2025).
“Perubahan iklim global telah mulai mengubah ritme pertanian dan perikanan kita, mengganggu rantai pasokan global, dan membebani sistem layanan kesehatan. Kenaikan suhu global, peningkatan permukaan laut, pengasaman laut, peristiwa cuaca ekstrem, dan pola presipitasi yang berubah mengancam hasil panen, produktivitas ternak, dan ekosistem akuatik,” ujarnya.

Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) menerangkan dalam dunia yang makin panas dan rapuh, transformasi rantai dingin (The cold chains) perubahan iklim global bukan lagi ancaman masa depan, tetapi realitas hari ini yang memengaruhi pertanian, perikanan, hingga layanan kesehatan. Sistem produksi dan distribusi pangan saat ini menyumbang sepertiga emisi gas rumah kaca global, sekaligus jadi biang deforestasi, polusi, dan kerusakan lingkungan.
Untuk itu, eks Menteri Kelautan dan Perikanan tersebut menekankan pentingnya membangun sistem rantai dingin yang berkelanjutan, tangguh, dan merata guna menjamin masa depan pangan serta kesehatan umat manusia.
“Dunia saat ini menghadapi ancaman serius dari perubahan iklim. Peningkatan suhu global, naiknya permukaan laut, pergeseran pola curah hujan, dan cuaca ekstrem tidak hanya mengganggu produksi pangan, tetapi juga merusak sistem kesehatan dan pasokan medis,” ungkapnya.
Di sisi lain, Guru Besar IPB University tersebut juga menyoroti bahwa pertumbuhan populasi, urbanisasi, dan industrialisasi mendorong lonjakan kebutuhan terhadap pangan dan layanan kesehatan yang aman serta berkualitas tinggi.
Ironisnya, di tengah kemajuan teknologi, ketimpangan akses terhadap infrastruktur pendinginan dan distribusi masih menjadi persoalan mendalam, baik antara negara maju dan berkembang, maupun di dalam suatu negara. Rantai dingin—sistem yang menjaga suhu produk dari hulu ke hilir, muncul sebagai tulang punggung diam dari peradaban modern, namun belum tersedia secara merata bagi semua pihak.
Di sektor pangan, rantai dingin berperan besar dalam mencegah pembusukan, memperpanjang umur simpan, dan memastikan ketersediaan gizi sepanjang tahun. Prof. Rokhmin juga menjelaskan bahwa kegagalan sistem pendingin dapat berakibat fatal, baik secara ekonomi maupun kesehatan. Produk seperti ikan, daging, susu, buah, dan sayuran sangat bergantung pada suhu yang stabil dalam penyimpanan dan distribusi.
Ketiadaan sistem rantai dingin yang efisien menyebabkan hilangnya sekitar 526 juta ton makanan setiap tahun, setara dengan nilai pasar sebesar 379 miliar dolar AS. Angka ini cukup untuk memberi makan satu miliar orang, sementara 828 juta manusia masih menderita kelaparan. Tak hanya itu, 600 juta orang jatuh sakit dan 420 ribu meninggal dunia setiap tahun akibat makanan terkontaminasi banyak di antaranya karena kurangnya pendinginan.
Dalam sektor kesehatan, rantai dingin menjamin efektivitas vaksin, insulin, dan obat-obatan yang sangat sensitif terhadap suhu. Sayangnya, kurangnya fasilitas pendingin di negara berkembang berkontribusi terhadap lebih dari 1,5 juta kematian yang seharusnya bisa dicegah dengan vaksin. Kerugian ekonomi akibat vaksin yang rusak diperkirakan mencapai 34,1 miliar dolar AS setiap tahun.

Dari sisi lingkungan, sesepuh ICMI ini menyampaikan bahwa efisiensi sistem rantai dingin berpotensi besar dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan limbah pangan. Ia menekankan pentingnya transisi ke teknologi pendingin hemat energi, penggunaan refrigeran ramah lingkungan, serta pemanfaatan energi terbarukan.
Lebih lanjut, Prof. Rokhmin menyampaikan empat arah strategis untuk mewujudkan sistem rantai dingin yang ideal: kebijakan pro-lingkungan, investasi teknologi hijau, penguatan kapasitas SDM, serta kolaborasi global yang sejalan dengan Agenda SDGs, Kesepakatan Paris, dan Protokol Montreal.
Sistem rantai dingin bukan sekadar isu teknis, melainkan amanah moral. Ia menegaskan, “Rantai dingin menyentuh kehidupan kita semua dalam makanan yang kita konsumsi, vaksin yang kita terima, dan obat yang menyelamatkan nyawa kita. Menguatkannya adalah keharusan moral dalam menghadapi krisis iklim dan ketimpangan.”
Melalui kegiatan monumental ini, Prof. Rokhmin mengajak seluruh pemangku kepentingan seperti ilmuwan, insinyur, pembuat kebijakan, pelaku usaha, hingga masyarakat sipil untuk bersama-sama membangun sistem rantai dingin global yang berkelanjutan bagi bumi, tangguh terhadap krisis, dan merata untuk seluruh umat manusia.
“Rantai dingin harus kita tempatkan sejajar dengan infrastruktur vital seperti listrik dan air. Ia harus mampu bertahan dalam guncangan dan suhu ekstrem di masa depan,” tuturnya.
Prof. Rokhmin Dahuri menegaskan pentingnya akses yang adil terhadap sistem rantai dingin global, terutama bagi miliaran petani dan nelayan kecil di negara berkembang. Mereka, katanya, adalah pilar utama sistem pangan dunia.
“Rantai dingin adalah tulang punggung diam peradaban modern. Ia menjaga mutu, keamanan, dan ketersediaan pangan dari lahan hingga meja makan, dari laboratorium hingga pasien,” ujarnya.
Menurutnya, sistem rantai dingin yang efisien mampu menekan pembusukan, memperpanjang masa simpan, dan memastikan distribusi bahan pangan bergizi seperti ikan, daging, produk susu, buah, dan sayuran, sepanjang tahun. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa pengendalian suhu dalam rantai dingin sangat krusial, tak hanya menjaga kualitas, tapi juga mencegah kontaminasi mikroorganisme yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat. “Gagal menjaga suhu bisa berarti bencana: produk rusak, konsumen sakit, dan kerugian ekonomi besar-besaran,” ujarnya.
Prof. Rokhmin Dahuri menekankan bahwa sistem refrigerasi dalam rantai pasok pangan harus menjadi prioritas kebijakan negara, bukan hanya sektor swasta. Investasi di bidang ini bukan semata urusan bisnis, tapi penentu keberlanjutan pangan dan kesehatan masyarakat di tengah krisis iklim global. ia juga mengungkapkan bahwa rantai dingin terbagi dalam tiga komponen utama: pra-pendinginan dan pembekuan, gudang dingin stasioner, dan transportasi berpendingin.
“Pendinginan sejak dari sumber dapat mempertahankan lebih banyak nutrisi, menambah masa simpan, mengurangi kehilangan pangan, dan meningkatkan pendapatan pelaku usaha pangan,” ujarnya.
Sayangnya, lemahnya infrastruktur rantai dingin di banyak negara berkembang menyebabkan kehilangan pangan global mencapai 526 juta ton per tahun, senilai USD 379 miliar, cukup untuk memberi makan 1 miliar orang. Sementara itu, 828 juta orang masih kelaparan, dan 600 juta orang jatuh sakit akibat makanan terkontaminasi. Lebih tragis lagi, 79 persen dari 900 juta orang miskin ekstrem tinggal di desa dan menggantungkan hidup pada lahan pertanian kecil, tanpa akses teknologi pendingin.
“Tanpa rantai dingin yang adil dan terjangkau, petani dan nelayan kecil kehilangan potensi ekonomi besar karena hasil panen cepat rusak dan harus dijual murah,” tegas Rektor Universitas UMMI ini.
“Oleh karena itu, mulai sekarang kita harus beralih ke sistem refrigerasi berbasis energi terbarukan, meningkatkan efisiensi energi, menyetel ulang titik suhu untuk makanan beku, serta menggunakan refrigeran dengan GWP rendah untuk meminimalkan dampak iklim dari pendinginan,” tegasnya.

Prof. Rokhmin Dahuri mendesak pemerintah dan mitra internasional untuk memperlakukan rantai dingin sebagai infrastruktur vital seperti listrik dan air, demi pangan aman, kesehatan merata, dan masa depan berkelanjutan. Ia juga mengajak negara-negara untuk berinvestasi dalam teknologi pendinginan yang efisien demi mengurangi kehilangan pangan, menjaga kesehatan masyarakat, dan meningkatkan pendapatan para pelaku industri pangan.
“Dengan investasi dan kebijakan yang tepat, dunia dapat menghadirkan sistem yang lebih cerdas dan berkelanjutan, mendukung kesehatan global, serta mengurangi dampak perubahan iklim,” ujarnya.
Yang tak kalah penting, sistem rantai dingin yang efisien bukan hanya masalah teknis, tetapi juga keharusan moral dalam memastikan akses yang adil bagi semua, termasuk petani kecil, komunitas pesisir, komunitas adat, hingga warga miskin kota. “Keadilan iklim dan pangan tak boleh elitis. Kita butuh kolaborasi publik-swasta, dukungan global, dan pemberdayaan lokal,” ujarnya.
Sebagai informasi World Refrigeration Day 2025 berlangsung di Paris, Perancis pada 18 Juni 2025 dengan mengusung tema “Peran Kritis Solusi Refrigerasi dan Pompa Panas dalam Meningkatkan Kesejahteraan Manusia, Kesejahteraan Hewan, dan Keberlanjutan Iklim”.

Konferensi ini dihadiri oleh 200 orang peserta dari 60 negara dari kalangan ilmuwan, engineers, beberapa menteri, anggota DPR, pengusaha, dan masyarakat sipil. Sebagai pembicara antara lain Prof. Judit Evans, Gerald Cavalier, DR. Andy Pearson, Prof. Xianting Li dari China dan sebagainya.
Dalam Konferensi Dunia tentang Cold Chain System yang sangat prestisius ini, Prof. Rokhmin Dahuri menjadi salah satu 2 keynote speakers. Selain itu, juga sebagai salah satu panelist dalam Diskusi Panel I bersama Menteri LH Pantai Gading, Nigeria, dan Sinegal juga salah satu Direktur dari Uni Eropa.