Sabtu, 14 Juni, 2025

Wanti-wanti DPR Soal Anggaran MBG Harus Jadi Warning Bagi BGN

MONITOR, Jakarta – Wanti-wanti DPR RI kepada Badan Gizi Nasional (BGN) untuk menggunakan anggaran jumbo sebesar Rp 217,86 triliun, dengan tepat sasaran agar tidak menjadi ladang bancakan diapresiasi sejumlah pihak. Pemerintah pun diminta untuk menjadikan wanti-wanti DPR ini sebagai warning yang positif agar program Makan Bergizi Gratis (MBG) dapat berjalan baik.

Adapun Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi mengingatkan agar anggaran besar BGN untuk program MBG tidak menjadi bancakan pihak-pihak tak bertanggung jawab. Dengan ‘jumbonya’ anggaran BGN itu, Nurhadi juga mendorong agar dibuat Satuan Tugas (Satgas) dari DPR yang berfungsi untuk mengawasi pelaksanaan program MBG.

Menurut Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahardiansyah, usul dari Nurhadi perlu ditindaklanjuti Pemerintah. “Usulan DPR ini harus diapresiasi dan pemerintah harus segera menindaklanjuti. Karena apa? Karena mengingat besarnya anggaran dan juga cakupan yang harus di-prioritaskan dalam sasaran-sasaran dari MBG itu sendiri,” ujar Trubus, Sabtu (13/6/2025).

“MBG kan buat anak-anak, ini aja sekolah yang berjalan kan baru sekolah negeri. Sekolah swasta juga belum ada, belum lagi yang sekolah pesantren, kan belum juga,” sambungnya.

- Advertisement -

Apalagi nantinya MBG juga akan menyasar untuk Ibu Hamil (Bumil) dan Ibu Menyusui (Busui), serta orang lanjut usia (Lansia). Program yang cukup besar ini, kata Trubus, harus benar-benar diawasi sehingga dapat berjalan dengan baik. “Tentu yang paling penting adalah bagaimana agar kebijakan itu tepat sasaran seperti yang diingatkan oleh DPR,” tuturnya.

Di sisi lain, Trubus menilai diperlukan kolaborasi dan sinergitas semua pihak yang terlibat dalam hal koordinasi dan pengawasan dalam pelaksanaan program MBG agar tidak terjadi penyimpangan dalam pengelolaannya.

Trubus pun sepakat dengan Nurhadi yang menekankan pentingnya pengawasan sehingga tidak lagi terjadi penyimpangan seperti yang belakangan tengah diusut yaitu dugaan korupsi pengadaan laptop chromebook senilai Rp 9,9 miliar untuk digitalisasi pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun 2019-2022.

“Supaya tidak ada penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada kebijakan-kebijakan yang diambil, seperti kasus laptop (oleh Kemendikbudristek periode 2020-2022). Jadi hal ini yang penting,” ucap Trubus.

Pemerintah diketahui sudah mulai menyusun kebutuhan anggaran 98 kementerian dan lembaga (K/L) yang akan melakukan belanja pada tahun depan. Hal itu terungkap dalam dokumen Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2026.

Dalam dokumen itu, terdapat perubahan urutan dalam daftar 10 K/L dengan anggaran terbesar. Adapun posisi teratas dengan anggaran paling jumbo ditempati Badan Gizi Nasional (BGN) yakni Rp 217,86 triliun, menggeser posisi Kementerian Pertahanan dengan anggaran terbesar di tahun 2025 lalu.

Anggaran BGN tersebut untuk mendukung pelaksanaan program unggulan pemerintahan Presiden Prabowo yakni Makan Bergizi Gratis (MBG). Program ini dirancang untuk memberikan manfaat ekonomi yang lebih luas pada tahun depan.

Menurut Trubus, pengawasan anggaran MBG yang besar ini harus bersifat ketat dan berjenjang. Mulai dari anggaran BGN secara kelembagaan hingga anggaran MBG di lapangan, misalnya pengelolaan di dapur MBG sampai distribusi ke anak-anak sekolah. “Jadi berjenjang itu mulai dari paling atas, BGN sendiri, di lapangan itu juga harus diawasi semua, karena ya namanya ASN isinya ya begitu. Kadang-kadang melihat cuan banyak, akhirnya pikiran bancakan,” sebutnya.

“Nah kemudian sampai ke dapur MBG. SPPI dan SPPG-nya. Nah itu harus diawasi, karena itu yang seringkali terjadi, potensi mark up, ada pemotongan anggaran. Misalnya dipotong dari Rp10.000 menjadi Rp8.000. Itu kan KPK sudah mencium aroma itu,” imbuh Trubus.

Pengawasan ketat pun juga penting mengingat banyak terjadi kasus atau insiden dalam pelaksanaan program MBG. Mulai dari menu berkualitas rendah, hingga berbagai kasus keracunan makanan massal seperti yang terjadi di daerah-daerah beberapa waktu lalu. Untuk itu, kata Trubus, pemerintah harus membenahinya dengan memperketat pengawasan secara berjenjang.

“Jangan sampai kemudian, ada beberapa di daerah itu makanannya itu kualitasnya rendah. Kemudian juga ada yang menimbulkan keracunan, ada juga makanan basi. Kemudian ada yang distribusinya terlambat. Jadi banyak hal yang menurut saya juga harus dibenahi,” paparnya.

Trubus menegaskan, pengawasan anggaran MBG tidak cukup hanya dari DPR dan Pemerintah, namun juga harus melibatkan unsur publik. “Publik itu bisa tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama, atau masyarakat RT/RW juga dilibatkan. Termasuk kepala sekolah dan komite sekolah itu, karena komite sekolah kan ada orang tua murid juga di situ. Nah itu harus ikut-ikut mengawasi,” jelas Trubus.

Selain itu, menurut Trubus, Pemerintah juga perlu menyediakan layanan aduan sehingga masyarakat bisa membuat laporan saat ada persoalan dalam pelaksanaan MBG dan ikut mengawasi melalui channel aduan ini.

“Jadi ada tempat untuk mengadukan kemana, nah channel aduan itu, apa aduannya, misalnya aduan mas wapres itu atau apa. Lalu ditindaklanjuti,” ujarnya.

Trubus juga mengingatkan agar Pemerintah menjalankan program MBG secara transparan dan akuntabel. Hal ini juga mengingat MBG juga melibatkan pihak-pihak ketiga dalam pelaksanaannya.

“Jadi yang penting untuk diingat bahwa, ini dana-dana publik, dana APBN, ketika itu disalurkan ke pihak namanya yayasan, itu kan privat. Nah publik harus bisa mengakses ini yayasannya. Misalnya, dia punya alat-alatnya benar nggak? Alat-alat masaknya segala dia punya nggak? Jangan dia nanti disubkan ke yang lain,” terang Trubus.

Selama ini, ungkap Trubus, BGN berdalih adanya model kemitraan. Namun kemitraan tersebut justru seperti makelar tidak jelas asal usulnya. Trubus pun mengusulkan agar Pemerintah lebih baik menunjuk kantin-kantin sekolah untuk menjadi mitra MBG.

“Kan tujuan sebenernya, Presiden itu maunya menghidupkan ekonomi di sekitar sekolah. Betul-betul seharusnya ini yang dimanfaatkan ya, yang masak itu orang-orang yang di sekitar sekolah itu,” katanya.

“Nah khusus untuk yang bumil dan busui ini kan kaitannya dengan kesehatan. Jadi dia kan makanannya nggak sama dong makanan untuk anak. Nah ini harus menghidupkan Posyandu, ibu-ibu kader Posyandu itu. Yang paling penting, bagaimana program ini kan berkelanjutan,” tambah Trubus.

Lebih lanjut, Trubus menekankan soal adanya penindakan dari penguatan pengawasan yang dilakukan atau reinforcement. Misalnya, hukuman berat seperti pidana seumur hidup bahkan hukuman mati jika terbukti melakukan penyimpangan anggaran MBG. “Jadi karena ini programnya dana publik sehingga ketika mereka yang melakukannya itu, jangan diproses lagi hukumnya seperti hukum pada umumnya. Jadi ini harus bersifat khusus,” sebutnya.

“Di undang-undang tipikor itu ada. Kalau kondisi darurat atau semacam seperti bencana itu dihukumnya hukuman mati bagi pelakunya itu. Itu sudah ada sebenarnya,” imbuh Trubus.

Apalagi, lanjut Trubus, program MBG merupakan program prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Selain itu, animo masyarakat juga tinggi terhadap program ini, seperti di Nusa Tenggara Timur dan Maluku.

“Anak-anak jadi semangat sekolah karena dia nggak kena lapar. Jadi itu harus diingat seperti itu,” katanya.

Kemudian, Trubus menilai, Pemerintah Daerah (Pemda) juga perlu turut mengawasi pelaksanaan MBG ini. Terlebih, BGN merupakan lembaga baru yang memiliki ‘pesaing’ dari lembaga lain, seperti Badan Pangan, Bulog dan Kementerian Pertanian.

Selain itu, BGN juga dinilai perlu menggandeng TNI-Polri untuk mengawal pelaksanaan MBG, apalagi sudah mendapat anggaran belanja yang super jumbo bahkan terbesar dibanding lembaga lain pada tahun 2026 nanti. Pelibatan TNI-Polri ini, masuk dalam reinforcement sebagai penguatan atau bantuan terhadap operasional anggaran BGN atau lebih khususnya, MBG.

“Pemerintah daerah itu harus ikut mengawasi. Jangan pasif, dan terarah begitu. BGN ini memang harus diperkuat. Makanya pelibatan TNI/Polri juga penting di sini, untuk mendampingi. Terutama untuk daerah-daerah, kan nggak semua daerah Indonesia itu kayak Jakarta yang aman,” urai Trubus.

Trubus juga menekankan pentingnya peran DPR RI dan DPRD untuk terus mengawasi pelaksanaan MBG, bila perlu anggota legislatif turut membuka layanan aduan khusus bagi masyarakat di dapilnya masing-masing. “Keberadaan DPR itu sangat penting sekali. Jadi DPR dan DPRD ya karena itu yang punya dapil. Jadi kalau bisa DPR-DPR ini juga membuka aduan untuk dapilnya,” imbau pengajar di Universitas Trisakti itu.

“Karena kita harapkan anggaran Rp217 triliun itu bisa mengangkat derajat ekonomi di sekitar sekolah, di sekitar di mana MBG itu diselenggarakan. Jadi nggak hanya dimonopoli katering-katering saja. Tapi harus ada orang-orang atau masyarakat sekitar sehingga berkelanjutan ekonominya,” lanjut Trubus.

Sebelumnya, Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi menyoroti anggaran fantastis Badan Gizi Nasional (BGN) yang mencapai Rp 217,86 triliun dalam susunan anggaran belanja kementerian dan lembaga (K/L) 2026. Ia mengingatkan BGN yang menangani program Makan Bergizi Gratis (MBG) agar menggunakan anggaran tersebut dengan tepat sasaran.

Nurhadi tak ingin anggaran yang diterima BGN untuk program unggulan Presiden Prabowo Subianto dialirkan ke program-program yang tak jelas. Ia pun menyinggung kasus dugaan korupsi pengadaan laptop chromebook senilai Rp 9,9 miliar untuk digitalisasi pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun 2019-2022 yang kini tengah ditangani Kejaksaan Agung.

Di mana pada 2020 lalu, Kemendikbudristek menyusun rencana untuk pengadaan bantuan peralatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) bagi satuan pendidikan, mulai tingkat dasar hingga menengah atas. Padahal rencana tersebut bukan menjadi kebutuhan siswa pada saat itu.

“Anggaran BGN harus tepat sasaran, agar jangan sampai ada lagi terjadi seperti kasus korupsi pengadaan laptop yang menyentuh di angka Rp 10 triliun. Bila ini terjadi berulang, kepercayaan publik terhadap pemerintah akan menurun. Ujungnya, pertumbuhan ekonomi akan stagnan,” kata Nurhadi, Rabu (11/6).

Nurhadi kembali menekankan bahwa pemerintah, khususnya BGN, harus memanfaatkan anggaran sebaik mungkin di tengah perekonomian global yang sedang bergejolak. Ia mewanti-wanti agar BGN bisa menyerap anggaran tersebut secara transparan dan akuntabel. “Kalau terealisasi Rp 217 miliar, berarti BGN harus menerapkan sistem yang lebih ketat dan baik. Jangan sampai anggaran jumbo BGN ini jadi ladang bancakan oknum-oknum tak bertanggung jawab,” tutur Legislator dari Dapil Jawa Timur VI itu.

“Karena rencana anggaran yang sangat besar ini sungguh tidak dapat dipungkiri dapat menimbulkan conflict of interest di dalamnya. Jadi penggunaannya betul-betul harus akuntabel dan kredibel,” sambung Nurhadi.

Nurhadi juga mengusulkan pembentukan tim pengawas khusus proyek MBG mengingat besarnya anggaran yang dialokasikan untuk BGN sebagai lembaga yang diamanatkan mengelola program tersebut pada tahun anggaran 2026. “Tentu DPR harus bentuk semacam Tim Pengawasan MBG,” tutupnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER