Kamis, 29 Mei, 2025

Indeks Kepercayaan Industri Pada Bulan Mei 2025 Kembali Bertahan Ekspansi

MONITOR, Jakarta – Terbitnya kebijakan pro industri serta sedikit meredanya perang dagang global telah memberikan dampak positif terhadap kondisi perekonomian global yang juga membawa pengaruh baik kepada iklim usaha industri di Indonesia. Hal inipun diikuti dengan mengalirnya investasi baru terutama investasi di sektor manufaktur dan peningkatan penyerapan tenaga kerja juga ikut kinerja industri pada bulan Mei 2025 ini.

Pada bulan Mei 2025, Indeks Kepercayaan Industri (IKI) manufaktur menunjukkan kinerja positif dengan kembali bertahan pada fase ekspansi yang mencapai level 52,11. Posisi ini meningkat 0,21 poin dibandingkan pada bulan April 2025, namun melambat 0,39 poin dibandingkan pada Mei 2024.

“Kembalinya IKI bulan Mei 2025 pada laju ekspansi telah ditopang oleh 21 subsektor yang tercatat tumbuh positif dan menyumbang kontribusi sebesar 95,7 persen terhadap PDB industri pengolahan nonmigas pada Triwulan I – 2025,” ujar Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arief dalam Rilis IKI Mei 2025 di Jakarta, Selasa (27/5).

Peningkatan IKI bulan Mei dipengaruhi oleh ekspansi pada seluruh variabel pembentuk IKI, yaitu pesanan, produksi, dan persediaan. Variabel pesanan mengalami ekspansi dengan peningkatan 2,13 poin dibandingkan bulan April 2025. Sementara variabel produksi dan persediaan sedikit menurun menjadi 52,43 poin dan 52,48 poin.

- Advertisement -

Meningkatnya variabel permintaan menjadi angin segar setelah sebelumnya variabel pesanan berada dalam zona kontraksi. “Kembalinya variabel pesanan ke zona ekspansi telah menjadi penopang kinerja industri di sisi permintaan, baik domestik maupun global, pada bulan Mei 2025 ini,” ujar Febri.

Adapun subsektor yang memiliki nilai IKI tertinggi, yaitu industri alat angkutan lainnya (KBLI 30) dan industri pengolahan tembakau (KBLI 12). Sementara itu, dua subsektor yang mengalami kontraksi adalah industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki (KBLI 15) serta industri peralatan listrik (KBLI 27).

Direktur Industri Tekstil, Kulit dan Alas Kaki, Rizky Aditya Wijaya menjelaskan bahwa kontraksi yang dialami oleh industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki disebabkan adanya kenaikan harga yang terjadi sejak Maret 2025, menyebabkan konsumen domestik menahan konsumsi barang tahan lama seperti alas kaki. Selain itu, penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) di AS menyebabkan pesanan alas kaki dari Indonesia menurun, sedangkan 43 persen hasil produksi alas kaki Indonesia diekspor.

Di sisi lain, dampak dari negosiasi tarif resiprokal yang diterapkan oleh Amerika Serikat telah menyebabkan kekhawatiran di kalangan pelaku industri. Sehingga banyak perusahaan yang mengambil sikap wait and see serta pembatalan investasihingga iklim usaha lebih stabil.

Akan tetapi, meskipun kegiatan produksi berkurang, Rizky menilai masih terdapat optimisme pada sektor industri alas kaki, karena sejak bulan Januari sampai Mei 2025 telah terdapat 12 investasi Penanaman Modal Asing (PMA) baru dengan skala besar masuk ke Indonesia. Adapun izin investasi ini telah terbit dengan total nilai investasi mencapai Rp8 triliun dengan total kapasitas produksi 64,6 juta pasang alas kaki serta 214,6 juta pasang komponen alas kaki.

Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Reni Yanita menambahkan, sektor industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki sebagian besar berasal dari unit usaha skala IKM dan memiliki kertergantungan terhadap kebijakan yang pro industri. “Kebijakan-kebijakan seperti gerakan nasional Bangga Buatan Indonesia dan keberpihakan pemerintah untuk belanja produk lokal, dapat lebih digaungkan dan diwujudkan dalam bentuk membeli produk lokal tersebut,” katanya.

Sepanjang tahun 2025, kinerja industri pengolahan lainnya atau industri aneka (KBLI 32) terus mengalami ekspansi. Menurut Dirjen IKMA, industri aneka merupakan industri yang menghasilkan produk akhir (consumer goods), yaitu sangat rentan dengan kebijakan tidak tepat ataupun daya beli. Oleh karena itu, kebijakan protektif AS terhadap produk impor Indonesia telah berdampak menciptakan menciptakan iklim usaha yang tidak stabil dan penuh ketidakpastian sebagaimana industri alat musik, bulu mata palsu, dan rambut palsu yang kini mengalami perlambatan.

“Untuk mengatasi perlambatan dan stagnansi yang dialami subsektor tersebut, Kemenperin berupaya meningkatkan permintaan domestik melalui perjanjian dengan mitra, memasifkan penerapan relaksasi TKDN-IK, mendorong akses penjualan secara digital, memfasilitasi pameran, dan mengoptimalisasikan perjanjian dagang antara Indonesia dengan negara lain,” papar Reni.

Sementara itu, pada subsektor industri peralatan listrik mengalami penurunan produksi dikarenakan belum optimalnya penyerapan persediaan produk, sehingga masih terdapat stok. Direktur Industri Elektronika dan Telematika Ronggolawe Sahuri menjelaskan, terdapat beberapa penyebab lain di antaranya yaitu adanya pelemahan daya beli masyarakat, pergeseran prioritas anggaran bagi konsumen yang bersifat musiman, bahan baku yang sulit diperoleh oleh pelaku industri, dan banjirnya produk impor.

IKI ekspor dan domestik

Lebih lanjut, Jubir Kemenperin menjelaskan, IKI yang berorientasi pasar ekspor pada bulan Mei 2025 berada di level 52,33 atau naik 0,07 poin dibanding bulan April 2025 yang berada di level 52,26. Kenaikan juga dialami pada IKI yang berorientasi pada pasar domestik, di mana pada bulan Mei 2025 berada di level 51,82 atau meningkat 0,42 poin dibanding bulan April 2025 yang berada di level 51,40.  

“Kalau dilihat grafiknya dari April ke Mei 2025, kinerja perusahaan industri yang berorientasi ke pasar domestik, kenaikannya lebih tinggi dibanding industri yang berorientasi ekspor. Kami menilai bahwa kenaikan ini disebabkan membaiknya permintaan domestik atas produk-produk manufaktur pada bulan Mei 2025 terutama setelah diterbitkannya kebijakan yang pro industri,” ungkapnya.

Febri menambahkan, kenaikan IKI industri berorientasi pasar domestik disebabkan karena terbitnya kebijakan pro industri baru di bulan Mei ini, yakni Perpres No. 46 Tahun 2025 tentang Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Pemerintah. “Kebijakan ini yang disebut oleh Pak Menteri Perindustrian, kebijakan yang afirmatif dan progresif, yaitu Perpres No. 46 tahun 2025 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, di mana ada aturan tentang belanja pemerintah yang wajib mempriotitaskan untuk membeli produk manufaktur dalam negeri. Belanja Pemerintah untuk produk jadi impor berada pada urutan prioritas kelima di bawah urutan produk dalam negeri,” ujarnya.

Selain itu, Febri mengatakan, Menteri Perindustrian tengah mereformasi kebijakan TKDN terutama kebijakan terkait Tata Cara Perhitungan TKDN agar lebih sederhana, waktu singkat, dan berbiaya murah. Langkah tersebut bertujuan agar semakin banyak produk industri dalam negeri yang memiliki sertifikat TKDN dan dibeli oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, dan BUMD.

Sebagaimana diketahui, terdapat 14.030 perusahaan industri yang memproduksi produk yang ber-TKDN yang produknya dibeli melalui belanja pemerintah dan BUMN/BUMD. Penyerapan tenaga kerja pada perusahaan tersebut ditaksir mencapai 1,7 juta orang. Jadi, dengan terbitnya Perpres tersebut telah memicu peningkatan demand produk industri tersebut dan menghidarkannya dari penurunan utilisasi, penutupan industri dan PHK atas pekerjanya.

Lebih lanjut, daya beli masyarakat pada bulan April 2025 menunjukkan kestabilan. Hal ini tercermin pada Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) April 2025 yang berada pada level optimis sebesar 121,7 dan meningkat jika dibandingkan pada bulan sebelumnya yaitu sebesar 121,1. Sementara pada kondisi ekonomi saat ini (IKE) April 2025 menunjukkan angka sebesar 113,7 yang meningkat 3,1 poin.

“Meningkatnya keyakinan konsumen telah menunjukkan persepsi yang lebih baik terhadap kondisi ekonomi saat ini, baik dalam hal daya beli, penghasilan, pembelian barang tahan lama (durable goods), maupun ketersediaan lapangan kerja,” kata Febri.

Selain itu, kondisi perekonomian Indonesia pada Triwulan I – 2025 turut menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 4,87 persen (y-o-y) dengan pertumbuhan tertinggi pada sektor pertanian, kehutanan dan perikanan yang mencapai 10,52 persen (y-o-y). Pertumbuhan pada sektor ini berpotensi mendorong ekspansi industri pengolahan melalui pasokan bahan baku yang lebih stabil, kebijakan hilirisasi, dan permintaan domestik yang kuat.

Secara kondisi umum, kegiatan usaha di bulan Mei 2025 tergolong baik dengan 74,3 persen responden menyampaikan kegiatan usahanya membaik dan stabil dengan proporsi pelaku industri yang menyatakan usahanya membaik sebesar 28,9 persen dan stabil sebesar 45,4 persen. Optimisme pelaku usaha di bulan Mei 2025 mengalami sedikit penurunan menjadi 66,6 persen dengan sebelumnya 66,8 persen. Meskipun terjadi penurunan, akan tetapi pelaku usaha optimis terhadap prospek usaha enam bulan kedepan dengan didasarkan pada kebijakan pemerintah yang konsisten mendukung kondisi pasar dan iklim produksi.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER