Pakar Hukum Pidana, Abdul Fickar Hadjar (foto: ist)
MONITOR, Jakarta – DPR RI disebut memiliki hak dan kewenangan untuk mempertanyakan langkah-langkah yang diambil lembaga negara, terutama terkait dengan pengawasan penggunaan anggaran dan dalam menjalankan tupoksi sesuai dengan ketentuan aturan yang berlaku. Dalam hal ini, pengawasan DPR juga mencakup peran TNI yang belakangan ini diarahkan mengamankan kantor Kejaksaan seluruh Indonesia.
Pakar Hukum Pidana Abdul Fickar Hadjar berpandangan, tugas pengawasan DPR menjadi sangat penting mengingat perlu adanya kehati-hatian agar setiap lembaga negara tidak keluar dari batasan kewenangannya. Selain itu, anggaran negara dapat digunakan dengan tepat sasaran.
“Ini juga menjadi tugas DPR untuk mengawasi TNI yang sudah melenceng dari tupoksi yang diatur Undang-Undang (UU). Harus dipikirkan juga penyaluran dana APBN secara tepat,” kata Abdul Fickar, Kamis (22/5/2025).
Seperti diketahui, Ketua DPR Puan Maharani sempat meminta TNI memberikan penjelasan resmi terkait kebijakan pengerahan pasukan atau prajurit sebagai personel keamanan kejaksaan di seluruh Indonesia. Menurutnya, transparansi diperlukan agar tidak timbul kesalahpahaman di tengah masyarakat.
Sementara itu Komisi III DPR RI yang bermitra dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) juga mencecar Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung RI Febrie Adriansyah soal penjagaan kantor kejaksaan oleh TNI. Anggota Komisi III Sarifuddin Sudding mempertanyakan apakah ada situasi ‘darurat’ di balik pengerahan TNI di kantor Kejaksaan.
Sudding berpandangan pengamanan kantor kejaksaan cukup dilakukan oleh aparat kepolisian, tidak perlu melibatkan personel TNI.
Fickar pun menjelaskan TNI memiliki tugas utama mempertahankan kedaulatan negara dan menghadapi ancaman dari dalam dan luar negeri. Karena itu, menurutnya, TNI tidak seharusnya terlibat dalam urusan pengamanan yang berkaitan dengan ketertiban di lembaga negara lainnya.
“TNI itu urusannya mempertahankan kedaulatan negara. Sementara Kejaksaan merupakan kekuasaan negara menertibkan kejahatan, baik yang merugikan kepentingan umum, utamanya juga menjaga terjadinya kerugian negara,” ujar Fickar.
Fickar mengatakan langkah DPR mempertanyakan pengerahan personel TNI sudah tepat sebab sebagai lembaga yang berfokus pada pertahanan dari ancaman eksternal, peran TNI harus tetap sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang diatur UU.
“DPR sudah sewajarnya menegur TNI dan Kejaksaan dalam rangka akurasi penggunaan anggaran negara,” tegasnya.
Apalagi, kata Fickar, adanya personel TNI dalam pengamanan kantor Kejaksaan dapat menimbulkan gesekan antara TNI dan Polri lantaran kedua lembaga itu memiliki fungsi yang beririsan.
Meski tidak ada larangan secara eksplisit dalam aturan hukum mengenai keterlibatan TNI dalam tugas pengamanan di kantor lembaga negara, Fickar berpendapat langkah tersebut tidak sejalan dengan prinsip yang ada. Ia menilai sebaiknya Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mempertimbangkan untuk menarik prajuritnya yang telah ditugaskan menjaga kejaksaan.
“Jadi TNI itu untuk perang bukan untuk jaga pos di dalam, ini merendahkan TNI. Penanggung jawab keamanan ketertiban dalam negeri itu Polisi. Jadi yang pas itu kepolisian,” papar Fickar.
Lebih lanjut, Fickar meminta TNI, Kejaksaan dan kepolisian menjelaskan secara transparan mengenai kebijakan pengamanan guna mengantisipasi persepsi dan kecurigaan masyarakat yang lebih mempercayai TNI untuk menjaga keamanan.
“Jika kejaksaan tidak mau dijaga polisi, itu artinya ada apa-apanya, Jaksa Agung dan Kapolri harus bisa menjelaskan ini,” sebut Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti itu.
Sebelumnya, Anggota Komisi III DPR RI Sarifuddin Sudding mempertanyakan alasan di balik penjagaan TNI di kejaksaan. Hal tersebut ia sampaikan kepada Jampidsus Kejagung RI Febrie Adriansyah dalam rapat kerja Komisi III bersama Jampidsus Kejagung RI, Selasa (20/5).
Sudding menilai pengamanan kantor kejaksaan cukup dilakukan oleh aparat kepolisian.
“Apakah selama ini ada ancaman sehingga dijaga TNI? Yang menurut saya sebenarnya cukup anggota kepolisian, tak harus TNI,” tanya Sudding
Sudding pun mengaku khawatir pengamanan yang dilakukan bukan hanya karena ada kondisi darurat, tetapi juga upaya Kejaksaan RI menunjukkan kekuatannya.
“Memang selama ini ada kondisi darurat dan ancaman sehingga dijaga TNI? Jangan ini kayak show force, sehingga orang yang mau ke kejaksaan, ada keengganan,” ungkapnya.
Merespons pertanyaan itu, Febrie menyatakan bahwa ia dan jajaran di Bidang Tindak Pidana Khusus tidak mendapatkan ancaman apapun, sehingga tetap menjalankan tugas seperti biasa.
“Kalau ditanya ancaman, enggak ada. Sampai sekarang kami masih berjalan,” jawab Febrie.
MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triyana menyoroti penangkapan dua mahasiswa Universitas…
MONITOR, Jakarta - Masuknya Indonesia dalam keanggotaan BRICS (Brazil, Russia, India, China, dan South Africa)…
MONITOR, Cirebon - Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan kebutuhan akan pemahaman agama yang kontekstual,…
MONITOR, Jakarta - Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Sukamta menyatakan pihaknya berkomitmen untuk terus…
MONITOR, Jakarta - Transformasi pendidikan berbasis STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) menjadi kunci bagi…
MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Muhammad…