Selasa, 13 Mei, 2025

Waisak 2025, Menag Ajak Umat Buddha Teladani Siddhartha Gautama

MONITOR, Jakarta – Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar mengajak umat Buddha untuk meneladani laku spiritual Siddhartha Gautama yang penuh welas asih, keberanian, dan pengorbanan demi kemanusiaan. Hal tersebut diungkapkan Menag saat memberi sambutan pada perayaan puncak Waisak 2569 BE/2025 M di Candi Borobudur, Jateng, Senin (12/5/2025).

Menag menekankan pentingnya kontemplasi sebagai inti dari perayaan Waisak. Ia membedakan antara konsentrasi dan kontemplasi.

“Konsentrasi mengajak kita keluar untuk fokus pada sesuatu di luar diri. Tapi kontemplasi mengajak kita masuk, merenungi siapa sesungguhnya diri kita dan apa arti kehidupan,” ujarnya di hadapan ribuan umat Buddha dari dalam dan luar negeri.

Ia menilai bahwa ajaran dan perjalanan hidup Siddhartha Gautama sangat relevan dengan kondisi masyarakat modern yang rentan kehilangan arah spiritual. “Bayangkan, beliau meninggalkan dua kerajaan besar demi mencari makna sejati kehidupan. Beliau tidak mabuk kuasa, tidak larut dalam kemewahan, tetapi justru menjadi simbol pengorbanan tertinggi bagi umat manusia,” kata Menag.

- Advertisement -

Program Kemenag dan Ajaran Buddha

Menag Nasaruddin juga menyampaikan bahwa sejumlah program Kementerian Agama saat ini selaras dengan nilai-nilai ajaran Buddha. Salah satunya adalah pengembangan Kurikulum Cinta, yaitu kurikulum pendidikan agama yang mengedepankan nilai kasih sayang universal.

“Kalau ada orang mengatasnamakan agama tapi menyebarkan kebencian, itu sesungguhnya bukan agama. Semua agama, termasuk Buddha, adalah ajaran cinta,” tegasnya.

Selain itu, Ia memperkenalkan program ekoteologi, sebuah pendekatan keberagamaan yang menekankan harmoni antara manusia dengan alam. Nasaruddin menyebut ajaran Buddha sebagai salah satu tradisi agama yang sangat kuat nilai-nilai ekoteologisnya, yakni menghormati semua makhluk hidup dan seluruh alam semesta.

Menag juga menyoroti pentingnya peran para pemuka agama, para guru, termasuk para Bhikkhu dan Sangha, sebagai sosok yang lebih dari sekadar pengajar melainkan sebagai guru. “Guru dalam bahasa Sanskerta berarti ‘obor yang mengusir kegelapan’. Mereka adalah pembawa terang dalam kehidupan spiritual umat,” ungkapnya.

Karenanya, Menag mengajak untuk para pemuka agama bersama-sama untuk berperan untuk kembali merekatkan umat dengan ajaran agamanya. Karena tantangan saat ini adalah adanya jarak antara ajaran agama dengan pemeluknya.

“Maka, ukuran keberagamaan kita adalah seberapa besar kita menyatu dengan ajaran agama kita. Selama umat masih berjarak dengan ajarannya, tugas para pemuka agama, ulama, bhiksu, pendeta, pastor, itu belum selesai,” tegasnya.

Selain itu, Menag juga mengajak semua umat lintas agama untuk memperkuat nilai-nilai toleransi dan keberagaman. “Toleransi bukan menyamakan yang berbeda, bukan pula membedakan yang sama. Tapi menjalani hidup damai dan saling mencintai di tengah perbedaan. Inilah makna sejati dari Bhinneka Tunggal Ika,” tutupnya.

Di akhir sambutan, Menag kembali mengajak semuanya untuk merenungi serta berkontemplasi untuk kembali mengenali diri.

“Mari ajak keluarga kita, di mana pun berada, untuk kembali merenung dan berkontemplasi: Siapa sesungguhnya diri kita? Jika kita bisa melakukan ini, saya yakin dunia sosial kita akan berubah lebih baik,” tukasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER