MONITOR, Jakarta – Sejumlah asosiasi perunggasan dan peternak rakyat mengapresiasi langkah cepat Kementerian Pertanian dalam menstabilkan harga telur konsumsi yang dalam beberapa pekan terakhir sempat anjlok di bawah harga pokok produksi.
Kebijakan yang dimaksud berupa surat edaran dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) yang menegaskan larangan peredaran telur tetas (hatching egg/HE) sebagai telur konsumsi. Langkah ini dinilai efektif mencegah banjirnya telur non-konsumsi di pasar yang dapat menekan harga.
“Kami mengapresiasi langkah tegas Ditjen PKH yang telah mengeluarkan surat penegasan larangan memperjualbelikan telur HE sebagai telur konsumsi. Harga telur tertekan bukan hanya tahun ini, perusahaan besar harus diingatkan, pelaku peternakan juga harus dirapihkan dan ditata agar tidak ada keributan market, dan dikelompokkan berdasar level,” kata Yeni, Ketua Peternak Layer Lampung, dalam rapat perunggasan, Sabtu, 12 April 2025.
Selain regulasi, Kementerian Pertanian juga mendorong ekspansi pasar, termasuk pembukaan jalur ekspor sebagai solusi jangka menengah dan panjang. Ketua Pinsar Petelur Nasional, Yudianto Yosgiarso, mendukung langkah tersebut. Menurut dia, pemerintah perlu memberikan ruang lebih besar bagi koperasi peternak untuk memasok gerai ritel serta peluang ekspor agar pasar tidak dikuasai oleh segelintir pihak.
“Produksi pangan di bidang protein berhasil surplus, tetapi peternak harus dijaga dan diberikan perlindungan dgn memberikan perijinan untuk mengisi gerai-gerai dengan produk telur koperasi dan juga diberikan peluang ekspor dan agar pihak-pihak lain tidak menguasai pasar,” ujarnya.
Ketua Koperasi Putra Blitar, Sukarman, berharap program seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan bantuan sosial dapat menyerap telur langsung dari koperasi guna menjaga kestabilan harga. Ia juga menyoroti potensi gangguan dari peredaran telur blorok, terutama menjelang hari raya.
“Kami berharap program-program seperti MBG dan bansos benar-benar menyerap telur dari peternak atau koperasi, agar harga di tingkat peternak tetap stabil. Apalagi pada saat hari raya, kami juga perlu waspadai peredaran telur blorok yang kerap jadi masalah. Telur blorok ke depan jangan sampai muncul lagi di pasaran,” katanya.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Agung Suganda, menyatakan bahwa pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 Tahun 2024 tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi, perlu diperkuat, terutama terkait distribusi DOC Final Stock layer ke industri besar agar tidak melebihi batas populasi 10%.
“Stabilisasi harga memerlukan kolaborasi lintas pihak—dari asosiasi, peternak, pemerintah pusat dan daerah, hingga dunia usaha—agar rantai pasok telur tetap sehat dan berkelanjutan,” ujar Agung.