MONITOR, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI Abdullah menyoroti kasus penggerebekan pabrik uang palsu di Bogor yang dilakukan aparat Kepolisian bersama TNI baru-baru ini. Abdullah menyatakan bahwa negara tidak boleh kalah oleh kejahatan yang terorganisir seperti sindikat pengedar uang palsu ini.
“Penggerebekan uang palsu ini membuka mata kita bahwa ancaman terhadap stabilitas ekonomi tidak hanya datang dari krisis global, tapi juga dari kejahatan terorganisir yang bergerak di dalam negeri. Negara tidak boleh kalah dalam hal ini,” kata Abdullah, Senin (14/4/2025).
Diketahui, Kepolisian bersama Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu (Botasupal) berhasil mengungkap sindikat yang memproduksi uang palsu di sebuah rumah di Kelurahan Bubulak, Kota Bogor. Sindikat ini mencetak uang palsu di dalam rumah di Perumahan Griya Melati 1 RT 03 RW 13, Kelurahan Bubulak, Bogor Barat, Kota Bogor, Jawa Barat.
Terbongkarnya pabrik uang palsu tersebut berawal dari temuan tas yang tertinggal di KRL Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat pada Senin (7/4). Setelah dilakukan investigasi, pabrik uang palsu itu akhirnya digerebek aparat kepolisian pada Rabu (9/4).
Polres Metro Tanah Abang pun telah menetapkan 8 tersangka sebagai pelaku yang memproduksi hingga menjual uang palsu tersebut. Pihak kepolisian juga telah menyita barang bukti berupa 23 ribu lembar lebih uang palsu dengan total nilai Rp 2,3 miliar, dengan Rp 1,3 di antaranya sudah siap edar.
Penggerebekan pabrik uang palsu ini bukanlah insiden yang pertama kali. Wilayah Bogor sudah beberapa kali menjadi lokasi produksi uang palsu, termasuk mata uang asing seperti dolar dan euro.
Abdullah menegaskan, fenomena ini seharusnya menjadi alarm serius bagi pemerintah dan penegak hukum. Menurutnya, kejahatan pemalsuan uang bukan sekadar kriminal biasa, melainkan serangan langsung terhadap sistem keuangan negara.
“Dampaknya nyata, kerugian ekonomi, menurunnya kepercayaan publik terhadap uang rupiah, serta ancaman terhadap transaksi perdagangan harian masyarakat kecil yang sering menjadi korban karena minimnya alat deteksi keaslian uang,” tutur Abdullah.
“Jadi ini yang banyak dirugikan adalah masyarakat kelas menengah ke bawah yang masih banyak pakai uang cash. Termasuk kelompok pekerja menengah, seperti kasir-kasir minimarket,” sambungnya.
Untuk itu, Abdullah mendesak agar penegakan hukum diperkuat. Selain itu diikuti dengan langkah-langkah yang sistemik dan strategis.
“Pemerintah tidak bisa hanya bereaksi setiap kali kasus seperti ini terungkap. Instrumen hukum sudah ada, tetapi implementasi dan pengawasan belum maksimal. Koordinasi antar-lembaga penegak hukum perlu diperkuat,” jelas Abdullah.
Lebih lanjut, Anggota Komisi hukum DPR ini menilai, kasus penggerebekan pabrik uang tersebut menyingkap dua hal penting, yakni lemahnya deteksi dini di masyarakat dan celah dalam sistem pengawasan transaksi tunai. Menurut Abdullah, era digital semestinya dapat membantu menekan peredaran uang palsu, tapi kenyataannya uang tunai masih dominan, terutama di daerah-daerah.
“Maka, digitalisasi sistem pembayaran juga harus terus diperluas, disertai proteksi data dan keamanan siber yang kuat. Pemerintah juga perlu mengambil langkah-langkah strategis menghadapi maraknya kasus ini,” sebut Legislator asal Dapil Jawa Tengah VI itu.
Adapun langkah strategis yang bisa diambil pemerintah, menurut Abdullah, yakni melakukan penguatan pengawasan dan penegakan hukum. Antara aparat penegak hukum juga perlu meningkatkan koordinasi untuk mendeteksi dan membongkar sindikat uang palsu secara efektif.
“Penegakan hukum tidak boleh setengah-setengah. Harus diusut tuntas dan diberantas jaringan penyebaran uang palsu yang sangat merugikan masyarakat ini,” tegas Abdullah.
Abdullah juga menekankan bahwa pemerintah harus memperkuat edukasi dan literasi terkait ancaman peredaran uang palsu.
“Hal ini untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang ciri-ciri uang asli dan langkah yang harus diambil jika menemukan uang palsu,” terangnya.
Kemudian, Abdullah meminta pemerintah untuk meningkatkan teknologi keamanan mata uang. Menurutnya, Bank Indonesia perlu terus memperbarui fitur keamanan pada uang kertas untuk mempersulit pemalsuan.
“Bank Indonesia juga harus terus memperbarui fitur keamanan uang kertas dan melakukan edukasi masif kepada publik. Tidak semua masyarakat memahami atau mampu mengenali ciri uang asli,” ucap Abdullah.
Abdullah pun meminta pemerintah untuk berkolaborasi dengan Lembaga Keuangan demi memperkuat sistem deteksi uang palsu di Perbankan dan lembaga keuangan lainnya guna mencegah peredaran yang lebih luas.
“Kita tidak bisa membiarkan kelompok pemalsu uang menggerogoti sendi ekonomi bangsa. Negara tidak boleh kalah. Pemerintah harus menjadikan setiap kasus pemalsuan uang sebagai urgensi nasional,” katanya.
“Karena di balik selembar uang palsu, ada kepercayaan publik yang ternoda, ada pedagang kecil dan rakyat yang dirugikan, serta ada stabilitas ekonomi yang dipertaruhkan,” tutup Abdullah.