Minggu, 13 April, 2025

Tim Pengamanan Kapolri Pukul Jurnalis, DPR Dorong Aparat Diberi Edukasi Soal Kerja Pers

MONITOR, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI Abdullah meminta agar Polri memberikan edukasi secara khusus buat seluruh jajaran anggota Polisi terkait kerja-kerja Pers. Hal ini menyusul insiden pemukulan yang dilakukan tim pengamanan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kepada jurnalis saat tengah bertugas melakukan peliputan.

“Saya rasa menjadi mendesak saat ini melakukan edukasi untuk meningkatkan pemahaman dari anggota polisi maupun aparat keamanan dari instansi lainnya terkait kerja-kerja pers. Termasuk juga tentang kebebasan Pers dan Hak Asasi Manusia (HAM),” kata Abdullah, Rabu (9/4/2024),

“Tujuannya agar para aparat keamanan ini tahu prinsip, nilai dan cara kerja dari pers dan hak yang dimiliki jurnalis dalam bekerja. Karena kekerasan dan intimidasi terhadap pers dari aparat keamanan sudah seringkali terjadi,” lanjutnya.

Seperti diketahui, dugaan kekerasan tim pengaman Kapolri terjadi ketika para jurnalis meliput kegiatan Jenderal Sigit saat menyapa penumpang di Stasiun Tawang Kota Semarang, Jawa Tengah, beberapa hari lalu. Saat itu sejumlah jurnalis dan humas berbagai lembaga mengambil gambar dari jarak yang wajar.

- Advertisement -

Saat kejadian, tim pengamanan Kapolri bernama Ipda Endry Purwa Sefa meminta para jurnalis dan humas mundur dengan cara mendorong dengan cukup kasar. Salah satunya pewarta foto dari Kantor Berita Antara Foto, Makna Zaezar, menyingkir dari lokasi tersebut menuju sekitar peron.

Sesampainya di peron, Ipda Endry menghampiri Makna kemudian melakukan kekerasan dengan cara memukul kepala Makna. Usai pemukulan itu, terdengar juga ancaman kepada para jurnalis.

Terkait kasus intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis ini, Abdullah meminta agar Ipda Endry ditindak dengan tegas. Apalagi Kapolri juga sudah memerintahkan agar insiden terhadap jurnalis tersebut diusut tuntas.

“Bentuk keseriusan dalam mendukung kebebasan pers dan HAM yang dilindungi dalam undang-undang dasar, kemudian undang-undang tentang pers dan undang-undang tentang hak asasi manusia, sudah sepatutnya pelaku intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis media dihukum maksimal,” tegas Abdullah.

Jika tidak diberi sanksi tegas, pria yang akrab disapa Abduh itu menyebut akan ada anggapan Polri menormalisasi intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis atau pekerja media.

“Tentunya ini mengancam serta dapat menggerus praktik-praktik dari demokrasi di Indonesia ke depannya,” tutur Legislator dari Dapil Jawa Tengah VI itu.

Lebih lanjut, Abduh mendorong anggota kepolisian dan tim pengaman lainnya untuk bekerja sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP). Ia juga menekankan penting bagi petugas keamanan mengetahui batasan tindakan dan kontrol diri ketika bekerja di lapangan.

“Makanya penting bagi anggota Polri memahami prinsip-prinsip demokrasi, termasuk kebebasan pers dan HAM sehingga mengetahui batas tindakan dan kontrol diri. Bukan hanya ke jurnalis saja, tapi juga termasuk ke masyarakat umum,” sebut Abduh.

“Saat ini yang terjadi sebaliknya. Masih cukup banyak anggota polisi tidak tahu tugas pers dan mereka juga tidak paham bagaimana merespon pers yang terkait pekerjaan mereka seperti pengamanan,” tambahnya.

Abduh pun mengajak semua pihak untuk berpartisipasi dalam meningkatkan indeks kebebasan pers dan meminimalisir ancaman terhadap jurnalis media. Kurangnya kesadaran terhadap tugas jurnalistik disebut akan menimbulkan kerugian bagi publik.

“Kerugian yang akan dialami masyarakat banyak adalah kesulitan mendapatkan informasi yang benar, informasi yang dibutuhkan dan informasi yang berpihak kepada kepentingan masyarakat, jika kita tidak membela kebebasan pers dan melawan intimidasi serta kekerasan terhadap jurnalis media,” tegas Abduh.

“Semua pihak mesti berpartisipasi mewujudkan ekosistem pers yang aman dan sehat. Dan tidak boleh lagi ada ancaman terhadap kebebasan pers dan jurnalis media yang terus berulang,” pungkasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER