MONITOR, Jakarta – Kementerian Agama Republik Indonesia melalui Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam terus memperkuat kajian terkait integrasi Islam dan Sains menuju paradigma yang holistik sebagai ciri khas Perguruan Tinggi Keagamaan Islam.
Melalui Public Discussion Series IKRAR PTKI Seri ke-8, yang digelar Kamis (27/3/2025) secara khusus Direktorat PTKI Bersama para narasumber secara khusus membincang integrasi Ilmu Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Nilai-nilai Keislaman ke dalam Kurikulum Kedokteran dan Kesehatan di lingkungan PTKI.
Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam, Prof. Dr. Phil. Sahiron, M.A mengatakan, integrasi Islam dan Sains, terutama dalam konteks kedokteran dan Kesehatan masyarakat menjadi perhatian serius Direktorat PTKI terutama dalam memperkuat distingsi antara kedokteran PTKI dengan PTU.
“Memang di PTKI ini, pada Fakultas Kedokteran dan Kesehatan ada mata kuliah terkait kajian Al-Qur’an, Hadis, ada pula Thibbun Nabawi, tetapi bagaimana relevansinya dengan perkembangan tren kedokteran dan Kesehatan saat ini? terutama untuk menjawab pertanyaan mendasar, apa perbedaannya di PTKI dengan PTU? ini pertanyaan mendasar yang harus dijawab dan dicarikan solusi.” tutur Prof Sahiron.
Lebih lanjut, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yohyakarta ini menegaskan, pentingnya tetap menjaga dan memperkuat materi Keislaman pada Fakultas Kedokteran dan Kesehatan, tetapi di sisi lain tidak menambah bebean matakuliah bagi mahasiswa. Untuk itu pihaknya mendorong pentingnya untuk terus mengkaji model integrasi Islam dan Sains pada konteks ini, baik dari sisi kebijakan maupun dari sisis epistimologi.
“Satu sisi, ada tradisi kedokteran modern, tetapi di sisi lain ada tradisi kedokteran dalam tradisi keilmuan klasik. Misalnya ada beberapa tokoh dan ahli kedokteran muslim, beberapa di atantara karya dalam bidang kedokteran seperti Al-Qonun Fi Al-Thibb karya Ibnu Sina, kemudian Arrohmah fi Thibb wa Al-Hikmah karya Jalaluddin Assyuyuthi. Nah, ini yang harus terus dikaji untuk menemukan cara integrasinya,” ujar Prof Sahiron.
Pelopor Integrasi Heremeneutika dan Al-Qur’an ini menjelaskan, diantara tantantangan yang harus dijawab yakni bagaimana mengintegrasikan tradisi kedokteran modern dengan sisi spiritualitas keagamaan. Hal ini lantaran masih minimnya tenaga pengajar maupun dokter yang berlatar belakang memiliki pengetahuan pesantren dengan kitab kuningnya.
“Jadi yang kita butuhkan ke depan, bukan sekedar mencetak dokter kontemporer, tetapi juga dokter yang mampu menguasai ilmu kedokteran keislaman melalui karya-karya ulama klasik. Misalnya, dalam kitab Al-Suyuthi, ada tekhnik pengobatan secara medis kontemporer, tetapi dikombinasikan dengan sisi spiritualitas, ini kan menarik,” paparnya.