Selasa, 25 Maret, 2025

Peringatan Nuzulul Qur’an dan Relevansi ‘Iqra’ di Era Digital

MONITOR – Dalam momentum peringatan Nuzulul Qur’an, Ustadz Qaris Tajudin menyampaikan ceramah yang penuh makna mengenai hikmah turunnya Al-Qur’an di bulan Ramadan. Acara yang berlangsung di Masjid Puri Bali Bojongsari Depok pada malam ke-23 Ramadan ini menyoroti keutamaan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup umat Islam serta keistimewaan 10 hari terakhir bulan suci ini.

Dalam ceramahnya, Ustadz Qaris Tajudin menjelaskan bahwa Al-Qur’an diturunkan dalam dua tahap. “Tahap pertama, Al-Qur’an diturunkan dari Lauhul Mahfuz ke langit dunia pada malam Lailatul Qadar. Tahap kedua, wahyu ini diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril, dimulai pada 17 Ramadan di Gua Hira,” ungkapnya.

Dia juga menegaskan bahwa turunnya Al-Qur’an di bulan Ramadan merupakan bentuk rahmat Allah kepada umat manusia. Dalam Surat Al-Baqarah ayat 185 disebutkan bahwa Al-Qur’an adalah petunjuk yang membedakan antara yang benar dan yang batil. Sementara dalam Surat Al-Qadr ayat 1, Allah menegaskan bahwa kitab suci ini diturunkan pada malam yang penuh kemuliaan.

Lailatul Qadar dan Hikmah Bertahapnya Wahyu

- Advertisement -

Ustadz Qaris Tajudin menyoroti keistimewaan Lailatul Qadar sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan. “Ini adalah kesempatan bagi kita untuk memperbanyak ibadah, karena malam tersebut penuh dengan keberkahan,” katanya.

Lebih lanjut, beliau menjelaskan alasan mengapa Al-Qur’an diturunkan secara bertahap. “Allah tidak menurunkannya sekaligus karena beban wahyu sangat berat. Bahkan Nabi Muhammad SAW telah dipersiapkan sejak kecil, termasuk dengan pengalaman hidup yang membentuk ketahanan spiritual dan mentalnya,” jelasnya. Salah satu contohnya adalah kisah Nabi sebelum kenabian, yang sering bertafakur di Gua Hira sebagai bentuk pencarian makna kehidupan.

Bahkan, sebelum menerima wahyu pertama, Nabi Muhammad SAW telah dipersiapkan selama lebih dari 40 tahun. Salah satu persiapan itu adalah pertemuannya dengan Jibril saat masih kecil, ketika dadanya dibelah dan hatinya dicuci sebagai bentuk penyucian spiritual. Proses ini juga mencakup berbagai pengalaman hidup, seperti Kehilangan kedua orang tua sejak kecil, yang membuat Nabi lebih independen dalam berpikir. Menggembala kambing, yang melatih kesabaran dan kepemimpinan. Menikah dengan Khadijah, yang mendukungnya dalam perjalanan kenabian. Semua ini menunjukkan bahwa kenabian Rasulullah SAW tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui proses panjang.

Perintah ‘Iqra’ dan Relevansinya di Era Digital

Ustadz Qaris Tajudin juga mengupas makna mendalam dari wahyu pertama yang turun, yakni Surat Al-‘Alaq ayat 1-5. Kata “Iqra” yang berarti “bacalah” bukan hanya perintah membaca teks, tetapi juga mendalami ilmu dan menyampaikan kebenaran kepada umat manusia.

“Di era digital ini, kita dibanjiri informasi. Namun, yang terpenting adalah bagaimana kita memahami dan menyaring mana yang benar dan mana yang tidak. Al-Qur’an mengajarkan kita untuk tidak hanya membaca, tetapi juga memahami dan mengamalkannya,” tegasnya.

Dia juga menekankan pentingnya refleksi diri dan detoks digital dalam kehidupan modern. “Seperti para nabi yang menyepi sebelum menerima wahyu, kita juga perlu waktu untuk menjauh dari hiruk-pikuk dunia dan mendekatkan diri kepada Allah,” tambahnya.

Mengakhiri ceramahnya, Ustadz Qaris Tajudin mengajak jamaah untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari. “Membaca saja sudah menenangkan, memahami maknanya lebih dalam, tetapi mengamalkannya adalah tingkatan tertinggi. Mari kita manfaatkan sisa Ramadan ini untuk lebih mendekatkan diri kepada Al-Qur’an,” pesannya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER