MONITOR, Jakarta – Menteri Agama RI Nasarudin Umar kembali menegaskan tentang tanggung jawab Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN) yang tak hanya meraih capaian birokratis saja, numun juga harus mencapai tujuan-tujuan keagamaan.
Menurutnya, universitas keagamaan juga harus menjadi lembaga penyebar agama yang mendekatkan umat dengan agamanya. Hal tersebut disampaikan Menag Nasaruddin saat memberi pembinaan kepada Civitas Akademika Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya, di Ruang Auditorium A. Yani, UINSA, Jawa Timur, pada Senin (10/2/2025).
Menurut Menag, PTK seperti UIN tidak bisa disamakan dengan universitas-universita lain yang bersifat formal. Karena menurutnya, perguruan tinggi keagamaan memiliki beban ganda, yang dibebankan oleh negara dan juga oleh Tuhan sebagai mubalig.
Karena itu, menurut Menag, cara mengukurnya pun tak hanya menargetkan capaian formal saja, namun juga capaian keagamaan, dengan mendekatkan umat dengan agamanya. “Bagi saya, UIN tidak bisa disamakan dengan Universitas lain. Karena dibebankan ganda, oleh negara dan juga Tuhan sebagai mubalig,” ujar Menag kepada ratusan ASN UIN Sunan Ampel, Jatim.
“Kita tidak bisa jadikan PTKN sebagai standar akademik murni, karena sebagai PTKN bebannya ganda. Standar Akademik umum hanya mengantarkan hanya pada urusan dunia, tapi standar keagamaan juga harus dicapai,” lanjutnya.
Beban ganda tersebut juga dibebankan kepada Kemenag secara keseluruhan. Bahkan jelas Menag, bebannya pun lebih berat, karena Kementerian Agama juga bertanggungjawab menjadi juru bicara Tuhan untuk masyarakat.
“Keunggulan yang diukur juga tentu tidak hanya satu standar yaitu standar birokrasi saja, tapi juga standar keagamaan,” ucapnya.
“Sekalipun Kemenag mendapat banyak prestasi, tapi sepanjang umat masih berjarak dengan agamanya artinya kita belum berhasil. Semakin berjarak berarti kita gagal, baik pegawai, rektor, dosen, dan lainnya. Inilah beban ganda yang harus dipertanggungjawabkan. Kepada Allah pada urusan dakwahnya,” tukasnya.
Menag menjelaskan, nomenklatur agama pada Kementerian Agama menjadikan beban yang sangat berat, hal tersebut menjadikan ekspektasi masyarakat sangat besar. “Karena mereka mengharapkan pegawai Kemenag seperti malaikat, padahal kita juga manusia. Kementerian agama ibarat kertas putih, sedikit pun noda akan terlihat,” ungkapnya.
Karena itu, Menag mengingatkan bahwa tantangan ASN Kemenag adalah bagaimana mengawasi diri sendiri dalam menjalankan perintah agama, sebelum mengawasi instansi.
“Ini perlu dicamkan. Kita harus menjadi pelayan umat yang ideal. Awasi diri terlebih dahulu, sebelum mengawasi instansi. Kita tidak bisa jadi malaikat tapi kita tidak boleh jadi iblis,” tegasnya.
Rektor UIN Sunan Ampel Akhmad Muzakki menyadari bahwa sebagai univeraitas, sebagai lembaga di bawah Kemenag, UIN Sunan Ampel tidak bisa jauh dari pesantren. “Tanah di kampus ini juga dulu merupakan hibah dari para kiyai kepada negara agar di buatkan kampus Islam,” ucapnya.
Karena itu, UINSA menyadari beban berat yang diemban dalam tugasnya menyebarkan keislaman di Indonesia bahkan dunia Internasional. Meski demikian, ia pun menegaskan bahwa capaian formal tetap diraih sebagai bentuk tanggung jawab kepada negara.
“Sejak 2024 masuk Unirank, UINSA masuk universitas Islam terbaik ke 8 dunia, dan terbaik se Indonesia, karena itu kami berharap dan bertekad naik ke next level, agar level internasional,” harapnya.
“Ini adalah periode kedua untuk menikmati akreditasi unggul BAN PT, sebelum yang lain, kami sudah tahun kedua. Selain itu, kami sedang proses finalisasi dan evaluasi prodi kedokteran yang sedang di proses Dikti. Semua sudah siap, baik tempat maupun administrasi,” ungkapnya.
Bahkan, kata Muzakki, proses pendirian prodi kedokteran di UIN Sunan Ampel dijadikan Dikti sebagai tolok ukur bagi univeraitas yang ingin mendirikan prodi kedokteran. “UINSA dijadikan benchmark pendirian prodi kedokteran oleh Dikti, Alhamdulillah,” tukasnya.