MONITOR, Jakarta – Pemasangan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di pesisir pantai utara Kabupaten Tangerang, Banten, masih misterius. Meskipun sudah ada pembongkaran pagar laut tersebut dan pembatalan sertifikat hak guna bangunan (HGB) serta sertifikat hak milik (SHM) yang terbit atas kawasan tersebut, pihak yang bertanggung jawab atas proyek ini belum terungkap secara jelas.
Hal ini menjadi perhatian serius karena melibatkan banyak pihak dan instansi terkait, seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Anggota Komisi IV DPR RI Prof Rokhmin Dahuri menegaskan, Komisi IV DPR RI ingin kasus ini tidak berhenti pada pembongkaran pagar laut, kemudian membatalkan 263 Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang dikeluarkan untuk wilayah di sekitar pagar laut. Wilayah ini terletak antara pagar laut dan garis pantai Tangerang, yang meliputi 6 kampung, 6 kecamatan, dan 16 desa.
Prof. Rokhmin Dahuri menilai bahwa tindakan penerbitan HGB di perairan laut adalah bentuk penyalahgunaan wewenang yang tidak hanya merugikan masyarakat yang bergantung pada ekosistem pesisir, tetapi juga berpotensi merusak kelestarian lingkungan.
Menurutnya, pembatalan tersebut harus diikuti dengan langkah hukum yang tegas, agar kedepannya tidak ada penyalahgunaan hak atas lahan yang merugikan masyarakat dan merusak lingkungan.
Prof. Rokhmin Dahuri mengungkapkan rasa kecewanya terhadap lambannya penanganan kasus ini, meskipun bukti-bukti pelanggaran hukum sudah sangat jelas.
“Kalau kasus ini hanya berhenti pada pembongkaran pagar laut dan pencabutan 263 HGB dan SHM yang terletak di perairan antara pagar laut dan garis pantai Tangerang, maka negara kita akan terus begini, miskin dan banyak rakyat yang lapar serta stunting. Kita tidak akan mencapai visi Indonesia Emas 2045 jika hukum tidak ditegakkan secara adil,” ujar Prof Rokhmin Dahuri, dalam wawancara eksklusif pada program Primetime News MetroTV bertema “Masalah berlarut larut, siapa dalang pagar laut?”, Jumat malam, 24 Januari 2025.
Selain itu, Anggota Komisi IV DPR itu menekankan, langkah ini diperlukan untuk memastikan bahwa masalah ini tidak hanya diatasi secara simbolis, tetapi juga secara substantif dengan menghapus izin-izin yang bertentangan dengan kebijakan perlindungan lingkungan.
“Seharusnya kalau menteri KKP jika tidak mau melibatkan aparat hukum atau lembaga hukum, seperti polisi, KPK. Komisi IV mempertanyakan kenapa sampai berlarut-larut seperti ini. Presiden Prabowo tidak boleh takut,” katanya.
Prof. Rokhmin Dahuri menegaskan bahwa bukti-bukti kasus pagar laut di perairan Tangerang sudah terang benderang baik dari segi pisik maupun oknum-oknum yang mengeluarkan HGB dan SHM di perairan laut tersebut.
“Semuanya sudah jelas dan terang benderang, dari Walhi, Pak Said Didu, dari nelayan sendiri, dari fakta pisik di lapangan siapa pembuat pagar laut sudah terang benderang,” sebut Anggota Komisi IV DPR RI.
Beliau menekankan bahwa penerbitan HGB dan SHM di wilayah pesisir laut tersebut melanggar hukum, mengingat pengelolaan laut di Indonesia harus sesuai dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 yang dengan tegas melarang pengelolaan atau pemberian hak atas lahan di laut kepada pihak-pihak pribadi atau korporasi.
“Undang-Undang ini bertujuan untuk memastikan bahwa wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dikelola untuk kepentingan umum dan keberlanjutan lingkungan, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu,” kata Prof Rokhmin.
Komitmen Komisi IV DPR
Komisi IV DPR RI berkomitmen akan mengawal kasus seperti ini untuk memastikan keadilan dan transparansi dalam proses hukumnya. Beliau memastikan bahwa jika ada pelanggaran yang ditemukan terkait dengan pembangunan pagar laut, sanksi yang tepat akan diterapkan.
Namun, Prof Rokhmin Dahuri juga menekankan pentingnya menjaga iklim investasi yang kondusif di Indonesia. Ia ingin memastikan bahwa tindakan hukum yang diambil tidak membuat takut para investor, baik dari dalam maupun luar negeri, yang memiliki niat baik untuk berinvestasi di Tanah Air dengan modal, teknologi, dan etos kerja yang baik.
“Jika ketahuan siapa pelakunya, Kita akan menetapkan dengan tidak membuat takut para investor baik dalam maupun luar negeri. Tentunya investor yang baik baik mau datang menginvestasikan modal dan teknologi nya serta etos kerja nya di Tanah Air kita,” ujar Ketua Umum MAI (Masyarakat Akuakultur Indonesia) itu.
Menurutnya, peran DPR dalam memastikan agar hukum ditegakkan secara adil sangat penting untuk menjaga iklim investasi yang sehat dan berkelanjutan di Indonesia. Ia juga menekankan pentingnya penegakan hukum yang transparan, agar kejadian serupa tidak terulang dan tanah atau wilayah pesisir tetap dikelola dengan benar sesuai aturan yang berlaku. Selain itu, penting juga untuk menjalani proses introspeksi (taubatan nasuha), baik dari pihak pemerintah, LSM, maupun masyarakat.
“Siapapun yang nanti dalam proses hukum ditetapkan bersalah tidak boleh berkecil hati. Yang penting ada efek jera dan kedepannya kita semua baik pemerintahan, LSM, semuanya melakukan taubatan nasuha,” katanya.
Dengan demikian, semua pihak bisa memperbaiki diri dan berusaha menjalankan tugas mereka dengan lebih baik ke depannya, berdasarkan prinsip moral, keadilan, dan tanggung jawab.
Melibatkan Berbagai Pihak
Kasus pagar laut menjadi sorotan karena ini melibatkan berbagai pihak, termasuk perusahaan terkait dan oknum-oknum yang mengeluarkan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di kawasan laut tersebut.
Berdasarkan hasil investigasi Kementerian ATR/BPN (Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional), diketahui bahwa beberapa HGB dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di perairan utara Tangerang terdaftar atas nama dua perusahaan, yakni PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa, yang memiliki keterkaitan dengan Agung Sedayu Group. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama pihak terkait lainnya masih melakukan penyelidikan untuk mengungkap siapa yang sebenarnya bertanggung jawab atas pemasangan pagar laut ini.
Dalam kesempatan itu, Prof. Rokhmin Dahuri menyampaikan harapan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk menepati janjinya memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya. “Kasus ini menjadi batu uji bagi janji Presiden Prabowo. Jika tidak dituntaskan, wibawa negara dan kesejahteraan rakyat akan terus terpuruk,” jelasnya.
“Negara harus bergerak cepat untuk mengatasi persoalan ini. Kami di Komisi IV solid untuk memastikan kasus ini tuntas secara adil,” tutupnya.
Dengan komitmen penuh dari Komisi IV DPR dan dukungan berbagai pihak, Prof. Rokhmin berharap kasus ini tidak hanya selesai, tetapi juga menjadi titik balik bagi perbaikan tata kelola pemerintahan di Indonesia.