MONITOR, Jakarta – Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) RI Anis Matta mengatakan, Pemerintah Indonesia konsen pada dua hal dalam mendukung Pemerintahan Sementara Suriah pasca tumbangnya rezim Bashar Al Assad. Yakni integritas wilayah dan pembangunan ulang kembali Suriah.
“Jadi itu dua konsen besar pemerintah Indonesia yang menjadi landasan utama dalam mendukung pemerintah transisi sementara di Suriah,” kata Anis Matta dalam keterangannya, Minggu (12/1/2025).
Hal itu disampaikan Wamenlu Anis Matta saat menjadi narasumber dalam Seminar Internasional bertajuk ‘Kebangkitan Syam dan Masa Depan Dakwah Dunia Islam yang diselenggarakan Universitas Islam As-Syafi’iyah (UIA, Jakarta, Sabtu (12/1/2025).
Pemerintah Indonesia, kata Anis Matta, mendesak semua pihak yang bertikai di Suriah untuk menghentikan kekerasan dan mulai melakukan proses politik yang damai.
“Dalam hal proses politik, pemerintah Indonesia mendorong penyelesaian politik yang melibatkan semua pihak di Suriah dengan tetap menghormati kedaulatan kemerdekaan persatuan dan integritas,” ujarnya.
Karena itu, Anis Matta berharap Kedutaan Besar Republik Indonesia Damaskus melakukan engagement atau keterlibatan terbatas dan terukur dengan Pemerintahan Sementara Suriah.
“Saya hampir setiap hari berkomunikasi dengan KBRI Damaskus, khususnya dengan Pak Dubes (Wajid Fauzi). Kita mendapatkan laporan dari hari ke hari dan kita terus melakukan engagement,” katanya.
Wamenlu RI Urusan Dunia Islam ini mengatakan, kepentingan Indonesia yang terkait dengan Pemerintahan Sementara Suriah adalah dalam konteks melakukan upaya perlindungan maksimal bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di sana.
“Termasuk juga menjaga aset-aset KBRI Damaskus yang ada di sana. Kita sudah melakukan pemulangan WNI di Suriah, banyak yang minta dievakuasi dan dikembalikan ke Indonesia,” ungkapnya.
Secara umum, lanjut Anis Matta, keamanan WNI di Suriah relatif terjaga dengan baik. Kendati demikian, pemerintah Indonesia terus memantau dinamika dan perkembangan politik, serta keamanan di lapangan.
Pemerintah Indonesia terus melakukan konsultasi dengan negara mitra di Kawasan Timur Tengah (Timteng) dalam upaya bersama mendukung proses politik inklusif yang akan diambil Pemerintahan Sementara Suriah.
“Saya menerima banyak WA (WhatsApp Messenger) supaya Pemerintah Indonesia segera melakukan kunjungan resmi ke sana, paling tidak di level Menteri . Dan terlibat dalam proses pembangunan ulang pembangunan kembali Syria di dalam bentuk investasi,” ujarnya.
Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia yang juga Pakar Geopolitik Global ini mengatakan, situasi di Suriah saat ini masih sangat rapuh, tidak bisa diprediksi seperti kejatuhan rezim Bashar Al Assad yang mendadak.
“Dalam pengamatan pribadi saya, situasi di Suriah secara umum masih sangat rapuh, apalagi jika ada kesepakatan geopolitik lagi antar negara beberapa negara yang bersifat tertutup,” katanya.
Menurut Anis Matta, kejatuhan rezim Bashar Al Assad yang digulingkan oleh kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dan terbentuknya Pemerintah Sementara Suriah sekarang tidak lepas dari kesepakatan geopolitik global
“Apa yang terjadi di Suriah menjadi satu preseden tersendiri. Kejatuhan Basyar Al Assad pada bulan Desember lalu, benar benar di luar perkiraan banyak orang. Ada semacam kesepakatan geopolitik terbatas,” katanya.
Sehingga kelompok HTS yang sebelumnya dianggap sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat didukung dan bisa menggulingkan Bashar Al Assad dalam waktu relatif singkat tanpa perlawanan berarti dari pemerintah.
“Negara-negara barat, Amerika dan Eropa mendukung pemerintahan transisi. ini Sedangkan Rusia dan Iran yang pernah punya kendali penuh di Suriah tengah memantau situasi perkembangan di lapangan,” katanya.
Anis Matta menilai situasi di Suriah sekarang menjadi persoalan geopolitik terbesar di dunia saat ini. Ia mengatakan, ada empat aktor regional yang aktif menentukan masa depan Suriah.
“Yaitu Rusia, Iran, Turki dan Israel. Kelompok yang didukung Rusia dan Iran, saat ini mundur selangkah, tapi bukan menyerah. Turki punya kepentingan untuk memerangi kelompok Kurdi, sedangkan Israel semakin intensif mengambil wilayah Suriah,” katanya.
Anis Matta menambahkan, negara-negara kunci di Kawasan Timteng, selain Amerika dan Uni Eropa, Rusia, Iran, Turki dan Israel seperti Mesir, Yordania, Irak, Arab Saudi dan Qatar juga ingin menyelaraskan kepentingan nasionalnya di Suriah.
“Terlepas dari hal itu, peristiwa ini sebagai kesempatan bersejarah, mengapa kita mendukung transisi pemerintahan yang damai melalui proses politik. Karena masa depan Suriah, selayaknya berada di tangan masyarakatnya sendiri,” pungkas Anis Matta.
MONITOR, Jakarta - PSSI resmi menetapkan Patrick Kluivert sebagai pelatih baru timnas Indonesia selang beberapa…
MONITOR, Jakarta - Menteri Agama Nasaruddin Umar bertolak ke Arab Saudi untuk melaksanakan tugas dari…
MONITOR, Jakarta - Menteri Agama Nasaruddin Umar, menekankan bahwa kerukunan umat beragama adalah nilai jual…
MONITOR, Jakarta - Arsenal dan juara bertahan Manchester United akan bertemu di Emirates Stadium pada…
MONITOR, Jakarta - Kementerian Kesehatan menemukan virus Human Metapneumovirus (HMPV) di Indonesia, pemerintah berupaya mengantisipasi…
MONITOR, Yogyakarta - Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI), Direktorat Jenderal Pendidikan Islam menegaskan komitmen…