Rabu, 8 Januari, 2025

Korupsi dan Keadilan; Antara Tuduhan Tanpa Bukti OCCRP dan Prinsip Hukum Universal

Oleh : Inas N Zubir*

Korupsi diklasifikasikan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime), karena korupsi merupakan tindak kejahatan yang sangat mempengaruhi sendi-sendi sektor kehidupan suatu negara dan masyarakat. Dampak yang ditimbulkannya pun luar biasa karena menyangkut perekonomian negara. Akan tetapi, para pembenci Jokowi dan penjilat Megawati, mengatakan bahwa korupsi tidak perlu bukti dan cukup berdasarkan voting ala OCCRP. Apakah benar seperti itu? Pernyataan bahwa korupsi tidak perlu bukti dan cukup berdasarkan voting ala OCCRP mencerminkan pandangan yang kontroversial dan otoriter.

Dalam sistem hukum yang adil setiap tuduhan, termasuk korupsi, harus didasarkan pada bukti yang jelas dan kuat. Proses hukum yang transparan dan adil adalah fondasi penting dalam demokrasi. Penanganan kasus korupsi tidak boleh mengabaikan prinsip-prinsip keadilan, seperti presumption of innocence (praduga tidak bersalah) sampai terbukti sebaliknya. Praduga tak bersalah adalah asas hukum yang menyatakan bahwa seseorang dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah, karena praduga tak bersalah merupakan hak asasi dalam banyak sistem hukum diberbagai negara, termasuk sistem hukum umum dan hukum perdata. Asas ini juga merupakan hak asasi manusia internasional, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 11 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB.

Voting ala OCCRP (Organized Crime and Corruption Reporting Project) dalam menominasikan seorang tokoh terkorup mungkin hanya dilihat sebagai cara untuk menilai tingkat korupsi berdasarkan laporan daring dan investigasi jurnalistik semata, tetapi hal ini tidak dapat menggantikan kebutuhan proses hukum yang adil. Tuduhan korupsi seperti yang dilakukan oleh OCCRP kepada Jokowi, tidak melalui investigasi jurnalistik yang tepat untuk memastikan bahwa hak-hak semua pihak dihormati dan keadilan ditegakkan, melainkan hanya melalui google form dan e-mail semata untuk kemudian di voting. Jadi, sangat mengherankan apabila OCCRP tidak mengindahkan pasal 11 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB.

- Advertisement -

Menuding seseorang tanpa bukti yang kuat dapat merusak reputasi, menimbulkan ketidakadilan, dan menciptakan ketidakpercayaan dalam institusi hukum. Oleh karena itu, penting untuk menjaga integritas proses hukum dan memastikan bahwa semua tuduhan ditangani dengan serius dan sesuai dengan prosedur yang berlaku secara hukum universal. Proses penilaian terhadap korupsi dengan cara voting seperti yang dilakukan oleh OCCRP, sebenarnya bertujuan untuk meningkatkan kesadaran publik dan mendorong transparansi. Namun, ini tidak dapat menggantikan kedudukan hukum yang formal dan adil, bahkan dapat menjadikan fitnah.

Pasal 11 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB menegaskan hak setiap orang untuk dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah di pengadilan yang independen dan adil. Oleh karena itu, meskipun penilaian yang dilakukan oleh lembaga seperti OCCRP dapat memberikan wawasan, namun sangat penting bahwa tuduhan korupsi tetap mengikuti dasar-dasar hukum universal yang ketat agar hak-hak individu dihormati.

*Penulis Adalah Politisi Senior Partai Hanura

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER