MONITOR, Jakarta – Anggota Komisi II DPR Ahmad Irawan menyoroti kasus penganiayaan terhadap dokter koas bernama Muhammad Luthfi, di Palembang oleh pihak keluarga rekannya, Lady Aulia Pramesti yang berasal dari kalangan pejabat pemerintahan. Ia berharap kasus-kasus seperti ini dijadikan pelajaran bagi setiap penyelenggara negara.
“Kepada Aparatur Sipil Negara (ASN), apalagi kepada pejabatnya, kita harus menyadari akan selalu menjadi sorotan publik, termasuk keluarga. Pantas dan tidak pantas menjadi alat ukur bagi publik dalam menilai kita,” kata Ahmad Irawan, Rabu (18/12/2024).
Kasus penganiayaan terhadap Luthfi dipicu oleh jadwal piket jaga dokter koas di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Siti Fatimah, Palembang, Sumatera Selatan. Lady yang merupakan rekan koas Luthfi tidak setuju karena mendapat jadwal piket pada malam Tahun Baru.
Lady akhirnya mengadukan masalah tersebut kepada sang ibu, SM yang mengatur pertemuan dengan Luthfi untuk membahas jadwal piket tersebut, namun tidak terjadi kesepakatan. Pertemuan berakhir dengan pemukulan yang dilakukan Fadilla alias DT (37) yang merupakan sopir keluarga Lady.
Akibat penganiayaan itu, Luthfi mengalami lebam di wajah dan kepala. Polisi pun telah menetapkan tersangka kepada pelaku pemukulan. Buntut kasus ini, masyarakat menyoroti sikap arogan keluarga Lady.
Bahkan kekayaan keluarga Lady turut menjadi perhatian mengingat status ayahnya yakni Dedy Mandarsyah sebagai Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Kalimantan Barat. Bahkan KPK menyatakan akan mendalami harta kekayaan Dedy Mandarsyah yang dinilai terdapat anomali di dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) miliknya.
Menurut Irawan, hal ini menjadi konsekuensi dari pejabat negara. “Kita harus bisa menerima kondisi tersebut sebagai pejabat publik sehingga kita harus bisa menjaga sikap dan mengingatkan keluarga juga akan disorot publik,” ungkap Legislator dari Dapil Jawa Timur V tersebut.
Irawan berharap kejadian seperti ini tidak tidak terjadi lagi di masa yang akan datang. Ia pun menyinggung soal kasus Mario Dandy yang berbuntut panjang. Kasus kekerasan yang dilakukan Mario Dandy kepada temannya menyebabkan netizen mengulik kehidupan keluarganya yang bergaya mewah.
Keresahan netizen kemudian berujung pada pengungkapan kasus gratifikasi ayah Mario Dandy, Rafael Alun yang merupakan mantan pejabat eselon III di Ditjen Pajak Kementerian Keuangan.
“Semoga kejadian serupa tidak terulang kembali. Mungkin kita diingatkan dengan kasus Mario Dandy sebelumnya yang merembet kemana-mana,” tutur Irawan.
Untuk diketahui, KPK akan memanggil Dedy Mandarsyah dalam 2 minggu ke depan. Selain itu, Dedy Mandarsyah pernah disebut-sebut saat KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Kalimantan Timur (Kaltim) pada 2023 lalu sehingga membuat KPK semakin kuat untuk melakukan pendalaman terhadap kekayaan Dedy sebesar Rp 9,4 miliar.
Terkait kasus kekerasan yang dilakukan sopir keluarga Lady, Irawan mendukung proses hukum dijalankan sesuai prosedur. “Melakukan penganiayaan dan tindakan kekerasan apapun alasannya tidak dapat dibenarkan. Saya mendorong agar pelakunya menyampaikan permohonan maaf dan bertanggungjawab atas perbuatannya,” ujar Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR itu.
Meski begitu, Irawan mendorong agar penyelesaian kasus dapat dilakukan secara restorative justice (keadilan restoratif). Adapun restorative justice merupakan sebuah pendekatan untuk menyelesaikan konflik hukum dengan menggelar mediasi diantara korban dan terdakwa.
“Kalau masalah ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan (restoratif justice), maka hal tersebut akan lebih baik. Harapan saya kepolisian bisa memfasilitasi upaya tersebut,” jelas Irawan.
Anggota Komisi di DPR yang membidangi urusan pemerintahan itu menyebut apa yang dilakukan Fadilla memang salah. Meski begitu, ia berharap publik dapat melihat dari berbagai sudut pandang dalam hal ini.
“Tersangka ini merupakan seorang pekerja biasa. Mungkin ia spontan berusaha membela majikannya, walaupun sikap reaktifnya juga salah. Tapi kita juga perlu pahami, hal-hal seperti ini bisa terjadi pada siapa saja,” ucapnya.
Irawan berharap proses mediasi dapat dilakukan, apalagi Fadilla juga kooperatif dengan menyerahkan diri kepada pihak kepolisian tak lama setelah peristiwa pemukulan terjadi.
“Namun jika upaya mediasi gagal, kami juga mendukung agar dilakukan tindaklanjut dengan proses penegakan hukum yang adil, transaparan dan objektif,” tutup Irawan.
MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani mewanti-wanti Pemerintah untuk mengantisipasi dampak yang akan…
MONITOR, Ternate - Anggota Komisi IV DPR RI Prof. Rokhmin Dahuri mengingatkan pentingnya transformasi ekonomi…
MONITOR, Jakarta - PT Jasa Marga (Persero) Tbk. bersama kelompok usahanya dan sejumlah Badan Usaha…
MONITOR, Jakarta - Pengurus Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kementerian Agama memperingati hari ulang tahun (HUT)…
MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI Martin Tumbelaka menyoroti banyaknya kasus penggunaan senjata…
MONITOR, Ambon - Pertamina, melalui Pertamina Patra Niaga bersama Kementrian ESDM dan BPH Migas berhasil…