MONITR, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI Gilang Dhielafararez meminta kepolisian untuk mengusut tuntas kasus penganiayaan karyawan toko roti di Jakarta Timur tanpa adanya intervensi. Ketegasan polisi disebut menjadi komitmen penegakan keadilan hukum.
“Kami meminta aparat kepolisian untuk bekerja secara profesional dan memastikan bahwa hak-hak korban dilindungi. Tidak boleh ada diskriminasi atau upaya menutupi kasus ini hanya karena pelaku memiliki latar belakang tertentu,” kata Gilang Dhielafararez, Selasa (17/12/2024).
Hari ini, Komisi III DPR melakukan audiensi dengan karyawati toko roti bernama Dwi Ayu Dharmawati yang menjadi korban penganiayaan anak bos toko roti di Jakarta Timur bernama George Sugama Halim.
Di hadapan anggota Komisi III DPR, Dwi menjelaskan kronologi saat dirinya dilempar kursi dan barang-barang lain oleh anak bos roti tersebut. Dwi menuturkan insiden itu terjadi pada tanggal 17 Oktober pukul 21.00 WIB di mana pelaku datang ke toko dan memesan makan malam secara online lalu meminta korban untuk mengantarkan pesanan George ke kamarnya.
Namun Dwi menolak karena merasa hal tersebut bukan bagian dari tugasnya bekerja di toko roti milik orang tua George. Karena kejadian tersebut, George melempari Dwi dengan barang-barang yang ada di toko roti.
Kasus penganiayaan ini menjadi viral di media sosial lantaran korban telah melaporkan dugaan penganiayaan tersebut ke Polres Jakarta Timur pada 18 Oktober 2024 namun polisi baru menangkap pelaku pada Minggu (15/12) malam atau hampir 2 bulan sejak laporan dibuat. Gilang mengatakan, polisi harusnya bisa cepat mengusut kasus itu sehingga masalah tidak berlarut-larut.
“Kasus ini diharapkan menjadi momentum bagi aparat penegak hukum untuk membuktikan bahwa hukum berlaku untuk semua tanpa terkecuali. Jangan hanya karena pelaku anak dari pemilik toko, penegakan hukum jadi melemah,” papar Legislator dari dapil Jawa Tengah tersebut.
“Kasus ini harus menjadi contoh bahwa Negara hadir untuk melindungi seluruh warganya, termasuk pekerja dari tindakan kesewenang-wenangan,” imbuh Gilang.
Dalam audiensi dengan Komisi III DPR, Dwi menyatakan sampai harus menjual motor miliknya saat mengawal kasus yang menimpa dirinya. Dwi menjual motor untuk menyewa pengacara, yang belakangan diketahui korban justru ditipu karena tak ada pendampingan hukum setelahnya.
Gilang menyatakan, Polisi juga harus mengusut kasus penipuan ini apalagi sang pengacara mengaku datang kepada korban atas utusan dari Polda.
“Nama baik institusi Polri turut dipertaruhkan. Setelah dianggap lama mengusut kasus ini, sekarang juga ada pengacara yang mengaku utusan polisi menipu korban. Korban ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula,” sebutnya.
Gilang mengatakan hal ini penting mengingat beberapa waktu terakhir citra polisi sedang menurun akibat serangan oknum kepada masyarakat. Penembakan yang terjadi belakangan menjadi momok dan membuat citra polisi terjun bebas.
“Kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum sangat bergantung pada keadilan yang ditegakkan dalam kasus-kasus seperti ini. Polisi harus bisa melindungi rakyat sesuai tugas konstitusinya,” tegas Gilang.
Di sisi lain, anggota Komisi di DPR yang membidangi urusan penegakan hukum itu menyoroti pentingnya perlindungan bagi pekerja dalam lingkungan kerja. Gilang menyebut tindakan penganiayaan seperti itu tidak hanya melukai fisik korban tetapi juga berdampak pada psikologis dan sosial para pekerja.
“Kita lihat belakangan banyak terjadi relasi kuasa antara si kuat dan si lemah. Selain kasus penganiayaan karyawan toko roti, ada juga kasus di mana koas dianiaya pihak keluarga rekannya yang punya kekuasaan. Ini menjadi preseden buruk,” ungkapnya.
Gilang menegaskan DPR akan mengawal kasus-kasus yang merugikan masyarakat ini hingga tuntas. Gilang juga meminta pengusutan kasus hukum dilakukan secara transparan dan berkeadilan.
“Kita berharap semua kasus dapat diusut tanpa menunggu viral terlebih dahulu. Sudah menjadi tugas penegak hukum menciptakan keadilan untuk seluruh rakyat Indonesia, baik viral ataupun tidak,” pungkas Gilang.