Selasa, 19 November, 2024

JPPI Tolak Penghapusan KJP di Jakarta

MONITOR, Jakarta – Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menolak penghapusan Kartu Jakarta Pintar (KJP) di Jakarta. Penolakan tersebut disampaikan langsung oleh Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji sebagai bentuk respon isu penghapusan KJP.

Ubaid mengatakan wacana penghapusan KJP tersebut akibat dari rencana penerapan sekolah bebas biaya tahun 2025 di Jakarta, baik di sekolah negeri maupun swasta. Masalhnya, lanjut Ubaid jika KJP tersebut dihapus, maka akan melahirkan masalah baru dan memicu diskriminasi dalam pelayanan dasar pendidikan di Jakarta.

“Berdasarkan data JPPI, penghapusan KJP ini memicu kesenjangan dan diskriminasi baru di sektor pendidikan,” Kata Ubaid melalui keterangan tertulis yang diterima MONITOR, Selasa 19 November 2024.

“295.000 anak terancam putus sekolah di sekolah negeri. Mereka adalah penerima KJP yang saat ini belajar di sekolah negeri. Mereka saat ini sudah menikmati sekolah bebas biaya di negeri dan juga mendapatkan KJP. Artinya, sekolah bebas biaya yang rencananya akan diberlakukan 2025 itu sudah lama mereka nikmati, sebab mereka belajar di sekolah negeri. Mereka juga mendapatkan KJP,” sambung Ubaid.

- Advertisement -

Selain itu, Ubaid menyampaikan sebanyak 238.000 anak teranpam putus sekolah di sekolah swasta. Mereka adalah penerima KJP di sekolah swasta. Mereka akan menikmati kebijakan sekolah tanpa dipungut biaya, tetapi mengamputasi hak mereka untuk mendapatkan KJP.

“Perlu diketahui, kebutuhan biaya pendidikan itu tidak hanya soal bayar SPP, tapi masih banyak urusan lainnya, mulai dari seragam, sepatu, buku, tas, peralatan sekolah, dan urusan penunjang pendidikan lainnya,” Imbuhnya.

Terkait dengan rencana kebijakan ini, Berikut pernyataan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI):

1. Mendukung kebijakan Pemprov Jakarta untuk segera melaksanakan sekolah bebas biaya di Jakarta. Ini harusnya bisa diterapkan di semua jenis lembaga pendidikan. Sebab, ini adalah kewajiban konstitusional yang wajib dijalankan oleh pemerintah dan bisa diberlakukan di semua jenis satuan pendidikan, baik di negeri atau swasta, baik di sekolah atau madrasah.  

2. Menolak rencana penghapusan KJP di Jakarta. Perkara ini sering disalahpahami oleh banyak kalangan. Dengan diberlakukannya sekolah bebas biaya di Jakarta, bukan berarti KJP tidak dibutuhkan lagi. Kebutuhan anak di luar sekolah itu masih sangat banyak, karena itu KJP sangat membantu terutama bagi kalangan tidak mampu. Jika KJP di hapus, justru malah mengundang potensi anak Jakarta putus sekolah.

3. KJP harus jalan beriringan dengan kebijakan sekolah bebas biaya. Ini adalah dua perkara yang berbeda. Sekolah bebas biaya ini bagian dari penerapan program wajib belajar 12 tahun di Jakarta untuk semua anak usia sekolah. Sementara KJP adalah tidak untuk semua, tapi skema khusus untuk peserta didik yang berasal dari keluarga pra-sejahtera. Jadi mestinya, program ini bisa jalan beriringan, bukan malah saling menegasikan. 

4. Menjaga dan melanjutkan legacy yang baik di Jakarta. Kebijakan KJP adalah praktik baik dalam penuntasan akses pendidikan di Jakarta. Program ini sudah digagas dan dipertahankan oleh 4 gubernur Jakarta yang mestinya dilanjutkan dan disempurnakan, bukan malah dihapus. 

5. Perlu penguatan regulasi, pendataan, dan pelibatan masyarakat dalam audit KJP. Meski ini program baik dan sangat membantu masyarakat, praktik di lapangan ditemukan banyak tantangan, seperti tidak tepat sasaran, penyalahgunaan, dan juga pencairan sering telat. Ke depan, ini harus diperbaiki dan diperkuat tatakelolanya supaya lebih transparan, akuntabel, dan juga kredibel. 

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER