MONITOR, Jakarta – Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan menyoroti aksi protes peternak sapi perah yang kecewa dengan kebijakan pembatasan kuota di Industri Pengolahan Susu (IPS). Daniel mengkritik ketidakdilan regulasi yang menyebabkan peternak penghasil susu dalam negeri terpuruk.
“Kebijakan itu harus pro rakyat jangan sampai bikin susah. Giliran impor bebas pajak, sementara rakyat kita sendiri dipajakin dalam berbagai aspek,” ujar Daniel Johan, Kamis (14/11/2024).
Seperti diketahui, peternak susu perah di berbagai daerah melancarkan aksi protes dengan melakukan mandi susu hingga membuang susu perah secara cuma-cuma lantaran industri dituding lebih memilih menggunakan susu impor.
Kontrol dari Pemerintah pun dianggap kurang karena keran impor susu dibuka luas dan tidak ada pajak untuk susu dari luar negeri. Eksportir ke Indonesia seperti Selandia Baru dan Australia memanfaatkan perjanjian perdagangan bebas (FTA) sehingga harga susu impor lebih murah 5 persen dari susu lokal.
Para peternak sapi merasa dirugikan dengan adanya kebiajakan pembatasan dari IPS yang lebih memilih menggunakan susu impor. Padahal Peraturan menteri Pertanian Nomor 33 Tahun 2018 telah menetapkan kewajiban agar perusahaan pengolahan susu bekerja sama dengan koperasi peternak rakyat untuk menyerap susu sapi perah.
Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa perusahaan yang menjalin kemitraan dengan peternak lokal tidak sampai 20 persen dari total jumlah pelaku usaha pengolahan susu. Daniel pun mendorong Pemerintah untuk mengevaluasi aturan pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor susu impor. “Pemerintah harus melindungi peternak lokal dengan memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan adil dan mendukung kemajuan bangsa sendiri,” tegasnya.
Kebijakan pembatasan IPS buntut membanjirnya susu impor ini menyebabkan serapan susu lokal menurun drastis. Sebagai contoh, produksi susu harian di Boyolali mencapai 140.000 liter, tetapi hanya 110.000 liter yang dapat diserap oleh pabrik. “Pembatasan ini tidak hanya merugikan peternak secara finansial tetapi juga
menyebabkan ketidakpastian dalam usaha mereka. Banyak peternak terpaksa membuang susu karena tidak ada tempat untuk menjualnya,” ungkap Daniel.
“Aksi mandi susu hingga membuang susu oleh peternak menunjukkan tingginya frustrasi mereka terhadap kebijakan yang dianggap tidak adil dan merugikan,” imbuh Legislator dari dapil Kalimantan Barat I itu.
Selama dua pekan terakhir, IPS sedang membatasi jumlah kuota susu dari produk lokal. Hal itu mengakibatkan banyaknya peternak lokal yang terdampak, seperti KUD Mojosongo memiliki anggota 4.200 orang.
Dari jumlah itu, hanya 1.700 anggota yang menyuplai susu segar dan memproduksi sebesar 161 ton per pekan. Susu tersebut dialokasikan ke IPS Frisian Flag sebanyak 75 ton/minggu, Freshland 45 ton per pekan, dan Diamond 30 ton/minggu. Masih ada sekitar 5 ton setiap minggunya yang tersisa dan harus terbuang.
Menurut Daniel, hal tersebut menciptakan situasi di mana produk lokal tidak mendapatkan prioritas dalam penyerapan oleh industri. Dampak dari hal ini adalah menurunnya kesejahteraan peternak karena banyak merugi. “Kebijakan ini berpotensi memperburuk kondisi peternak lokal dan mengancam keberlangsungan usaha mereka. Akhirnya kesejahteraan masyarakat semakin berkurang,” ucap Daniel.
Anggota Komisi di DPR yang membidangi urusan sektor pertanian, perternakan dan pangan itu meminta Pemerintah untuk memperketat pengawasan dan pengendalian impor susu. Daniel mengatakan langkah itu penting agar tidak mengganggu pasar lokal dan melindungi peternak lokal dari dampak negatif. “Aksi protes peternak sapi perah yang membuang-buang susu itu menjadi tamparan untuk Pemerintah dalam mengambil kebijakan,” tukasnya.
“Kebijakan negara itu seharusnya memberdayakan masyarakat sendiri, bukan malah memprioritaskan negara lain saat rakyat sendiri dibuat susah karena aturan yang ada,” sambung Daniel.
Setelah adanya protes dari peternak lokal, Pemerintah kini tengah mengupayakan sejumlah langkah agar susu dari peternak dapat diserap sepenuhnya oleh Industri Pengolahan Susu di seluruh Indonesia. Daniel mengatakan langkah yang diambil Pemerintah harus efektif dan tidak merugikan peternak dan pelaku industri susu kecil seperti yang tergabung pada koperasi unit desa (KUD).
“Pemerintah harus meningkatkan penyerapan produksi susu dalam negeri oleh IPS dengan memastikan bahwa produksi peternak lokal dapat diserap secara maksimal. Ini termasuk mendorong kerjasama antara peternak dan industri untuk meningkatkan kualitas susu lokal agar memenuhi standar pasar,” paparnya.
Jika Pemerintah tetap menjalankan bea masuk 0% bagi susu impor, Daniel meminta agar adanya insentif kepada peternak lokal untuk melindungi mereka dari kerugian. Menurut GKSI, produksi susu dari peternak lokal mencapai 71% dari total produksi nasional, namun mereka masih menghadapi tantangan dalam menyerap susu segar mereka ke pasar.
“Ketika produk impor bebas masuk tanpa hambatan, sementara produk lokal justru kesulitan bersaing, ini jelas menunjukkan adanya ketidakadilan dalam sistem perdagangan. Selain merugikan peternak, situasi ini juga berdampak pada ekonomi lokal,” ungkap Daniel.
Daniel pun mengingatkan, banyak daerah yang mengandalkan sektor peternakan sapi perah sebagai sumber pendapatan utama. “Jika sektor ini terpuruk, maka akan berdampak pada perekonomian daerah tersebut,” tegas Anggota dewan yang juga bertugas di Badan Legislasi (Baleg) DPR itu.
Daniel juga menyebut ketergantungan pada impor susu juga berdampak pada ketahanan pangan nasional. Padahal Indonesia tengah mengupayakan terciptanya swasembada atau kedaulatan pangan. “Jika terjadi krisis global, kita akan kesulitan memenuhi kebutuhan susu dalam negeri karena produktivitas lokal ditekan dengan adanya impor,” sebut Daniel.
“Dan kalau peternak lokal terus mengalami kesulitan, hal ini mengancam ketahanan pangan Indonesia karena akan ada potensi hilangnya keahlian dan pengetahuan dalam sektor peternakan sapi perah,” tutupnya.