MONITOR, Jakarta – Anggota Komisi II DPR RI, Ahmad Irawan mendukung Pemerintah, dalam hal ini komitmen Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid yang menyatakan akan memberantas mafia tanah di Indonesia. Ia pun mendorong adanya penguatan penegakan hukum untuk menyelesaikan isu mafia tanah.
“Kita dukung apa yang jadi keinginan Pak menteri (ATR) untuk membenahi internal dan tata kelola di dalam kementerian sebagai upaya pencegahan terhadap praktik mafia tanah,” ujar Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Irawan, Rabu (23/102024).
Sepanjang tahun 2023, Kementerian ATR/BPN diketahui mengungkap 86 target operasi kasus mafia tanah dengan 159 tersangka. Irawan menilai masalah mafia tanah merupakan salah satu pekerjaan rumah (PR) yang harus segera diselesaikan.
“Kejahatan di bidang pertanahan sebenarnya tidak sulit untuk diungkap dan diberantas. Asal Pemerintah memiliki keinginan yang kuat,” tutur Legislator muda yang karib disapa Wawan ini.
“Karena biasanya skema kejahatan pertanahan pasti meninggalkan jejak dan bukti kejahatan (evidence) yang jelas berupa dokumen kepemilikan,” lanjutnya.
Mafia tanah sendiri merupakan kejahatan pertanahan yang dilakukan baik secara individu, kelompok, dan/atau badan hukum secara terencana, terstruktur, dan/atau terorganisir untuk memperoleh hak atas tanah dengan cara melakukan tindak pidana.
Biasanya kasus mafia tanah meliputi pemalsuan dokumen hingga surat keterangan tanah. Tindakan ini dapat menyebabkan sengketa tanah akibat adanya lebih dari satu surat tanah untuk satu bidang tanah yang sama.
Wawan mendukung prioritas Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid yang ingin fokus mengurus kejahatan di bidang pertanahan dalam 100 hari kerjanya ke depan. Sebab masalah tanah menjadi salah satu hal yang sering dikeluhkan masyarakat. “Contoh kejahatan di bidang pertanahan seperti pemalsuan sertifikat dan sebagainya,” terang Wawan.
Anggota Komisi DPR yang membidangi urusan Pertanahan dan Pemberdayaan Aparatur, Pemilu, serta Pemerintahan Dalam Negeri itu pun memberikan sejumlah rekomendasi yang dapat dilakukan dalam upaya pemberantasan mafia tanah. Di antaranya, kata Wawan, dengan memperluas cakupan kebijakan dan penguatan penegakan hukum.
“Dalam pemberantasan mafia tanah perlu memperluas cakupan kebijakan, penguatan dan kerjasama dengan otoritas penegak hukum agar proses hukum berjalan sesuai aturan yang berlaku,” papar Anggota DPR dari Dapil Jawa Timur V itu.
Upaya lain yang dapat dilakukan untuk membongkar kejahatan mafia tanah, menurut Wawan, adalah dengan langkah dekriminalisasi melalui pendekatan digitalisasi, administrasi negara dan keperdataan. “Pihak ATR/BPN sebagai single authority dalam melegalisasi hak kepemilikan bersifat aktif dalam memberikan perlindungan hukum (rechtsbecherming),” sebut Wawan.
Menteri ATR Nusron Wahid sebelumnya memaparkan beberapa langkah yang akan dilakukannya untuk memberantas maraknya mafia tanah. Langkah utama yang disampaikan Nusron adalah konsolidasi internal agar pelayanan Kementerian ATR tak mudah disusupi pelaku kejahatan pertanahan dari pihak luar seperti pemborong tanah, oknum nakal kepala desa, oknum notaris, oknum lawyer, dan calo-calo.
Nusron juga menegaskan akan menjunjung prinsip berkeadilan pada kepemilikan tanah agar jangan sampai tanah-tanah hanya dikuasai oleh segelintir kelompok saja. Wawan mengajak masyarakat untuk mendukung komitmen itu karena ide pemberantasan mafia tanah yang disampaikan Menteri ATR/Kepala BPN dinilai merupakan cara pandang dan tafsir dalam memahami kebijakan pertanahan tertinggi yang termaktub dalam UUD 1945.
“Keadilan dalam kepemilikan tanah seperti yang disampaikan oleh Pak Menteri Nusron Wahid sesuatu yang amat mulia dan harus kita dukung,” ungkapnya.
Kasus mafia tanah memang menjadi momok di Indonesia. Salah satu contoh kasus mafia tanah yang menarik perhatian adalah kejadian yang menimpa aktris Nirina Zubir yang sempat berjuang melawan mafia tanah.
Nirina hampir saja kehilangan 4 sertifikat tanah milik keluarganya yang dibalik nama oleh pelaku. Dalam memperjuangkan sertifikat tanahnya, Nirina memakan waktu hampir tiga tahun agar sertifikat itu kembali. Setelah banyak proses hukum dan konflik dengan pelaku, 4 dari 6 sertifikat tanah yang dibalik nama oleh pelaku akhirnya diblokir oleh Kementerian ATR/BPN agar tidak bisa diperjualbelikan atau dipindahtangan.
Bahkan 4 sertifikat tanah milik keluarga Nirina Zubir itu diserahkan langsung oleh Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN) saat itu.
Dari kasus Nirina, Wawan melihat bahwa kasus mafia tanah bisa menimpa siapa saja. Tidak jarang juga tanah negara diakui atau dijual oleh oknum sehingga menimbulkan konflik di kemudian hari jika aset tanah negara tersebut akan digunakan negara.
Wawan pun menilai persoalan masalah tanah sebaiknya tidak dilihat hanya sebagai persoalan tanah di sektor pertanian semata. Sebab menurutnya, persoalan tanah harus dilihat secara holistik sehingga semua komponen bangsa bisa ikut terlibat, baik Pemerintah maupun masyarakat itu sendiri. “Persoalan tanah di dalamnya juga ada persoalan air, kelautan, serta sumber daya yang ada di atas dan di dalam tanah seperti hutan, kebun, dan tambang,” kata Wawan.
“Indonesia memiliki berbagai macam sumber daya, dan sumber daya itu baik yang berada di atas, di dalam, dan melekat pada tanah harus dimanfaatkan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat,” pungkasnya.