Jumat, 20 September, 2024

DPR Apresiasi Join Operasi Polri Bongkar Pencucian Uang Rp 2,1 T Oleh Napi

MONITOR, Jakarta – DPR RI menyambut positif terbongkarnya dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) hasil peredaran gelap narkoba senilai Rp 2,1 triliun yang dikendalikan oleh narapidana dari balik jeruji penjara. Keberhasilan tersebut dinilai salah satunya berkat join operasi Polri dengan berbagai lembaga/instansi sehingga kasus besar narkoba berhasil diungkap.

“Join operasi yang dilakukan Polri merupakan langkah tepat dalam pengungkapan kasus TPPU narkoba dengan barang bukti besar. Joint operation ini sangat efektif untuk mengatasi kejahatan terorganisir seperti peredaran narkoba jaringan internasional,” ujar Anggota Komisi III DPR RI, Gilang Dhielafararez, Jumat (20/9/2024).

Seperti diketahui, kasus TPPU ini terungkap berkat kerja sama Polri dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM, Bea Cukai, Badan Narkotika Nasional (BNN), dan PPATK. Dari hasil joint operation tersebut, Polri menangkap 8 tersangka.

Adapun pencucian uang dengan total akumulasi sebesar Rp 2,1 T itu didapat dari hasil peredaran narkoba yang dikendalikan oleh HS, narapidana kasus narkoba di Lapas Tarakan yang divonis mati. Hukuman HS diperingan menjadi 14 tahun setelah ia mengajukan banding. Bandar narkoba kelas kakap itu ditangkap pada tahun 2020.

- Advertisement -

Selama beroperasi sejak 2017 hingga 2023, HS telah memasukkan berton-ton narkoba jenis sabu ke Indonesia yang didapat dari Malaysia. Dalam aksinya, HS dibantu oleh 8 orang yang berperan sebagai pengelola uang hasil kejahatan hingga membantu pencucian uang hasil penjualan narkoba. Sebagian uang haram ini digunakan untuk membeli aset-aset.

Gilang menyebut, terbongkarnya kasus TPPU itu menunjukkan bahwa peredaran narkoba di Indonesia masih sangat mengkhawatirkan.

“Kasus ini kembali membuka mata kita bahwa peredaran narkoba masih bisa dikendalikan dari dalam lembaga pemasyarakatan. Ini adalah masalah serius yang memang harus diatasi oleh penegak hukum,” ungkapnya.

Gilang pun memuji kerja sama lintas sektor sehingga berhasil mengungkap kasus besar seperti peredaran narkoba dan TPPU yang dikendalikan dari balik jeruji penjara tersebut. Menurutnya, kolaborasi dan sinergitas antar instansi yang baik adalah kunci dalam memberantas kejahatan terorganisir.

“Ditambah lagi dalam kasus ini tidak hanya melibatkan pengedar di lapangan tetapi juga bandar yang ada di dalam penjara hingga jaringan keuangan yang rumit,” sebut Gilang.

“Kita harus memastikan bahwa upaya sinergitas tidak berhenti di sini, tetapi terus diperkuat di masa depan,” imbuh Legislator dari Dapil Jawa Tengah II itu.

Seperti diketahui, kasus ini terungkap berawal dari informasi Ditjen PAS yang curiga terhadap HS sehingga melaporkannya kepada Bareskrim Polri. Bareskrim kemudian melakukan penyelidikan bekerja sama dengan Ditjen PAS dan sejumlah instansi terkait lainnya, termasuk PPATK.

Dari hasil penyelidikan, Polri menemukan bahwa meski berada di dalam bui, HS masih mengendalikan peredaran narkotika di wilayah Indonesia bagian tengah, seperti Kalimantan Utara, Kalimantan Timur dan Selatan, serta Sulawesi, dan lain-lain. Menurut hasil analisis PPATK, perputaran uang kelompok HS selama beroperasi melakukan jual beli narkoba mencapai Rp 2,1 triliun.

Gilang pun meyakini kasus pengendalian narkoba dari dalam lapas bukan hanya ini. Ia pun mendukung kepolisian untuk menggali informasi lebih banyak dari para tersangka agar bisa mengungkapkan kasus kejahatan lainnya yang dikendalikan dari dalam penjara.

“Apalagi informasinya HS ini sudah menyelundupkan narkotika jenis sabu sampai lebih dari tujuh ton dari luar negeri. Ini kan besar sekali. Perlu diselidiki lebih lanjut celah-celah yang memungkinkan kelompok tersebut beroperasi selama itu,” ucap Gilang.

“Kami harap dengan terbongkarnya kasus ini bisa menjadi peringatan keras bahwa lapas tidak luput dari operasi-operasi kejahatan mafia narkoba,” lanjutnya.

Dalam kasus ini, Polri berhasil menyita aset terpidana HS hasil TPPU narkoba yang mencapai Rp 221 miliar berupa 44 bidang tanah dan bangunan, 21 unit kendaraan roda empat (di antaranya mobil Ford Mustang, Rubicon, dan Land Rover), 28 unit kendaraan roda dua, 5 unit kendaraan laut (1 Speed Boat, 4 Kapal), dua unit kendaraan jenis ATV, dua buah jam tangan mewah, uang tunai Rp 1,2 miliar, serta Deposito Standard Chartered sebesar Rp 500 juta.

“PPATK juga sangat berperan dalam mengungkap aliran dana kejahatan narkoba ini. Dengan melacak dan membekukan aliran dana kelompok pelaku, operasi jaringan narkoba dapat dilemahkan dan hal tersebut juga untuk mencegah bandar dan kelompoknya menggunakan hasil kejahatannya untuk memperluas operasi mereka,” jelas Gilang.

Komisi III DPR yang membidangi urusan penegakan hukum kembali menegaskan, join operasi merupakan langkah tepat yang dilakukan oleh kepolisian sehingga bisa membongkar kasus-kasus besar. Gilang pun menyinggung ada sejumlah pengungkapan kasus besar narkoba berkat dilakukannya join operasi.

“Kami berharap ke depannya join operasi seperti ini harus sering dilakukan dan diutamakan agar Iebih banyak kasus besar terungkap. Bahkan dapat mencegah peredaran narkoba seperti yang baru-baru ini juga dilakukan Polda Aceh,” terangnya.

Polda Aceh diketahui berhasil menggagalkan upaya penyelundupan puluhan kilogram narkotika jenis sabu jaringan internasional asal Thailand. Kasus ini terungkap atas dasar laporan masyarakat, kemudian kepolisan bekerjasama dengan Bea Cukai dan BNN untuk menggagalkan penyelundupan itu.

Gilang menyebut penangkapan tersebut merupakan langkah signifikan dalam upaya memberantas peredaran narkotika di Indonesia. Kerjasama antara Polisi, Bea Cukai, dan BNN disebut menunjukkan komitmen yang kuat dalam melawan jaringan narkotika internasional. Dalam operasi ini, lebih dari 29 kilogram sabu berhasil disita di perairan Idi, Aceh Timur, dan enam tersangka ditangkap.

“Penindakan ini tidak hanya mencegah masuknya narkotika ke Indonesia, tetapi juga menyelamatkan ribuan nyawa dari bahaya penyalahgunaan narkoba. Artinya join operasi yang dilakukan berdampak positif bagi masyarakat,” urai Gilang.

Wakil Ketua BKSAP DPR itu pun berharap sinergitas antara penegak hukum dan instansi terkait semakin dimaksimalkan. Dengan begitu, kata Gilang, aparat penegak hukum bisa melacak dan melemahkan operasi jaringan narkoba serta mencegah para mafia narkoba menggunakan hasil kejahatannya untuk memperluas operasi mereka.

“Kolaborasi seperti itu sangat penting untuk meningkatkan efektivitas penegakan hukum dan memastikan bahwa jaringan narkotika tidak dapat beroperasi dengan leluasa,” katanya.

Lebih lanjut, Gilang menyebut digagalkannya penyelundupan narkotika dari Thailand di Aceh juga menunjukkan pentingnya pengawasan dan intelijen yang baik untuk mendeteksi dan mencegah kejahatan narkoba. Untuk itu, selain melakukan join operasi, ia menilai perlu juga pengawasan di daerah perbatasan yang rentan penyelundupan.

“Misalnya dengan menggunakan teknologi canggih seperti drone, radar, dan sistem pemantauan maritim untuk mendeteksi aktivitas penyelundupan. Tentunya dalam hal ini Polri dapat bekerja sama dengan instansi atau lembaga pertahanan negara seperti TNI dan Bakamla,” ujar Gilang.

Menurutnya, pemanfaatan teknologi dapat membantu memantau area yang sulit dijangkau oleh petugas. Gilang melanjutkan, aparat penegak hukum perlu juga melibatkan masyarakat lokal karena mereka sering kali memiliki pengetahuan dan informasi yang berharga tentang aktivitas mencurigakan.

“Dan pastikan perketat pintu-pintu masuk di daerah perbatasan antar negara, serta memperkuat hukum dan regulasi terkait penyelundupan serta memastikan penegakan hukum yang berat bagi pelaku penyelundupan dan mafia narkoba agar dapat memberikan efek jera,” tegasnya.

“Dengan pendekatan yang komprehensif dan terkoordinasi, pengawasan di daerah perbatasan dapat ditingkatkan untuk mencegah penyelundupan sekaligus melindungi keamanan serta kedaulatan negara,” pungkas Gilang.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER