MONITOR, Jakarta – Belasan warga Sukabumi menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan kini disekap di wilayah konflik Myawaddy, Myanmar. Komisi IX DPR meminta Pemerintah untuk segera melakukan operasi penyelamatan terhadap korban TPPO itu di mana mereka awalnya berniat menjadi PMI (pekerja migran Indonesia).
“Pemerintah bersama penegak hukum dan instansi terkait harus segera mengevakuasi para WNI yang menjadi korban TPPO di Myanmar. Kondisi mereka sudah sangat mengkhawatirkan sehingga Pemerintah harus segera menyelamatkan mereka,” kata Anggota Komisi IX Rahmad Handoyo, Jumat (13/9/2024).
Seperti diketahui, sebanyak 11 warga Sukabumi menjadi korban TPPO dan disekap oleh jaringan mafia perdagangan orang di Myanmar. Padahal awalnya para korban dijanjikan pekerjaan dengan gaji tinggi di Thailand.
Namun sesampainya di Thailand, mereka justru dijebak dan dipaksa bekerja di bawah ancaman dan tekanan di wilayah konflik Myanmar. Berdasarkan keterangan dari Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), jumlah korban TPPO dalam kasus ini kemungkinan bertambah di mana korban tak hanya berasal dari Sukabumi saja tapi juga dari berbagai daerah seperti dari Bandung hingga Bangka Belitung.
Proses evakuasi para korban yang dilakukan Pemerintah belum juga membuahkan hasil mengingat mereka berada di wilayah konflik yakni di Myawaddy, Myanmar yang merupakan lokasi konflik bersenjata dan saat ini dikuasai pihak pemberontak. Rahmad mengatakan, harus ada intervensi lebih agar para korban bisa segera dipulangkan ke Tanah Air.
“Negara harus melakukan upaya lebih. Kementerian Ketenagakerjaan, Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) bersama pihak Kementerian Luar negeri (Kemenlu) yang diwakilkan oleh pihak KBRI bekerja sama dengan TNI/Polri dapat menggandeng Interpol untuk membantu pembebasan warga kita,” tuturnya.
Terungkapnya kasus TPPO tersebut berawal dari rekaman video yang dikirimkan oleh salah satu korban bernama Samsul (39) yang sempat mengirim titik lokasi terakhir dirinya kepada keluarga di Sukabumi via aplikasi pesan. Pesan itu dikirim pada akhir Agustus 2024 lalu hingga akhirnya keluarga korban membuat laporan ke pihak berwajib.
Kemudian viral juga di media sosial sebuah video amatir yang memperlihatkan beberapa pria dalam sebuah ruangan. Mereka mengaku disekap di Myanmar setelah menjadi korban TPPO dan berharap pertolongan dari Pemerintah.
Berdasarkan informasi, mereka awalnya diiming-imingi bekerja sebagai admin kripto. Namun pada kenyataannya, mereka bekerja sebagai admin judi online dan dipaksa bekerja selama 15 jam tanpa gaji. Para korban juga mengaku mengalami penyiksaan dengan cara disetrum jika tidak mencapai target.
“Pemerintah harus bisa memastikan bahwa keselamatan WNI kita yang disekap itu menjadi prioritas utama,” tegas Rahmad.
Anggota Komisi di DPR yang membidangi urusan ketenagakerjaan dan PMI itu mengingatkan nyawa para korban TPPO ini terancam bahaya. Untuk itu, Rahmad meminta Pemerintah meningkatkan upaya dengan melakukan langkah-langkah maksimal dan strategis untuk menyelamatkan para korban.
“Kalau tidak cepat diselamatkan, para korban akan terus mengalami eksploitasi, dan kekerasan baik secara fisik maupun mental. Gerak cepat Pemerintah dan instansi terkait sangat kita harapkan,” ungkap Rahmad.
“Negara, khususnya Kemenaker bersama KBRI dan BP2MI agar segera merespons cepat melalui operasi penyelamatan. Kasihan anak-anak bangsa yang menjadi korban ini,” sambungnya.
Rahmad pun menyoroti kasus TPPO terhadap para WNI yang sudah kerap terjadi namun antisipasi masih kurang maksimal. Terutama kasus TPPO pada kejahatan online scam.
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) melaporkan, sebanyak 698 WNI menjadi korban TPPO sepanjang tahun 2024. Sedangkan Kemenlu menerima 107 laporan korban TPPO, di mana sebanyak 44 orang sudah berhasil dipulangkan namun sisanya masih berada di Myawaddi, Myanmar.
Untuk WNI yang terlibat online scam, Kemenlu dan Perwakilan RI telah menangani 3.703 orang sejak tahun 2020 hingga Maret 2024. Melihat banyaknya WNI yang menjadi korban TPPO di luar negeri, Komisi IX DPR menekankan pentingnya langkah preventif untuk pencegahan terutama bagi masyarakat di daerah yang kerap menjadi korban online scam.
“Dalam hal ini, BP2MI harus melakukan tindakan pencegahan bekerja sama dengan kementerian/lembaga terkait dan pemerintah daerah agar sosialisasi dan edukasi sampai kepada seluruh lapisan masyarakat,” jelas Rahmad.
Seringkali, korban TPPO adalah masyarakat yang ingin bisa berangkat kerja ke luar negeri melalui jalur cepat. Biasanya mereka nekat berangkat karena mendapat iming-iming gaji besar padahal perusahaan yang menawarkan pekerjaan tidak jelas.
Oleh karenanya, Rahmad mengingatkan agar edukasi terkait hal ini harus semakin masif sehingga masyarakat lebih hati-hati.
“Masyarakat harus betul-betul mendapat literasi agar saat ingin bekerja ke luar negeri, harus melalui jalur resmi. Sehingga calon PMI dapat dipastikan bekerja dengan perusahaan apa, siapa yang bertanggung jawab serta jelas hak dan kewajibannya,” papar Legislator dari Dapil Jawa Tengah V itu.
Lebih lanjut, Rahmad mengatakan sosialisasi berisi informasi ke masyarakat terkait banyaknya kasus TPPO juga harus semakin ditingkatkan. Informasi edukatif sangat penting agar masyarakat tidak tergiur berangkat ke luar negeri lewat jalur mandiri yang tidak resmi.
“Edukasi tentang cara-cara aman mencari pekerjaan di luar negeri sangat penting. Ini yang saya kira masih kurang, terbukti masih banyak warga yang menjadi korban penipuan dan kejahatan TPPO,” sebut Rahmad.
“Dan kami mengimbau kepada masyarakat agar hati-hati saat mendapat iming-iming gaji besar bekerja di luar negeri. Jangan sampai tergiur dengan janji palsu tersebut, harus pastikan dulu legitimasi dan keamanan perusahaan serta perjanjian kerjanya seperti apa,” imbaunya.
Di sisi lain, Rahmad juga mengingatkan pentingnya peningkatan pengawasan dan penegakan hukum terhadap agen-agen tenaga kerja yang tidak resmi dan terlibat dalam perdagangan manusia.
“Indonesia perlu memperkuat kerjasama internasional untuk memerangi perdagangan manusia, termasuk dengan negara-negara tetangga dan organisasi internasional,” ucap Rahmad.
“Pengawasan terhadap agen tenaga
kerja dan penegakan hukum terhadap pelaku TPPO masih lemah. Ini membuat para pelaku merasa aman untuk terus melakukan praktik ilegal mereka,” imbuhnya.
Selain itu, Rahmad mendorong Pemerintah untuk meningkatkan diplomasi dengan negara-negara yang banyak menjadi lokasi kejahatan TPPO. DPR sendiri melalui diplomasi parlemen juga senantiasa mengangkat isu perlindungan PMI.
“Jalur diplomasi punya peranan yang sangat besar, termasuk bagaimana ketegasan Indonesia terhadap tindakan-tindakan TPPO karena sudah banyak sekali warga kita yang menjadi korban. Indonesia harus menunjukkan taringnya terhadap kejahatan perdagangan orang ini,” tukas Rahmad.
Isu perdagangan manusia diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Dalam UU tersebut, diterangkan sejumlah ancaman pidana bagi pelaku perdagangan orang.
Dalam UU tersebut dijelaskan, Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
Dalam beberapa kasus, ditemukan jaringan mafia perdagangan orang yang juga datang dari dalam negeri. Adapula oknum-oknum birokrat yang turut terlibat membantu penyaluran WNI untuk bekerja ke luar negeri lewat jalur-jalur tidak resmi.
“Untuk kasus kali ini kami meminta siapa saja yang terlibat dalam perekrutan harus bisa mempertanggungjawabkannya. Dan apabila terbukti merupakan jaringan TPPO, mereka juga harus dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku,” pungkas Rahmad.