Rabu, 18 September, 2024

DPR Usul Penandaan Pelat Bagi Warga yang Belum Bisa Pakai QR Code Saat Pembelian Pertalite Dibatasi

MONITOR, Jakarta – DPR mendukung rencana kebijakan pembatasan pembelian pertalite yang akan mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober mendatang agar program BBM bersubsidi tepat sasaran. Meski begitu, Komisi VII DPR meminta Pemerintah untuk menyiapkan beberapa skema alternatif selain penggunaan QR Code dalam implementasinya.

“Dengan pembatasan BBM dan menggunakan QR Code diharapkan subsidi BBM benar-benar diterima oleh mereka yang membutuhkan,” kata Wakil Ketua Komisi VII Eddy Soeparno, Rabu (11/9/2024).

Saat ini skema pemakaian QR Code di aplikasi MyPertamina sebenarnya sudah dilaksanakan melalui program subsidi tepat Pertamina. Skema ini nantinya akan berkesinambungan dengan kebijakan pembatasan pembelian pertalite yang akan mulai berlaku pada 1 Oktober 2024.

Meski sudah banyak yang memanfaatkan program subsidi tepat Pertamina, Eddy mengingatkan agar masyarakat penerima subsidi BBM di daerah 3TP (tertinggal, terdepan, terluar dan perbatasan) diakomodir dari sisi kemudahan dalam rencana pembatasan pembelian pertalite mengingat di daerah masih banyak infrastruktur teknologi yang belum memadai.

- Advertisement -

“Saat ini penggunaan QR code sudah di atas 30 juta-an, itu juga sudah mencakup daerah-daerah. Tapi harus ada skema alternatif untuk mengakomodir semua masyarakat. Untuk di daerah-daerah terpencil dan terpelosok itu di mana QR code belum bisa digunakan mungkin bisa dengan cara lain untuk teknisnya,” papar Eddy.

Adapun Pemerintah saat ini sedang menyiapkan kriteria untuk menyaring siapa saja yang boleh membeli pertalite ketika pembatasan sudah diterapkan 1 Oktober. Selain kriteria, masyarakat yang diperbolehkan membeli juga bakal dibatasi kuota maksimal per hari.

Batas maksimal pembelian Pertalite per hari itu berkaca pada pembatasan Solar yang sebelumnya sudah diterapkan lewat surat Keputusan Kepala BPG Migas nomor 4 tahun 2020, yang mengatur batasan maksimal oleh konsumen pengguna.

Nantinya semua konsumen pengguna BBM subsidi akan terdaftar di dalam sistem seperti halnya pengguna Solar. Artinya, hanya pengguna kendaraan yang teregister yang bisa membeli pertalite dengan sistem pembelian menggunaan QR code.

Wacana tersebut menuai pro dan kontra, apalagi bagi masyarakat yang belum melek teknologi. Untuk itu, Eddy menilai perlu ada alternatif sistem QR code bagi masyarakat yang masih kesulitan dalam hal sarana.

“Kalau yang belum bisa menggunakan, misalnya bisa mereka membawa surat yang menunjukkan mereka itu berhak untuk membeli BBM atau pelat nomornya di tandain,” jelas Legislator dari Dapil Jawa Barat III itu.

“Saya kira ada beberapa cara yang bisa dilakukan secara teknis untuk melaksanakan program BBM tepat sasaran,” imbuh Eddy.

Untuk masyarakat yang ingin mendapatkan QR code untuk pembelian pertalite bisa mendaftar pada program Subsidi Tepat MyPertamina melalui website subsiditepat.mypertamina.id dengan melampirkan sejumlah persyaratan sehingga dapat diketahui apakah memenuhi kriteria sebagai penerima BBM bersubsidi.

Adapun dokumen yang dibutuhkan sebagai persyaratan antara lain adalah KTP, STNK, dan foto kendaraan. Setelah itu, akan ada proses pencocokan data maksimal 7 hari kerja di alamat email yang telah didaftarkan. Setelah terkonfirmasi sebagai masyarakat yang berhak menerima BBM bersubdi, pendaftar dapat mengunduh kode QR atau QR code dan simpan untuk bertransaksi di SPBU Pertamina.

“Pemanfaatan QR code untuk pembelian BBM bersubsidi saat ini juga sudah berjalan, di mana QR code itu digunakan untuk membeli pertalite dan solar bersubsidi,” terang Eddy.

Eddy pun menjelaskan soal QR code yang saat ini sudah terimplementasi dengan yang akan digunakan pada tanggal 1 Oktober nanti. Untuk masyarakat yang sudah memiliki QR code bisa tetap membeli BBM bersubsidi meskipun sudah dibatasi.

Sedangkan pada program pembantasan pembelian pertalite yang baru akan diberlakukan, QR code hanya boleh dimiliki dan bisa digunakan bagi masyarakat yang berhak menerima BBM bersubsidi.

“Kalau sekarang siapapun yang memiliki QR code bisa membeli BBM bersubsidi. Nantinya siapapun yang mendapatkan QR code itu sudah pasti adalah masyarakat yang berhak atas subsidi,” ungkapnya.

Pada program Subsidi Tepat, Pemerintah membuat kebijakan BBM bersubsidi hanya untuk kendaraan dengan kapasitas mesin di bawah 1400 cc. Namun hal tersebut dianggap masih belum efektif untuk menggolongkan masyarakat yang berhak mendapatkan BBM bersubsidi.

“Karena dalam praktiknya selama ini, penyaluran BBM bersubsidi masih belum tepat sararan. Masih banyak masyarakat mampu dan masyarakat yang tidak berhak tapi ikut menikmati BBM bersubsidi,” ungkap Eddy.

Komisi VII DPR yang membidangi urusan energi sudah lama mendorong wacana pengurangan kelompok penerima BBM bersubsidi. Sebab berdasarkan evaluasi, 80% pengguna pertalite BBM bersubsidi itu justru adalah masyarakat yang tidak berhak menerimanya.

Dengan kompensasi Jenis BBM Tertentu (JBT-Solar) dan Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP-Pertalite) tahun 2024 yang diperkirakan mencapai senilai Rp 163 triliun tapi digunakan oleh masyarakat mampu sebanyak 80% dari kuota subsidi, hal itu menurut Eddy membuat negara dan masyarakat yang membutuhkan rugi.

“Akhirnya yang menjadi korban adalah masyarakat yang berhak menerima BBM bersubdisi. Maka pembatasan pembelian pertalite ini saya kira bisa mendukung upaya agar BBM bersubsidi menjadi tepat sasaran,” urainya.

“Dan kita tahu volume penggunaan BBM setiap tahun naik sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Jika tidak dikelola secara ketat, Pemerintah akan menanggung subsidi yang lebih besar lagi ke depannya, yang sayangnya tidak tepat sasaran,” tambah Eddy.

Eddy juga mengingatkan, BBM sebagai produk impor menguras banyak devisa negara. BBM bersubsidi juga akan semakin membebani APBN jika harga pasaran minyak dunia naik dan kurs USD terhadap Rupiah menguat.

“Maka penting sekali dikeluarkan kebijakan yang efektivitasnya lebih maksimal sehingga dapat dipastikan hanya kelompok masyarakat yang memenuhi kriteria yang berhak menerima bantuan subsidi BBM,” tuturnya.

Meski begitu, Eddy mengingatkan agar Pemerintah mengkomunikasikan kebijakan ‘pembatasan BBM bersubsidi’ tersebut secara baik kepada publik. Aturan teknis yang saat ini tengah disusun Pemerintah terkait pembatasan BBM bersubsidi juga harus memuat asas keadilan.

“Sosialisasikan secara mendetail, beri edukasi kepada masyarakat mengapa program pembatasan pertalite harus dilakukan agar kebijakan dapat diterima dengan baik. Karena ketidakakuratan informasi akan membuat masyarakat resah,” pesan Eddy.

Lebih lanjut, Eddy mengatakan Pemerintah dan Pertamina perlu melakukan pengawasan ketat agar QR code bagi masyarakat yang berhak tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak nakal.

“Pastikan tidak ada yang mencari celah untuk mendapat keuntungan dari kebijakan baru nanti. Prinsipnya kebijakan pembatasan pembelian pertalite bertujuan agar BBM bersubsidi betul-betul diterima oleh masyarakat yang berhak,” tegasnya.

“Tidak boleh ada kecurangan dari kebijakan yang diperuntukkan bagi rakyat yang membutuhkan ini,” pungkas Eddy.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER