Minggu, 24 November, 2024

Ada Suspect Baru Mpox, Puan Minta Pemerintah Perkuat Jaring Pengaman Layanan Kesehatan

MONITOR, Jakarta – Ketua DPR RI Puan Maharani meminta Pemerintah memperkuat jaring pengaman layanan kesehatan terkait penyakit monkeypox (Mpox) atau cacar monyet. Hal tersebut lantaran adanya 3 warga yang menjadi suspect baru kasus Mpox.

“Pemerintah perlu segera memperkuat jaring-jaring pengaman layanan kesehatan untuk Mpox dengan tindakan-tindakan yang lebih komprehensif dan terkoordinasi. Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat juga harus menjadi prioritas utama agar rakyat paham risiko dan cara pencegahan penyakit ini,” ujar Puan, Kamis (5/9/2024).

Mpox sendiri merupakan penyakit serius yang harus segera ditangani. Oleh karenanya, Puan menilai diperlukan terobosan untuk mencegah agar Mpox tidak menjadi potensi gelombang pandemi baru.

“Penyakit ini harus kita cegah bersama jangan sampai jadi gelombang pandemi. Kita harus melindungi kesehatan rakyat Indonesia,” tegas perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.

- Advertisement -

Adapun suspect Mpox ditemukan pada 3 warga yang tinggal di kawasan Ulu Palembang, Sumatera Selatan. Kendati hasil 3 suspect itu telah dinyatakan negatif Mpox berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, Pemerintah tetap diimbau untuk mempersiapkan langkah-langkah komprehensif sebagai antisipasi terhadap skenario terburuk yang mungkin terjadi.

“Kita harus terus waspada dengan menyiapkan langkah konkret. Pastikan semua tenaga medis memahami SOP apabila ditemukan suspect kasus Mpox, dan semua faskes juga harus siap infrastrukturnya,” ungkap Puan.

Meski bukan penyakit mematikan, penyakit Mpox yang terjadi karena infeksi virus MPXV itu mudah menular. Penularan virus Mpox antar-manusia dapat terjadi melalui kontak langsung berupa berjabat tangan, bergandengan, dan termasuk kontak seksual.

Virus MPXV sendiri merupakan spesies dari genus Orthopoxvirus. Ada dua clade virus MPXV, yaitu Clade I (dengan subclade Ia dan Ib) dan Clade II (dengan subclade IIa dan IIb). Clade Ia dan Ib memiliki manifestasi klinis yang lebih berat bila dibandingkan dengan Clade II.

Varian Mpox Clade I, baik 1a maupun 1b, belum terdeteksi di Indonesia. Sejak 2022 hingga saat ini, varian yang ditemukan di Indonesia adalah varian Clade II. Sebanyak 88 kasus Mpox yang ditemukan di Indonesia juga telah dinyatakan sembuh.

Meski begitu, Puan mengatakan pencegahan penyebaran Mpox harus jadi prioritas mengingat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan situasi penyakit Mpox terkini sebagai ‘kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia’.

“Untuk itu harus ada langkah-langkah pencegahan yang tepat. Langkah skrining di pintu-pintu masuk wilayah Indonesia dan vaksin bagi kelompok rentan sudah cukup akurat,” sebut mantan Menko PMK itu.

Puan pun mengimbau kepada masyarakat yang mengalami gejala Mpox untuk segera melakukan pemeriksaan ke fasilitas kesehatan. Dan bila ternyata dinyatakan sebagai suspect Mpox, pasien harus melakukan isolasi mandiri hingga gejalanya mereda.

“Proses pemeriksaan laboratorium yang cepat dan akurat juga harus menjadi prioritas, serta penyediaan obat-obatan dan peralatan medis yang memadai harus tersebar di semua faskes termasuk yang berada di daerah-daerah,” terang Puan.

Mpox memiliki masa inkubasi sekitar 3 hingga 17 hari di mana gejalanya mirip seperti cacar air, namun cacar monyet memiliki bentuk luka seperti leci di mana bekas lukanya berwarna hitam dan menyebar di tubuh orang yang terpapar.

Sejumlah gejala yang dapat diperhatikan oleh masyarakat terkait Mpox ini adalah adanya ruam di tangan, kaki, dada, wajah, mulut atau di dekat alat kelamin. Selain itu pasien Mpox biasanya mengalami demam, panas dingin, pembengkakan kelenjar getah bening, kelelahan, nyeri otot dan sakit punggung, serta sakit kepala dan gejala pernafasan (misalnya sakit tenggorokan, hidung tersumbat, atau batuk).

Puan mengingatkan, surveilans di seluruh fasilitas kesehatan harus dilakukan dengan optimal demi mencegah penyebaran Mpox.

“Isolasi mandiri bagi suspect merupakan langkah penting dalam mengurangi risiko penyebaran penyakit, tetapi sosialisasi tentang kapan dan bagaimana melakukannya dengan benar harus lebih intensif,” imbuh cucu Bung Karno tersebut.

Terkait obat-obatan Mpox yang kasusnya banyak ditemukan di Afrika itu, Kemenkes sudah menyiapkan pemberian terapi simtomatis, tergantung derajat keparahan kasus. Pasien dengan gejala ringan dapat melakukan isolasi mandiri di rumah dengan pengawasan dari puskesmas setempat, sedangkan pasien dengan gejala berat harus dirawat di rumah sakit.

Puan pun menilai, pengawasan berkelanjutan terhadap kasus-kasus yang ada, dan penerapan protokol kesehatan harus diperketat. Selain itu koordinasi antara dinas kesehatan, puskesmas, dan rumah sakit harus diperkuat untuk memfasilitasi respons yang cepat dan efektif.

“Menerapkan sistem pelaporan yang memadai dan cepat juga penting untuk dilakukan. Pengembangan vaksin atau terapi yang efektif jika tersedia, juga harus menjadi prioritas untuk mencegah penyebaran lebih lanjut,” ucap Puan.

Sebelumnya DPR RI bersama parlemen negara-negara Afrika telah sepakat bersinergi untuk memerangi wabah Mpox. Kesepakatan itu turut menjadi kesimpulan dalam Indonesia-Africa Parliamentary Forum (IAPF) yang dihelat DPR RI baru-baru ini.

Dalam upaya mengurangi penyebaran Mpox di Tanah Air, pemerintah juga telah melaksanakan beberapa langkah pencegahan, salah satunya dengan melakukan pemeriksaan kesehatan di setiap pintu masuk internasional. Pemeriksaan tersebut meliputi pemasangan thermal scanner untuk mendeteksi suhu tubuh penumpang, terutama mereka yang baru tiba dari luar negeri.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER