MONITOR, Jakarta – Ribuan driver ojek online (ojol) dan kurir online hari ini melakukan demo pada sejumlah titik di kawasan Jakarta dengan tuntutan utama soal tarif layanan antar barang dan makanan yang belum diatur oleh Pemerintah. Komisi IX DPR RI menilai permasalahan menyangkut driver ojol akan terus berkembang selama status atau legalitasnya belum jelas.
“Masalah ojol ini kan complicated karena hubungan antara aplikator dan pengendara ojol bukan hubungan kerja melainkan kemitraan, maka perlindungan driver ojol sebagai tenaga kerja menjadi sulit karena belum ada aturannya,” kata Anggota Komisi IX Rahmad Handoyo, Jumat (30/8/2024).
Sebagai mitra dari perusahaan transportasi online, artinya pendapatan driver ojol masih tergantung dari aktif tidaknya pengemudi dalam mengambil order. Hal tersebut menjadi salah satu tuntunan dari demo driver ojol hari ini di mana mereka meminta Pemerintah melegalkan status profesi driver ojol dalam suatu aturan kebijakan Pemerintah sehingga pihak aplikator tidak membuat aturan secara sepihak.
Oleh karenanya, Rahmad mendorong agar Pemerintah memberi perhatian lebih serius terkait legalitas driver ojol sebagai profesi kemitraan.
“Ini masalah yang belum selesai itu kan pada status mereka yang belum ada legalitasnya. Jadi kalaupun mau menuntut soal kejelasan tarif kepada pihak aplikator, ya posisi mereka tidak kuat,” ujarnya.
Rahmad menegaskan kejelasan terkait status driver online ini harus segera diselesaikan. Saat ada kejelasan legalitas profesi, maka persoalan-persoalan lain akan diselaraskan melalui aturan yang mengikat.
“Katakanlah apakah masuk dalam kategori Perjanjian Kerja dengan Waktu Tertentu (PKWT), atau mungkin jenis pekerjaan baru sebagai profesi pekerjaan kemitraan yang aturannya disusun melalui aturan pemerintah agar posisi driver jelas sehingga membuat perlindungan sosial bagi mereka, paling tidak THR atau apapun namanya,” terang Rahmad.
Dengan kepastian yang jelas, menurut Rahmad, maka berbagai unsur perlindungan driver ojol lainnya sebagai pekerja secara otomatis juga akan memiliki kepastian.
“Termasuk dalam hal tarif pengantaran barang atau kurir serta pemotongan dari aplikator juga tidak menjadi berat sebelah,” tukas Legislator dari Dapil Jawa Tengah V itu.
Adapun demo dilakukan ribuan driver ojol karena keberatan dengan beban potongan tarif yang ditetapkan operator. Para driver ojol berharap agar Pemerintah bisa turut andil dalam persoalan tersebut lewat Permenkominfo No. 1 Tahun 2012 tentang formula tarif layanan pos komersial.
Dalam pasal 1 ayat 5 Permenkominfo itu, Pemerintah tidak ikut menetapkan tarif layanan pos komersial. Artinya mengenai tarif diserahkan kepada pasar atau masing-masing perusahaan di mana potongan tarif untuk operator semakin terus naik, hingga terakhir berkisar sebesar 30% dari total potongan tarif dari yang awalnya hanya 10%.
Para driver ojol juga meminta Pemerintah untuk mengevaluasi dan memonitor kembali bentuk kegiatan bisnis dan program aplikator yang dianggap mengandung unsur ketidakadilan terhadap mitra pengemudi ojek online dan kurir online di Indonesia.
“Karena belum adanya kejelasan status driver, maka aturan akhirnya belum detil. Bagian aplikator di Kominfo, lalu nanti ada juga di Kemenhub untuk transportasinya, sementara status ketenagakerjaannya sendiri tidak mendapat perhatian,” urai Rahmad.
“Akhirnya perlindungan kesejahteraan buat driver ojol juga belum mendapat porsi berlebih padahal ada bangyak warga yang saat ini berprofesi sebagai driver ojol,” sambungnya.
Berdasarkan informasi dari GARDA (Gabungan Aksi Roda Dua) tahun 2020, ada lebih dari 4 juta driver ojol yang tersebar di seluruh Indonesia.
“Artinya ada jutaan orang yang harus dilindungi Pemerintah dalam hal kesejahteraannya, ini belum termasuk keluarga driver ojol yang ada di rumah mereka masing-masing,” tegas Rahmad.
Komisi IX DPR yang membindangi urusan ketenagakerjaan itu pun mendesak agar Pemerintah segera membahas dan menyusun regulasi ketenagakerjaan bagi sopir ojol. Rahmad menilai hai ini penting mengingat jumlah driver ojol berpotensi terus meningkat setiap waktu.
“Karena profesi driver ojek online ini juga kerap menjadi batu loncatan bagi masyarakat yang belum mendapatkan pekerjaan tetap untuk mencari penghasilan. Apalagi saat ini angka pengangguran di Indonesia terus bertambah,” paparnya.
“Banyak PHK di mana-mana sekarang, dan mereka yang di-PHK banyak yang memilih untuk menjadikan ojek online sebagai ladang pencarian untuk memenuhi kebutuhan hidup,” imbuh Rahmad.
Meskipun jenis pekerjaan driver online bersifat sementara bagi yang menjadikannya sebagai batu loncatan, Komisi IX DPR menilai bukan berarti lantas kesejahteraan mereka menjadi ala kadarnya tergantung kebijakan aplikator. Rahmad menegaskan, harus ada kepastian aturan untuk perlindungan para driver ojol.
“Dan sangat penting Negara hadir bagi teman-teman driver ojol ini karena ojol sudah menjadi kebutuhan masyarakat sehari-hari. Bahkan pejabat dan tokoh penting juga banyak yang suka menggunakan jasa layanan ojol,” ungkapnya.
“Jadi beri perhatian lebih, jangan mentang-mentang pekerja non-formal terus kesejahteraan mereka terabaikan. Berk kejelasan melalui legalitas status mereka,” tambah Rahmad.
Rahmad menjelaskan, permasalah ojol ini menjadi kompleks karena belum ada legalitas status posisi pekerjaan kemitraan seperti driver ojol sehingga aturannya masuk dalam ranah bisnis to bisnis.
“Akhirnya terjadi perang tarif antara aplikator, yang ujung-ujungnya driver lagi sebagai korban. Sementara peran driver ojol juga membantu pergerakan perekonomian,” ujarnya.
Untuk saat ini, Rahmad pun mendorong Pemerintah untuk memberi imbauan dan teguran kepada operator untuk menyesuaikan potongan tarif yang tidak merugikan driver dan konsumen. Ia meminta platform mempertimbangkan beban kerja para driver yang sehari-harinya berada di jalan dengan risiko keamanan yang cukup tinggi.
“Mereka kalau salah sedikit saja langsung kena penalti dengan pemutusan mitra kerja sama. Artinya harus ada jaminan yang juga sama besarnya terhadap perlindungan kesejahteraan mereka,” kata Rahmad.
Komisi IX DPR juga mendorong Pemerintah melakukan koordinasi intensif dengan pihak operator aplikasi, dan juga serikat driver ojol. Rahmad berharap ada jalan tengah yang didapatkan dari tuntutan massa driver ojek online.
“Ya sebaliknya untuk penyelesaian mereka perlu duduk bersama mencari win-win solution agar dipikirkan hal-hal dasar yang dibahas. Pemerintah harus memfasilitasi,” sebutnya.
Untuk ke depan, Rahmad menilai diperlukan penyelesaian komprehensif mengenai nasib status driver ojol terkait legalitas profesi dan aturan tarif. Menurutnya, aturan rigid diperlukan agar tidak ada kesan mengeksploitasi pekerja.
“Kalau belum jelas, artinya kan ada kesan eksploitasi. Karena perlindungan sosial dan hak hak lainnya tidak diperhatikan atau diabaikan,” tegas Rahmad.
Rahmad menekankan bahwa kesejahteraan driver dan kurir online harus diperhatikan juga termasuk pemberian jaminan kesehatan dan keamanan karena pekerjaan driver ojol cukup berisiko. Rahmad mendorong Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Kominfo dan Kementerian Perhubungan membahas bersama dengan para perusahaan transportasi online mengenai perlindungan bagi para driver ojol.
“Buat aturan yang jelas, lintas instansi yang terkait. Beri kejelasan driver ojol ini posisinya gimana,” tekan Rahmad.
DPR RI dengan Kementerian Ketenagakerjaan sejak bulan Maret 2024 juga telah membahas rencana pemberian THR (tunjangan hari raya) terhadap driver online. Namun hingga hari ini masalah tersebut masih juga belum ada kejelasan karena tidak adanya legalitas profesi driver ojol yang sifatnya kemitraan dengan perusahaan.