Selasa, 10 September, 2024

Redesain Managemen Strategis Kemenag, Dari Service Menuju Hospitality 

MONITOR, Jakarta – Kualitas dan reputasi sektor public, ditentukan oleh salah satunya pada keunggulan tata kelolanya. Manajerial kelembangaan yang baik dan mumpuni mampu mengakselerasi visi, misi dan tujuan lembaga. Pada sisi lainnya, tatanan tersebut dapat menjawab kebutuhan dan kepuasan pengguna layanan publik.

Kementerian Agama di usianya yang ke-78 tahun merupakan salah satu lembaga layanan publik yang kian menjadi rujukan dan sorotan. Berbagai prestasi multi-bidang didapatkan, buah dari kerja inovatif dan visioner dari Menteri Agama Yaqut Cholil Qaumas dan jajarannya.

Kementerian Agama telah menorehkan beragam prestasi yang membanggakan. Telah mampu berevolusi menjadi Kementerian yang transparan, dengan layanan yang murah, cepat, dan akuntabel. Tak heran jika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan predikat Opini Wajar Tanpa Pengeceualian (WTP) dalam empat tahun berturut-turut.

Kementerian PAN-RB memberikan penghargaan kepada Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sebagai “Pembina Pelayanan Publik Terbaik”. Survei Indeks ber-AKHLAK (akronim dari Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif) juga memasukkan Kementerian Agama dalam kategori Best Starter Harmony. Dengan skor indeks yang mencapai 70,4, budaya kinerja Kementerian Agama juga dinilai cukup sehat.

- Advertisement -

Kemenag juga mampu menggerakkan wakaf ASN hingga 4,6 miliar rupiah, Badan Wakaf Indonesia (BWI) Awards 2022 juga menempatkan Kementerian Agama sebagai “Mitra Wakaf Aparatur Sipil Negara (ASN) Terbaik”. Selain itu, penghargaan dari media melalui Moeslim Choice Award 2022 untuk kategori Good Governance. Tempo Ministry Award (TMA) 2022, bahkan memberikan tiga penghargaan sekaligus bagi Kementerian Agama, kategori Pengelolaan Komunikasi Terbaik, Pengelolaan Website Terbaik, dan kategori Pengelolaan Media Massa Terbaik.

Berbagain prestasi dan rekognisi tersebut, sekan telah menjawab visi Kementerian Agama tahun 2020-2024, yaitu menjadi Kementerian Agama yang professional dan andal dalam membangun masyarakat yang saleh, moderat, cerdas dan unggul untuk mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berdasarkan gotong royong. Dengan kata lain Kemenag semakin matang dan telah melakukan peran-peran strategis dalam pembinaan umat beragama di negeri ini.

Di tengah prestasi yang diraih, tantangan yang dihadapi, Kemenag terus berbenah, melakukan perbaikan dan kebaharuan, sehingga dapat menjadi semakin baik, dalam memberikan layanan kepada umat. Tata kelola kelembagaan harus diupayakan senatiasa sejalan dengan komitmen pada visi dan misi. Selain pada upayanya melalukan invensi, kreasi dan inovasi untuk menjawab tantangan perubahan zaman dan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, tata kelola managemen perubahan (bukan perubahan managemen), perlu dilakukan untuk refreshment dan menyesuaikan diri dengan perkembangan dunia kontemporer.

Tulisan ini akan mengangkat tema Layanan (service) menuju Keramahan (hospitality): Redesain Managemen Strategis Sektor Publik. Sebagai bekal terbaik sebagai aparatur sipil negara yang diberikan mandat melayani umat pada Kementerian Agama RI.

Redesain Managemen Strategis

Buku Modul Manajemen Strategis Sektor Publik Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II, Konsep Manajemen Strategis menjadi penting diterapkan dalam konteks organisasi public. Mengingat tantangan yang dihadapi pemerintahan saat ini sangat kompleks dan dinamis. Sejalan dengan perubahan-perubahan besar yang ditandai dengan VUCA (volatility, uncertainty, complexity, ambiguity).

Kita perlu melakukan redesain manajemen strategis sektor public, agar layanan yang diberikan menjadi bermakna, tuntas, cepat, dan murah dengan langgam tata kelola yang solutif. Negara hadir di Tengah masalah-masalah yang dihadapi Masyarakat. Dalam konteks Kemenag adalah masalah keagamaan, kebangsaan, dan global yang membutuhkan tangan-tangan dingin pejabat public.

Dalam persepektif perkembangan paradigma Administrasi Publik, model Administrasi Publik Lama (Old Public Administration/OPA), yang dicirikan dengan pengambilan keputusan top-down, hirarkis, dan kaku telah memunculkan gelombang ketidakpuasan yang bermuara pada tuntutan untuk menyusun ulang pendekatan birokrasi yang mampu memenuhi kebutuhan publik sebagaimana sektor swasta.

Hal ini telah memicu lahirnya model Administrasi Publik Baru (New Public Management/NPM), dengan jargon “mengarahkan, bukan mengayuh” (steering, not rowing), yang menekankan pada minimalitas peran pemerintah serta mendorong privatisasi penyelenggaraan kebutuhan publik.

Corak neo-liberalisme yang pekat pada NPM melahirkan kritik terkait bagaimana lebih memajukan semangat demokrasi, partisipasi, transparansi, akuntabilitas, dan ko-kreasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, yang melahirkan paradigma Pelayanan Publik Baru (New Public Service/NPS) dan juga kemudian Tata Kelola Pemerintahan atau New Public Governance. (Purwanto & Novianto, 2021).

Kemenag memahami dengan baik, akan tuntutan Masyarakat pengguna dengan layanan yang semakin mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Profesional yang dipadukan dengan local wisdom. Karakter menjadi kunci untuk melakukan perubahan, dengan kesadaran akan pentingnya kemaslahatan.

Dengan prinsip doing more with limited resources, tata kelola kepemerintahan (governance) menawarkan kekuatan jejaring dan kolaborasi dari birokrasi, masyarakat, organisasi masyarakat sipil, dan akademia dalam merumuskan solusi-solusi atas permasalahan publik (Ansell & Torfing, 2021). Perkembangan terakhir, muncul konsep Smart Governance yang berupaya mengelaborasi kemajuan dan kecanggihan teknologi dalam tata kelola pemerintahan, yang didukung dengan kebijakan, struktur, dukungan sumber daya, dan aturan main untuk menciptakan kolaborasi guna mencapai tujuan bersama (van Winden, 2008; Chourabi et al, 2012; Bolivar & Meijer, 2016).

Kementerian Agama dalam hal ini mengupayakan beragam terobosan tata kelola kelembagaan yang egeliter dan berkeadilan. Tata kelola NPS dengan penyempurnaanya pada kehadiran perangkat teknologi mumpuni menjadi distingsi konsep managemen yang dilakukan. Transformasi digital untuk layanan umat menjadi jargon penting, buah dari perubahan paradigma layanan di maksud.

Keterlibatan ekosistem digital dalam berbagai aspek penyelenggaraan pemerintahan, membuat lembaga ini mampu tumbuh sebagai pelayan publik yang baik. Sehingga, hal ini perlu terus menerus ditingkatkan dan dikuatkan, agar tidak hanya berorientasi pada melayani (service) melainkan keramahan (hospitality).

From Service to Hospitality

Les Roches meguraikan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara layanan (service) dengan keramahan (hospitality). Layanan atau service merupakan suatu proses dan tindakan yang dilakukan untuk membantu dan memberikan dukungan kepada seorang pelanggan dalam memenuhi kebutuhannya. Sementara hospitality, memiliki arti sebagai suatu usaha yang dilakukan untuk melayani hingga memberikan kepuasan dan kesenangan di dalam diri pelanggan.

Akh Muzzaki (2024) dalam tulisanya menempatkan hospitality tidak berhenti pada praktik penunaian pekerjaan layanan itu semata. Anda harus meningkatkan kualitas layanan kepada tingkat yang lebih besar yang diilustrasikan dengan rumpun konsep warna. Will Guidara (2022:5) dijelaskan Akh Muzzaki, “color” means you make people feel great about the job you’re doing for them.” Terjemahan mudah begini: “Warna” berarti Anda membuat orang merasa senang dengan pekerjaan yang Anda lakukan untuk mereka. Kata kuncinya adalah making people feel great. Membuat orang merasa senang.

Hospitality berorientasi kepada persoalan kepuasan. Memberi pelayanan (service) tak serta-merta berarti kita telah menyelenggarakan keramahtamahan. Service itu hanya awal, hospitality itu ujung dari proses kerja pelaksanaan. Kalau boleh diungkapan dengan kalimat lain, service itu hanya kulit, sementara hospitality adalah isinya. Service merupakan suatu tindakan atau proses yang perlu menjadi standar, dalam setiap tata kelola kelembagaan publik yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pengguna layanan kelembagaan public.

Sederhanya, melalui hospitality, masyarakat dapat merasa puas dan senang hingga punya alasan untuk kembali lagi untuk menggunakan produk atau jasa yang diberikan oleh Lembaga, dalam konteks ini Kementerian Agama. Sehingga, konklusinya bahwa layanan atau service lebih merujuk kepada setiap tindakan standar yang dilakukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan pelanggan.

Kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam service meliputi memenuhi informasi masyarakat terkait produk atau jasa yang diberikan Kementerian Agama, menjawab pertanyaan masyarakat, hingga memenuhi komplain atau kritik masyarakat pengguna layanan. Sedang, hospitality merujuk kepada tindakan yang bertujuan untuk membuat pelanggan merasa puas, senang, hingga memiliki pengalaman yang positif selama terlibat sebagai pengguna layanan Kementerian Agama.

Penyelenggaraan haji pada 2024 misalnya, telah menunjukan bahwa Kemenag telah berhasil melakukan hospitality, sehingga Masyarakat merasa puas atas layanan yang diberikan. Demikian juga dalam hal jaminan produk halal, pelayanan Pendidikan dan Latihan SDM juga pelbagai layanan Pendidikan Islam dari mulai Raudlatul Athfal (RA) hingga Pendidikan Tinggi.

Redesain MSSP

Dari service ke hospitality bagi sebuah Lembaga layanan public semacam Kemenag, mempersyaratkan redesain Managemen Strategis Sektor Publik (MSSP). Cara pandang, praktek manajemen strategis, dan pemahaman akan layanan harus kita lihat ulang.

Tata kelola kelembagaan yang berorientasi pada hospitality, perlu memperhatikan beberapa hal penting, antara lain pemahaman terhadap tujuan dan strategi managerial, strategi implementasi, penguatan SDM, kecakapan leadership dan organisasi. (Asep & Rusdiana: 35).

Pertama, tujuan dan strategi managerial harus focus; Fokus untuk mempertahankan keberlangsungan tradisi baik organisasi (best practices) dan beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungan internal. Selain itu, memperbaiki efektivitas di dalam organisasi agar mampu bersaing di pasar ekonomi modern, yang meliputi perbaikan efektivitas tim kerja, perbaikan struktur dan sistem organisasi yang berkaitan dengan implementasi strategi. (Wibowo, 2021).

Tujuan dan strategis manajerial sangat penting, karena akan memandu siapapun yang terlibat mengoptimalkan peran-peran manajerial untuk sebuah perubahan. Apalagi di tengah Kemenag memiliki Menteri Agama yang sangat progresif dan problem solver. Strategi managerial menjadi elemen penting untuk memberikan kepuasan terhadap pelbagai layanan di masyarakat.

Kedua, strategi implementasi dari tingkat yang paling lemah ke arah yang paling kuat. Salah satu faktor yang ikut menentukan efektivitas pelaksanaan program adalah ketepatan dalam penggunaan strategi. Strategi implementasi yang dapat dilakukan yaitu fasilitasi, pendidikan, dan persuasi (Burhan, 2022).

Strategi implementasi sangat penting agar gagasan-gagasan perubahan bisa dijalankan dengan baik. Layanan yang hanya berhenti pada gagasan, akan sia-sia tanpa diikuti oleh aksi nyata. “Seribu gagasan akan tak bernilai dari pada satu gagasan yang mampu diimplementasikan”, kata Gus Men pada suatu kesempatan. Pejabat Eselon I, II hingga staf pada Kemenag di dorong untuk bekerja keras dan cerdas, mengimplementasikan kebijakan, program dan kegiatan agar Masyarakat Indonesia benar-benar merasakan keghadiran Kemenag di Tengah problem-problem keagamaan dan kebangsaan.

Ketiga, sumber daya. Sumber daya merupakan aspek yang dimiliki organisasi sebagai modal dalam manajemen. Perlu diidentifikasi dengan baik, agar organisasi memiliki analisa yang jelas dan rasional dalam merancang program dan layanan. Sumber daya dalam manajemen harus memiliki kematangan dan ekosistem yang baik pada budaya dan pola pikir, organisasi, proses kerja sumber daya manusia, regulasi, pengawasan, akuntabilitas, dan pelayanan (Yudiaris, 2015).

Ketrampilan memberdayakan pelbaga sumber daya organisasi, memegang peran penting agar layanan yang ramah dapat dijalankan sebagai kultur organisasi. Sumber daya akan berkaitan dengan tradisi dan kultur suatu Masyarakat. Manusia yang berkarakter, cerdas dan professional perlu di dukung dengan pemenuhan indra struktur dan pendanaan yang memadahi.

Keempat, Kecakapan Leadership, dalam meramu tata kelola kelembagaan yang tidak hanya berorientasi pada layanan, melainkan hospitality. Organisasi lebih membutuhkan pemimpin yang mampu mendorong pengikutnya melakukan transformasi perilaku yang diperlukan, agar sesuai dengan tuntunan, serta mampu menjadi pemimpin perubahan.

Pemimpin harus mampu mengadakan inovasi dan membangkitkan aspirasi pengikutnya untuk bekerja dan belajar Bersama, mewujudkan cita-cita lembaga sesuai tuntunan zaman. Dalam membangun kepemimpinan pola baru, diperlukan pemahaman terhadap suatu pendekatan yang disebut dengan pendekatan tiga dimensi peranan kepemimpinan masa depan, yaitu wawasan, penyelarasan, dan pemberdayaan, (Apriani, 2015).

Ketiga faktor itu membentuk kepemimpinan baru yang lebih manusiawi dan kompetitif. Mengangkat harkat dan martabat kemanusiaan (humanisme), sehingga memungkan Lembaga pemerintahan dapat lebih cepat mencapai tujuan oragnisasi. Kemenag kian tumbuh menjadi Lembaga layanan public yang kuat melayani dengan pendekatan kemanusiaan. Kasih saying dan cinta menjadi nilai (value) yang turus dikembangkan.

Kelima organisasi sebagai medium praktik baik penyelenggaraan layanan kepada masyarakat. Kegiatan organisasi adalah aktivitas yang memerlukan koordinasi, komunikasi, serta pembagian peran dan tanggung jawab agar tujuan tertentu dapat dicapai.

Kementerian Agama telah melakukan lompatan-lompatan yang futuristic, menuju tata kelola kelembagaan modern yang berkualitas. Dari servise ke hospitality, menjadi komitmen hamper 500 satuan kerja, untuk melayani 280 juta penduduk Indonesia, dalam bidang agama dan keagamaan juga Pendidikan Islam. Wallahu a’lam bi al-shawab.

Penulis: Ruchman Basori (Peserta Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II, Angkatan XXVII Tahun 2024 dan Inspektur Wilayah II, Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI)

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER