Jumat, 22 November, 2024

Peringatan Dies Natalis ke 8 dan Wisuda IV ITP2I, Prof Rokhmin Dahuri Bongkar Kunci Sukses Pembangunan Sebuah Bangsa

MONITOR, Jakarta – Peringati Dies Natalis ke-8 dan Wisuda IV Institut Teknologi Perkebunan Palalawan Indonesia, menggelar acara special Orasi Ilmiah bertajuk “Pembangunan Sumber Daya Manusia Berkelanjutan Menuju Indonesia Emas 2045” di Kampus III  ITP2I, Palalawan, Riau,  Sabtu, 13 Juli 2024.

Acara tersebut menghadirkan pemikiran dan wawasan dari Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS dan sambutan inspiratif dari Prof. Dr. Ir. H. Tengku Dahril, M. Sc.

Dalam sidang terbuka senat itu, Prof. Rokhmin Dahuri memaparkan kunci sukses pembangunan sebuah bangsa-bangsa, antara lain: Pertama, punya rencana (Roadmap, Blueprint) Pembangunan yang komprehensif, tepat, dan benar serta diimplementasikan secara berkesinambungan.

“Kedua, setiap komponen bangsa menyumbangkan kemampuan terbaiknya bagi kemajuan, kesejahteraan, dan kedaulatan bangsa. Ada a critical mass (SDM unggul), minimal 60% total penduduk (Pareto, 1970),” ujar Prof. Rokhmin Dahuri.

- Advertisement -

Ketiga, antar komponen bangsa bekerjasama secara sinergis; Keempat, A competent, capable, strong, and good leader (Issard, 1972).

Menurutnya, peta jalan pembangunan bangsa juga mesti mempertimbangkan potensi dan permasalahan bangsa. Kendati demikian, Indonesia memiliki potensi pembangunan (modal dasar) yang besar dan lengkap  untuk menjadi negara maju, adil-makmur, dan berdaulat (Indonesia Emas) pada 2045.

Selanjutnya, Prof. Rokhmin Dahuri menjabarkan karakter soft skills, etos kerja, dan akhlak mulia  yang dibutuhkan di abad-21, antara lain: Soft skills, terdiri 1. Kemampuan memahami kekuatan dan kelemahan diri, 2. Kemampuan memahami kemauan dan kesukaan orang lain(mitra), 3. Kemampuan terus memelihara dan memompa motivasi untuk menjadi yang terbaik, 4. Kemampuan analisis dan memecahkan masalah, 5. Kreatif dan inovatif, 6. Leadership, 7. Entrepreneurship, 8. Kolaborasi, dan 9. Kemampuan berbahasa asing (inggris, arab, mandarin, dll).

Lalu, etos kerja terdiri: 1. Kerja keras, 2. Rajin, 3. Disiplin, 4. Tahan banting, tak mudah putus asa, dan pantang menyerah, 5. Antisipatif, 6. Adaptif, 7. Agile; Akhlak mulia, terdiri: 1. Shiddiq (jujur), 2. Amanah, 3. Fathonah (cerdas & visioner), 4. Mampu menyampaikan dan berbagi kelebihan kepada orang lain, 5. Sabar dan syukur, 6. Kana’ah, 7. Tidak iri dan dengki, 8. Tidak pemarah dan pendendam;

Kemudian, peningkatan kualitas SDM yang saat ini sudah bekerja, yakni: 1. Upskilling untuk jenis-jenis pekerjaan yang masih exis saat ini, tapi dengan perkembangan IPTEK baru, diperlukan peningkatan pengetahuan, skills (keterampilan), expertise (keahlian), dan etos kerja. Melalui training di perusahaan (tempat kerja) masing-masing, BLK (Balai Latihan Kerja), perusahaan konsultan, SMK, Perguruan Tinggi Vokasi, dan lainnya.

2. Reskilling untuk menambah (mengubah) pengetahuan, skills, expertise, dan etos kerja baru, seiiring dengan pesatnya perkembangan IPTEK di abad-21 ini, khususnya terkait dengan jenis-jenis teknologi Industry 4.0, seperti: Digital Coding, Big Data, IoT, AI, Blockchain, Cloud Computing, Robotics, Drone, Advanced Materials, Biotechnology, dan Nanotknologi.

Adapun jenis-jenis hard skills yang dibutuhkan di abad-21, yaitu: Ilmu – ilmu Dasar seperti Matematika, Fisika, Kimia, Bilogi, Metalurgi, Ekonomi, Sosiologi, Bahasa. Cross-Cutting Science and Technologu, terdiri: 1. Digital Technology, Computer, HP, dan Gadget lainnya. 2. Engineering; Ilmu-ilmu Kompetensi Khusus antara lain: 1. Ipteks untuk 5 Butsarman (pangan, sandang,l perumahan, kesehatan, dan pendidikan).

2. Ipteks terkait kebutuhan sekunder manusia (seperti motor, mobil, kapal, pesawat, HP, televise dan Kitchen Set) dan kebutuhan tersier (seperti kosmetik, kecantikan, olahraga dan kebugaran, MICE, rekreasi, dan pariwisata);

3. Ipteks untuk pembangunan dan maintenance infrastruktur (seperti jalan, pelabuhan, bandara, jaringan Telkom, listrik, gas, irigasi, dan internet) dan bangunan; 4. Ipteks terkait eksplorasi, eksploitasi (produksi), pengolahan, dan distribusi ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) secara ramah lingkungan;

5. Ipteks terkait dengan teknik dan manajemen lingkungan dan sustainability seperti: penyusunan RTRW; pemanfaatan SDA terbarukan secara optimal dan sustainable; pengendalian pencemaran; konservasi biodiversitas; design & construction with nature (landscaping); mitigasi dan adaptasi Perubahan Iklim Global, gempa bumi, banjiur, dan bencana alam lain; green economy; blue economy; dan ciscular economy;

6. Ipteks terkait dengan Industry 4.0: data science, penyusunan big data, loT, AL Cloud Computing, Blockchain, robotics, drone, advanced materials, biotechnologu, dan nanoteknologi; 7. Ipteks terkait dengan pembangunan ekonomi, bisnis dan manajeman; 8. Ipteks social engineering and management: psikologi, sosiaologi, antropologi, hukum, dll; 9. Ipteks terkait dengan Hankam.

Modal Dasar Pembangunan Indonesia

Dalam kesempatan itu, Prof. Rokhmin Dahuri menguraikan modal dasar pembangunan Indonesia, antara lain: Pertama, Indonesia memiliki modal dasar pembangunan Indonesia yaitu jumlah penduduk 278,4 juta orang (terbesar keempat di dunia) dengan jumlah kelas kelas menengah yang terus bertambah, dan dapat bonus demografi dari 2020 – 2040, merupakan potensi  human capital (daya saing) dan pasar domestik yang luar biasa besar.

“Posisi geoekonomi yang sangat strategis ini harusnya dijadikan peluang bagi Indonesia sebagai negara produsen dan pengekspor barang dan jasa (goods and services) utama di dunia, sehingga menghasilkan neraca perdagangan yang positip (surplus) secara berkelanjutan.  Sayangnya, potensi tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal,” ujar Prof. Rokhmin Dahuri.

Kedua, kaya beragam jenis Sumber Daya Alam (SDA) baik di darat maupun di laut. Ketiga, posisi geoekonomi dan geopolitik yang sangat strategis, dimana 45% dari seluruh komoditas dan produk dengan nilai 15 triliun dolar AS/tahun dikapalkan melalui ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) (UNCTAD,2012). Selat Malaka (ALKI-1) merupakan jalur transportasi laut terpada di dunia, 200 kapal/hari.

“Posisi geoekonomi yang sangat strategis ini harusnya dijadikan peluang bagi Indonesia sebagai negara produsen dan pengekspor barang dan jasa (goods and services) utama di dunia, sehingga menghasilkan neraca perdagangan yang positip (surplus) secara berkelanjutan.  Sayangnya, sejak 2010 hingga 2019 neraca perdagangan RI justru negatip terus,” ujar Menteri Kelautan dan Perikanan 2001 – 2004 itu.

Keempat, rawan bencana alam (70% gunung berapi dunia, tsunami, dan hidrometri) semestinya dianggap sebagai tantangan yang membentuk etos kerja unggul (inovatif, kreatif, dan entrepreneur) dan akhlak mulia bangsa.

“Dengan jumlah penduduk yang sangat besar, kekayaan sumber daya alam darat dan laut yang melimpah serta posisi geoekonomi dan geopolitik Indonesia menjadi sangat strategis. Akan tetapi, potensi tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal,” ujar Prof. Rokhmin Dahuri.

Maka, lanjutnya, memerlukan jiwa-jiwa muda yang cakap untuk memajukan Indonesia terutama sebagai entrepreneur dan inovator. Selain itu, Indonesia sangat membutuhkan inovasi dalam perikanan tangkap terutama pada fishing gear, alat bantu penangkapan ikan dan sistem pendinginan ikan pada kapal.

Tantangan Pembangunan Indonesia

Lebih lanjut, Prof Rokhmin Dahuri memaparkan, sejak merdeka pada 17 Agustus 1945, alhamdulillah bangsa Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami perbaikan hampir di semua bidang kehidupan. “Contohnya, kalau pada 1945 – 1955 sekitar 70 persen rakyat Indonesia masih miskin, pada 1970 jumlah rakyat miskin menurun menjadi 60 persen,” ujar Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu, merujuk data BPS  yang diolah oleh RD Institute (2023).

Selanjutnya, pada 2004 tingkat kemiskinan turun lagi menjadi 16 persen, tahun 2014 mejadi 12 persen, dan tahun 2019 tinggal 9,2 persen.  Sayang, dampak dari pandemi Covid-19, pada 2023 tingkat kemiskinan meningkat lagi menjadi 9,3% atau sekitar 26,4 juta orang.

“Menurut World Bank, ukuran ekonomi atau PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia saat ini mencapai 1,1 trilyun dolar AS atau terbesar ke-16 di dunia. Dari 200 negara anggota PBB, hanya 19 negara dengan PDB US$ > 1 triliun,” terangnya.

Lalu, Prof. Rokhmin Dahuri menjelaskan permasalahan & tantangan pembangunan Indonesia. Pertama. Pertumbuhan ekonomi rendah (<7% per tahun). Kedua, Pengangguran & Kemiskinan. Ketiga, Ketimpangan ekonomi terburuk ke-3 di dunia. Keempat, Disparitas pembangunan antar wilayah. Kelima, Fragmentasi sosial: Kadrun vs Cebong, dll. Keenam, Deindustrialisasi. Ketujuh, Kedaulatan pangan, farmasi, dan energy rendah. Kedelapan, Daya saing & IPM rendah. Kesembilan, Kerusakan, lingkungan & SDA. Kesepuluh, Volatilitas global (perubahan iklim, China vs AS, Industry 4.0).

Indonesia menduduki peringkat ke-3 sebagai negara dengan tingkat kesenjangan ekonomi tertinggi (terburuk) di dunia, Menurut laporan Credit Suisse’s Global Wealth Report 2019, 1% orang terkaya di Indonesia menguasai 44,6% kue kemakmuran secara nasional, sementara 10% orang terkaya menguasai 74,1%

Kekayaan 4 orang terkaya (US$ 25 M = Rp 335 T) sama dengan total kekayaan 100 juta orang termiskin
(40% penduduk) Indonesia. (Oxfam, 2017).  “Sekitar 0,2% penduduk terkaya Indonesia menguasai 66% total luas lahan nasional (KPA, 2015),” ungkapnya.

Bahkan sekarang, sambungnya, 175 juta ha (93% luas daratan Indonesia) dikuasai oleh para konglomerat (korporasi) nasional dan asing (Institute for Global Justice, 2016). Pertumbuhan Ekonomi dan Kontribusi PDRB Menurut Pulau, Triwulan III dan IV-2022. masih di dominasi oleh kelompok Provinsi Pulau Jawa yang memberikan kontribusi terhadap PDB 2023 sebesar 57,05% dan 2024 TW I Sebesar 57,70%.

Disisi lain, sambungnya, deindustrilisasi terjadi di suatu negara, manakala kontribusi sektor manufakturnya menurun, sebelum GNI  (Gross National Income) perkapita nya mencapai US$ 12.536. “Hingga 2021, peringkat Global Innovation Index (GII) Indonesia berada diurutan ke-87 dari 132 negara, atau ke-7 di ASEAN,” kata Prof. Rokhmin Dahuri yang juga Dosen Kehormatan Mokpo National University Korea Selatan itu.

Masalah lainnya kekurangan rumah sehat dan layak huni. Dari 65 juta Rumah Tangga, menurut data BPS tahun 2019 dimana 61,7 persen tidak memiliki rumah layak huni. “Padahal, perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia (human basic needs) yang dijamin dalam Pasal 28, Ayat-h UUD 1945,” terangnya.

Yang sangat mencemaskan, sambungnya, adalah bahwa 30% anak-anak kita mengalami stunting, 17,7% bergizi buruk, dan 10,2% berbadan kurus akibat kurang makanan bergizi (Kemenkes dan BKKBN, 2022). Satu dari tiga anak di Indonesia  mengalami stunting.

Sedangkan batas toleransi  menurut WHO adalah satu banding lima dari total balita. “Implikasinya, jika tidak segera diatasi maka generasi mendatang fisiknya lemah dan kecerdasannya rendah sehingga terancam a lost generation,” tegasnya.

Disisi lain, biaya yang diperlukan orang Indonesia untuk membeli makanan bergizi seimbang (sehat) sebesar Rp 22.126/hari atau Rp 663.791/bulan. Harga tersebut berdasarkan pada standar komposisi gizi Helathy Diet Basket (HDB) (FAO, 2020). “Atas dasar perhitungan diatas; ada 183,7 juta orang Indonesia (68% total penduduk) yang tidak mampu memenuhi biaya teresebut,” terang Prof. Rokhmin Dahur mengutip Litbang Kompas, 2022 di Harian Kompas, 9 Desember 2022.

Masalah lainnya, Prof. Rokhmin Dahuri mengatakan, kekurangan rumah yang sehat dan layak huni dari 45 Juta rumah tangga masih 61,7 % rumah tidak layak huni. Padahal, perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia (human basic needs) yang dijamin dalam Pasal 28, Ayat-h UUD 1945. “Hingga 2021, Indeks Pembangunan Manusia Indonesia berada diurutan ke-114 dari 191 negara, atau peringkat ke-5 di ASEAN,” kata Ketua Dewan Pakar MPN (Masyarakat Perikanan Nusantara) itu.

Hasil survei Program International for Student Assessment (PISA) 2022, yang mengukur kemampuan membaca, matematika, dan sains pelajar kelas 3 SLTP seluruh dunia, Indonesia menduduki peringkat ke-69 dari 81 negara. Sedangkan dari hasil riset tingkat literasi Negara di dunia yang bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked, dilakukan oleh Central Connecticut State University pada 2016, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca.

Pada 2018-2022, indeks daya saing Indonesia semakin menurun, hingga 2022 diurutan ke-44 dari 141 negara, atau peringkat ke-4 di ASEAN. Implikasi dari Rendahnya Kualitas SDM, Kapasitas Riset, Kreativitas, Inovasi, dan Entrepreneurship adalah: Proporsi ekspor produk manufaktur berteknologi dan bernilai tambah tinggi bangsa Indonesia hanya 8,1%; selebihnya (91,9%) berupa komoditas (bahan mentah) atau SDA yang belum diolah. Sementara, Singapura mencapai 90%, Malaysia 52%, Vietnam 40%, dan Thailand 24%  (UNCTAD dan UNDP, 2021).

Selanjutnya, Prof. Rokhmin Dahuri menguraikan kondisi perekonomian terkini (2024) Indonesia, yaitu: Alarm Kinerja Industri Manufaktur, Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers’ Index = PMI) RI bulan Juni, yang dirilis S & P Global, mengalami penurunan, meskipun industri manufaktur masih dalam zona ekspansi (tercermin dari angka PMI yang masih diatas 50);

PMI bulan Juni sebesar 50,7, mendekati ambang batas menuju kontraksi industri manufaktur (PMI = 50).  PMI Juni itu menurun 1,4 dari PMI Mei sebesar 52,1; Angka PMI Juni merupakan PMI terendah sejak Nopember 2022.

“Padahal, sektor industri manufaktur merupakan tulung punggung perekonomian Indonesia, yang menyumbangkan 18,7% PDB dan 72,24% total ekspor RI.  Sektor ini juga banyak menyerap banyak tenaga kerja,” tandasnya.

Selanjutnya, penurunan kinerja sektor Industri Manufaktur berdampak negatip terhadap kinerja ekspor dan neraca perdagangan yang akhir-akhir ini mencemaskan; Ekspor produk manufaktur non-migas, yang terus meningkat sepanjang 2019 hingga 2022, sejak awal 2023 berbalik terkontraksi sebesar 11,95% akibat perlambatan ekonomi global dan rendahnya daya saing produk manufaktur RI (terutama tekstil dan produk tekstil);

Sementara itu, neraca perdagangan, meskipun masih menunjukkan tren surplus selama 49 bulan (4 tahun terakhir) secara berturut-turut, nilai surplusnya kian tergerus, lantaran semakin mengecilnya selisih nilai ekspor dan impor; 

Pertumbuhan nilai ekspor yang double digit pada 2022, tidak berlanjut sejak awal 2023, karena sebelumnya ekspor RI banyak ditopang oleh komoditas alias raw materials (seperi CPO, batubara, nikel, rumput laut, dan udang);

Defisit perdagangan yang melebar akan memperparah twin deficit yang dialami Indonesia, yakni defisit neraca transaksi berjalan dan defisit APBN, yang pada gilirannya akan berdampak negatip terhadap ketahanan ekonomi makro (eksternal) Indonesia;

Penurunan kinerja industri manufaktur selain berdampak negatip pada nilai ekspor, neraca perdagangan, dan twin deficit, juga telah mengakibatkan gelombang PHK masal di seluruh wilayah Nusantara, khususnya Jawa, dan lebih khusus lagi di Jabar, Banten, dan Jatim;

Penurunan PMI bukan hanya dialami Indonesia, tetapi merupakan fenomena global.  Namun, Indonesia menderita penurunan PMI yang paling signifikan. Oleh sebab itu, tidak hanya penurunan permintaan global yang menyebabkan penurunan tajam PMI RI, tetapi juga lantaran rendahnya daya saing produk manufaktur RI; Selain itu, kenaikan harga bahan baku lantaran melemahnya nilai tukar rupiah, kenaikan harga solar, dan tingginya biaya logistik juga menjadi penyebab turunnya PMI.

Disisi lain, tegasnya, utang pemerintah yang sangat besar dan terus meningkat:  membahayakan perekonomian Indonesia. Menurutnya, tingkat utang pemerintah dan swasta yang semakin besar dapat mengikis kepercayaan para investor untuk berinvestasi di Indonesia.

Utang pemerintah yang tinggi akan membatasi ruang fiskal negara (karena sebagian APBN digunakan untuk bayar utang: cicilan pokok maupun bunganya), serta menghambat investasi publik dan swasta (Aaditya Mattoo, Kepala Ekonomi Kawasan Asia Timur dan Pasifik, Bank Dunia, 2024).

Dikutip World Bank, 2024, Prof. Rokhmin Dahuri mengatakan, setiap kenaikan utang sebesar 10% poin akan menurunkan laju pertumbuhan investasi sebesar 1,1% poin (East Asia – Pacific Economic Update April 2024 “ Firm Foundation of Growth”. 

Kemudian, Prof. Rokhmin Dahuri membeberkan proyeksi penciptaan dan perpindahan lapangan kerja, 2023-2027. Menurutnya, dalam lima tahun ke depan, 83 juta pekerjaan diproyeksikan akan hilang dan 69 juta pekerjaan diproyeksikan akan tercipta, yang merupakan perubahan struktural pasar tenaga kerja sebesar 152 juta pekerjaan, atau 23% dari 673 juta pekerja dalam kumpulan data yang diteliti.

“Hal ini merupakan pengurangan lapangan kerja sebesar 14 juta pekerjaan, atau 2%,” kata Prof. Rokhmin Dahuri mengutip Forum Ekonomi Kata.

Sedangkan dari analisis Forum Ekonomi Dunia mengenai prospek pasar tenaga kerja bagi 673 juta pekerja dari dataset global ILO yang terdiri dari 820 juta pekerja menggunakan Survei Pekerjaan Masa Depan 2023, jelasnya, Indonesia akan mengalami perubahan pasar tenaga kerja.

Perubahan pada pekerjaan berdasarkan sektor (pekerjaan; 2028), antara lain: Pertanian dan Pertambangan, -3,5 juta pekerjaan tergantikan, Lebih 1,8 juta pekerjaan baru tercipta, Grosir dan Retail -1,6 juta pekerjaan tergantikan, lebih 2,3 juta pekerjaan baru tercipta, Industri -1,5 juta pekerjaan tergantikan. lebih 1,4 juta pekerjaan baru tercipta, kurang 10% tenaga kerja yang tergantikan  meliputi operator mesin, pekerja keterampilan dasar, dan pekerja pertanian terampil yang umumnya disebabkan oleh perkembangan teknologi.

Selain itu, kesenjangan keterampilan masa depan yang paling besar untuk pekerjaan baru yaitu: Dasar (pemahaman membaca, menulis, dan mendengarkan), Interaktif (negosiasi, persuasi), dan keterampilan IT (pemrograman, perancangan sistem, 62% Pekerjaan baru akan hadir di sektor konstruksi, transportasi/pariwisata, dan retail.

Menuju Indonesia Emas 2045

Anggota Dewan Penasihat Ilmiah Internasional Pusat Pengembangan Pesisir dan Laut, Universitas Bremen, Jerman itu menjabarkan peta jalan pembangunan bangsa menuju Indonesia Emas 2045. Selama 10 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi-RI stagnan di angka sekitar 5%, masih jauh dari potensi ekonomi-RI yang sesungguhnya, 8% – 10% per tahun (Mc. Kinsey, 2022; FE-UI, 2024). 

“Ini disebabkan karena pertumbuhan ekonomi sangat dominan bergantung pada konsumsi rumah tangga atau belanja masyarakat, sekitar 56%; dan ekspor bahan mentah,” terangnya mengutip Prof. Chatib Basri, 2024.

Sedangkan untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 mestinya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 – 2024 berkisar 6 – 7 persen per tahun; 2024 – 2029 tumbuh sekitar 8%; 2029 – 2034 tumbuh sekitar 7%; dan 2034 – 2045 timbuh sekitar 6,5% .

Angka pertumbuhan ekonomi ini bisa dicapai dengan kontribusi investasi terhadap PDB sebesar 41 – 48 persen.  Sayangnya, kontribusi investasi terhadap PDB hingga kini baru mencapai 35% (Prof. Chatib Basri, 2024). 

“Hal ini disebabkan karena ICOR Indonesia masih terlalu tinggi, alias tidak efisien (mahal) dan tidak efektif akibat birokrasi pemerintah yang sarat KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme); dan Iklim Investasi yang kurang kondusif,” katanya.

Lalu, Prof. Rokhmin Dahuri menjelaskan, persyaratan dari Negara Middle-Income menjadi Negara Maju, Adil-Makmur dan Berdaulat, yaitu: Pertama, pertumbuhan ekonomi berkualitas rata-rata 7% per tahun selama 10 tahun. Kedua, I + E > K + Im. Ketiga, Koefisien Gini kurang 0,3 (inklusif). Keempat, ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Mengutip PBB, 2008, Prof. Rokhmin Dahuri menerangkan, “Transformasi Ekonomi Struktural meliputi: (1) realokasi faktor-faktor produktif dari pertanian tradisional ke pertanian modern, industri manufaktur, dan jasa; dan (2) realokasi faktor-faktor produktif tersebut ke dalam kegiatan sektor manufaktur dan jasa. Hal ini juga berarti pengalihan sumber daya (faktor produktif) dari sektor dengan produktivitas rendah ke sektor dengan produktivitas tinggi. Hal ini juga terkait dengan kapasitas negara untuk mendiversifikasi struktur produksi nasional untuk menghasilkan kegiatan ekonomi baru, memperkuat hubungan ekonomi dalam negeri, dan membangun kemampuan teknologi dan inovasi dalam negeri.”

Adapun kebijakan dan program transformasi structural, terdiri: 1. Dari dominasi eksploitasi SDA dan ekspor komoditas (sektor primer) dan buruh murah, ke dominasi sektor manufaktur/pengolahan (sektor sekunder) dan sektor jasa (sektor tersier) secara proporsional yang produktif, berdaya saing, inklusif, mensejahterakan, dan berkelanjutan (sustainable).

2. Dari dominasi impor dan konsumsi (menggunakan) barang impor, ke dominasi investasi dan produksi di dalam negeri serta ekspor barang dan jasa yang berdaya saing tinggi (Top Quality, Lower Price; dan Regular and Sustainable Supply).

3. Modernisasi sektor primer (pertanian tanaman pangan, perkebunan, hortikultur, kehutanan, perikanan, dan ESDM) supaya lebih produktif, efisien, bernilai tambah (hilirisasi), berdaya saing, inklusif, ramah lingkungan dan berkelanjutan.  

4. Revitalisasi industri manufakturing yang ada saat ini (existing) dan unggul sejak zaman ORBA seperti: Mamin, Perkebunan, Kehutanan, TPT (Tekstil dan Produk Tekstil), Otomotif, dan Semen, dan Pariwisata  agar lebih produktif, efisien, mensejahterakan karyawan berdaya saing, inklusif, ramah lingkungan, dan sustaianable.

5. Pengembangan industri manufakturing baru, seperti: Energi Baru dan Terbarukan (Solar Energy, Angin, Air, Panas Bumi, Bioenergy, Hidrogen, Pasang-Surut, Gelombang, dan Ocean Thermal Energy Conversion), semiconductor dan chips, baterai, kendaraan listrik, Blue Economy, Bioteknologi, Nanoteknologi, dan Ekonomi Kreatif.

6. Pengembangan industri manufaktur di Luar Jawa, dan daerah-daerah yang masih tertinggal serta miskin, dengan skema “Kawasan Industri” dan KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) yang inklusif dan ramah lingkungan.

7. Semua pembangunan ekonomi (butir-1 s/d 6) mesti berbasis pada: (1) Ekonomi Digital – Industry 4.0 (untuk ekonomi yang produktif, efisien, dan berdaya saing); (2) Green and Blue Economy (untuk ekonomi yang inovatif, ramah lingkungan, dan berkelanjutan); dan (3) Pancasila sebagai pengganti Kapitalisme untuk memastikan pemerataan ‘kue pertumbuhan ekonomi’ (kesejahteraan) yang berkeadilan.

Sementara itu, Industri karet nasional (sektor hulu dan hilir) memberikan kontribusi yang signifikan bagi perolehan devisa sebesar USD7,1 miliar pada tahun 2021. Saat ini, produk karet hulu yang diproses lebih lanjut di dalam negeri oleh industri hilir hanya berkisar 20% yang meliputi industri ban, vulkanisir, dock fender, barang teknik karet, dan lain sebagainya. Sedangkan, sebesar 80% diekspor dalam bentuk setengah jadi berupa crumb rubber dan ribbed smoked sheet (RSS).

Global Seaweed New and Emerging Market Report 2023 telah mengidentifikasi pangsa pasar baru yang akan berkembang pada tahun 2030 untuk produk hilir rumput laut dengan potensi pasar sebesar US$ 11,8 miliar yaitu produk biostimulan, bioplastik, bahan tambahan pakan ternak, nutraceuticals, protein alternatif, farmasi, dan tekstil.

Dalam 10 tahun terakhir, Indonesia masih mendominasi ekspor rumput laut kering. Produk ekspor rumput laut Indonesia sebesar 66,61% didominasi rumput laut kering, sedangkan rumput laut olahan (karagenan dan agar-agar) masih sebesar 33,39%. Pada tahun 2023, Indonesia memproduksi 10,7 juta ton rumput laut basah.

Pemanfaatan olahan rumput laut selama ini paling banyak dimanfaatkan untuk produk makanan dan minuman sebesar 77%, sedangkan untuk obat-obatan, kosmetik, dan lainnya baru sebesar 23%. Industri ini perlu lebih adaptif terhadap perubahan dan perkembangan pasar.

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

Peneliti senior Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor (PKSPL-IPB) itu menjabarkan ciri ekonomin modern, yaitu: 01. Ukuran unit usaha memenuhi economu of scale, 02. Menerapkan ISCMS (Integrated Supply Chain Management System),

03. Menggunakan teknologi mutakhir pada setiap mata rantai Supplu Chain System, dan 04. Mengikuti prinsip-prinsip Sustainable Development.

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) sebagai Pusat Pertumbuhan Ekonomi dan Primemover Kemajuan dan Kemakmuran Suatu Wilayah, antara lain:

Konsepsi DasarPemikiran KEK: Peningkatan Investasi dari DN dan LN. Terbukti Sebagai Model Pembangunan yang berhasil di banyak negara: dari Middle-Income menjadi Developed and Rich Countries.

Kondisi Wilayah Sebelum KEK: Infrastruktur Buruk, Pertumbuhan Ekonomi Rendah, Pendapatan dan Daya Beli masyarakat rendah, Kualitas SDM rendah-sedang (IPM < 80),  Iklim Investasi & EoDB kurang kondusif.

Sistem Dan Mekanisme Kerja KEK: Pemerintah menyiapkan sebidang lahan yang C&C dan dilengkapi dengan infrastruktur mumpuni, Penyiapan SDM berkualitas sesuai “Manpower Planning” setiap Perusahaan Industri dalam KEK, Penciptaan Iklim Investasi dan EoDB kondusif.

KPI: Pertumbuhan Ekonomi meningkat, lebih 7% per tahun, Menyerap banyak tenaga kerja, khususnya local, Tenaga kerja sejahtera, Transfer Teknologi dan Etos Kerja Unggul.

Tujuan (Output): Wilayah Berdaya Saing, Perekonomian maju, Rakyat Sejahtera, Kehidupan harmonis & damai, Lingkungan indah, asri, nyaman, Berkelanjutan.

Selain itu, Prof. Rokhmin Dahuri mengungkapkan ada 6 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang Tidak Optimal, terdiri KEK Bitung, KEK Morotal, KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan, KEK Likupang, KEK Sorong, KEK Palu.

Sementara itu, fasilitas dan Insentif KEK yaitu: Pajak Penghasilan, Tax Holiday, Tax Allowance. Pajak Pertambangan Nilai PPN Tidak Dipungut. Kepabeanan dan Cukai: Pembebasan Bea Masuk, PDRI Tidak Dipungut. Pembebasan Cukai Bahan Baku.

Pajak Barang Mewah yaitu PPnBM Tidak Dipungut, Kawasan khusus kembali mendapat sorotan lantaran tata kelola yang buruk sehingga menghambat masuknya aliran modal pembangunan SDM untuk mendukung pembangunan bangsa berkelanjutan menuju Indonesia Emas 2045.

“Suatu wilayah untuk melihat layak tidaknya bisa “dijual” dapat dilihat dari tiga faktor, yakni dari sisi pasar dari wilayah itu, kemampuan pasokan produksi dan kemampauan manajemen,” ujar Dewan Pakar Asosiasi Daerah Kepulauan dan Pesisir Seluruh Indonesia (Aspeksindo) itu.

Key Global Trends

Pada prinsipnya, menurut Prof Rokhmin Dahuri, ada 5 kecenderungan global (Key Global Trends) yang mempengaruhi pembangunan ekonomi dan peradaban manusia di abad-21. Antara lain: (1) jumlah penduduk dunia yang terus bertambah; (2) Industri 4.0 (Revolusi Industri Keempat); (3) Perubahan Iklim Global (Global Climate Change); (4) Dinamika Geopolitik; (5) Era Post-Truth.

“Kelima kecenderungan global diatas mengakibatkan kehidupan dunia bersifat VUCA (Volatile, Uncertain, Complex, and Ambiguous), bergejolak, tidak menentu, rumit, dan membingungkan (Radjou and Prabhu, 2015),” ujarnya.

Pada abad terakhir ini, ungkapnya, terjadi peningkatan dramatis dalam permintaan manusia terhadap segala jenis sumber daya alam. Pada tahun 2020, untuk pertama kalinya, konsumsi gabungan bahan konstruksi, mineral, bahan bakar fosil, dan biomassa mencapai 100 miliar ton, lebih dari 10 kali lipat dibandingkan tahun 1990 (https://www.theguardian.com/environment/2020/jan /22/konsumsi material dunia mencapai rekor 100 miliar ton per tahun).

Dunia perlu memproduksi setidaknya 50% lebih banyak pangan untuk memberi makan 9,7 miliar orang pada tahun 2050. (Bank Dunia, 2016). Meskipun meningkatnya permintaan akan sumber daya alam mendorong pertumbuhan ekonomi, hal ini juga memberikan tekanan yang semakin besar terhadap ekosistem bumi, sehingga menimbulkan permasalahan lingkungan termasuk polusi, hilangnya keanekaragaman hayati, dan Pemanasan Global.

Lalu, Prof. Rokhmin Dahuri membeberkan, pertama adalah pertambahan penduduk dunia, dari 2,5 milyar orang pada 1950 menjadi 6 milyar pada 2000, dan 8 milyar pada 2022. Kemudian, pada 2050 penduduk dunia diprediksi akan menjadi 9 milyar orang, dan 11 milyar pada 2100 (United Nations, 2023). Kecenderungan ini tentu akan melipatgandakan permintaan (demand) terhadap kebutuhan dasar manusia (pangan, sandang, papan/perumahan, kesehatan, dan pendidikan); kebutuhan sekunder (transprotasi, televisi, computer, HP, dan lainnya); dan kebutuhan tersier seperti rekreasi dan pariwisata, kebugaran tubuh, kecantikan, dan lain sebagainya. 

Kedua, pencemaran lingkungan, kehilangan keanekaragaman hayati (biodiversity loss), dan Perubahan Iklim Global beserta segenap dampak negatipnya.  Tiga krisis ekologi ini cenderung memburuk dari tahun ke tahun. Fenomena ini bakal menurunkan kemampuan ekosistem alam (hutan, danau, sungai, laut, dan lainnya) serta bumi kita di dalam menyediakan bahan pangan, farmasi, energi, air, mineral, dan SDA lainnya.  Selain itu, daya dukung, kesesuaian, dan kenyamanan bumi sebagai tempat tinggal dan bagi aktivitas kehidupan umat manusia serta makhluk hidup lainnya pun akan berkurang (WWF, 2022; UNEP, 2020; Wizsacker and Wijkman, 2018; dan Al-Gore, 2017). 

Ketiga, ketegangan dan konflik geopolitik global yang kian meruncing, seperti perang Rusia vs Ukraina, perang bersaudara di Sudan, agresi Israel terhadap Palestina yang tak kunjung usai, dan perseteruan antara Amerika Serikat vs China, menyebabkan penurunan produksi pangan, energi, dan komdoditas serta produk lainnya; dan terdisrupsinya rantai pasok global (global supply chain).  Semua ini telah mengakibatkan inflasi yang sangat tinggi di banyak AS, Eropa, Jepang, Korea Selatan, dan negara-negara lainnya yang berujung pada resesi ekonomi. 

Keempat, proses pemulihan ekonomi akibat Pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya pulih, tiga krisis ekologi (triple ecological crises), dan ketegangan geopolitik global telah mengakibatkan tingkat kemiskinan, kelaparan, dan ketimpangan ekonomi (economic inequality) global meningkat.  Sebelum Pandemi Covid-19 pada Desember 2019, jumlah penduduk dunia yang miskin dengan pengeluaran per hari lebih kecil dari 2 dolar AS sebanyak 3 milyar orang (37% total penduduk dunia), dan yang menderita kelaparan sekitar 700 juta orang (World Bank, 2020; FAO, 2020). 

Akibat Pandemi Covid-19 dan konflik geopolitik, pada 2022 penduduk miskin dunia meningkat menjadi 3,5 milyar orang (40% total penduduk dunia), dan yang kelaparan bertambah menjadi 1 milyar jiwa (World Bank, 2022; FAO, 2022). Laporan Indeks Kelaparan Global tahun 2021 yang diterbitkan oleh Welthungerlife and Concern Worldwide, mengungkapkan bahwa 50 negara saat ini menghadapi tingkat kelaparan serius.  Yang lebih memprihatinkan, bahwa sekitar 2,4 milyar orang (30% total penduduk dunia) tidak mampu mendapatkan makanan dengan nilai gizi yang layak (United Nations, 2020). 

Pada 2019, sebanyak 2.153 orang terkaya (trilyuner) di dunia memiliki kekayaan melebihi total kekayaan 4,6 milyar orang penduduk dunia.  Dan, satu persen orang terkaya di dunia memiliki lebih dari dua kali lipat total kekayaan dari 99% total penduduk dunia (Oxfarm International, 2020). Selain itu, gelombang (jumlah orang) yang bermigrasi dari wilayah (negara) yang mengalami perang, penindasan oleh penguasa, kelaparan, kemiskinan atau bencana alam juga terus meningkat dari tahun ke tahun.

“Contohnya, pengungsi Rohyngya dari Myanmar; dari Syiria, Yaman, Palestina, dan beberapa negara Afrika ke Eropa dan Amerika Utara; dan dari Meksiko dan beberapa negara Amerika Latin lainnya ke AS dan Kanada,” terangnya..

Kelima, pesatnya perkembangan teknologi, khususnya jenis-jenis teknologi di era Industry 4.0, telah mengakibatkan disrupsi (perubahan fundamental yang terjadi secara super cepat) di hampir semua bidang (aspek) kehidupan umat manusia.  Sejumlah teknologi yang dimaksud adalah teknologi digital, IoT (Internet of Things), AI (Artificial Intelligence), Blockchain, Big Data, Cloud Computing, Metaverse, Robotics, Biotechnology, Nannotechnology, dan lainnya.

“Revolusi Industri keempat (Industri- 4.0) ditandai dengan berkembangnya teknologi baru khususnya berbasis teknologi digital dan informasi seperti IoT (Internet of Things), AI (Artificial Intelligence), Big Data, Block-chain, Cloud Computing, dan Robotika serta Bioteknologi dan Nanoteknologi,” ujar Duta Besar Kehormatan Kepulauan Jeju dan Kota Metropolitan Busan, Korea Selatan tersebut mengutip Klaus Schwab, 2015.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER