MONITOR, Jakarta – Pemerintah telah memberikan tugas tambahan kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk bertanggung jawab me-replanting dan mengembangkan industri berbasis kakao dan kelapa. Tugas tambahan BPDPKS ini merupakan hasil dari Rapat Internal (Rapin) yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (10/07/2024).
Hal tersebut sejalan dengan inisiasi Kementerian Perindustrian dalam upaya pembentukan kelembagaan kakao dan kelapa untuk menjamin ketersediaan bahan baku industri, menjaga kelangsungan industri dan daya saing serta meningkatkan nilai tambah. Dalam Rapin diputuskan bahwa pengelolaan kakao dan kelapa dilimpahkan kepada BPDPKS dengan membentuk dua kedeputian baru, yaitu Deputi Kakao dan Deputi Kelapa.
Sejumlah asosiasi industri memberikan apresiasi atas keputusan pemerintah tersebut. Apresiasi itu misalnya disampaikan oleh Asosiasi Kakao Indonesia (ASKINDO), bahwa pemerintah telah mengambil langkah penting untuk meningkatkan produktivitas kakao Indonesia yang bisa berdampak positif terhadap kesejahteraan petani dan menjaga kelangsungan industri.
“ASKINDO percaya bahwa langkah ini merupakan langkah yang tepat dan strategis untuk mendorong upaya mengembalikan kejayaan kakao Indonesia yang mengalami tantangan yang luar biasa dalam hal ketersediaan biji kakao dalam negeri serta persaingan perdagangan dengan produsen atau industri olahan kakao dari negara lain,” papar Ketua Umum ASKINDO Arief Susanto di Jakarta, Sabtu (13/7).
ASKINDO berharap, upaya peningkatan produktivitas kakao Indonesia tersebut akan semakin mendorong daya saing kakao Indonesia, baik dari sisi ketersediaan bahan baku dan hilirisasi produk olahan kakao di tingkat global dalam perdagangan internasional yang sangat kompetitif.
Selain itu, peningkatan produktivitas kakao akan dapat menjamin ketersediaan bahan baku domestik bagi industri. “Dan, yang paling penting akan memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk peningkatan pendapatan keluarga pekebun kakao Indonesia, di mana 99 persen kakao Indonesia dibudidayakan oleh pekebun rakyat (smallholder),” imbuh Arief.
ASKINDO juga mengapresiasi atas kerja sama dan koordinasi yang dilaksanakan oleh kementerian terkait, BPDPKS serta pemangku kepentingan lainnya. “Terutama untuk implementasi rencana ini melalui kelembagaan yang ditunjuk, regulasi teknis, guna menjawab kebutuhan bahan tanam berkualitas yang tersedia dekat dengan sentra-sentra produksi pekebun kakao, ketersediaan dan kemudahan akses pupuk bersubsidi, serta tenaga penyuluh lapangan yang mumpuni di sentra-sentra produksi kakao,” ujar Arief.
Selanjutnya, apresiasi disampaikan Asosiasi Chocolate Bean to Bar Indonesia (ACBI), yang mengatakan bahwa langkah pemerintah sudah sangat tepat dan sangat relevan mengingat penurunan produksi kakao Indonesia yang signifikan selama beberapa tahun terakhir dan peningkatan impor bahan baku. “Dengan pengelolaan yang tepat, diharapkan kelembagaan ini dapat memberikan dampak positif pada petani dan industri, termasuk peningkatan produktivitas serta kualitas kakao, hasil olahan, dan jaminan penyerapan panen bagi petani,” tutur Olivia Putri Prawiro, Ketua ACBI.
ACBI juga berharap kebijakan ini akan mengatasi tantangan yang dihadapi industri pengolahan kakao saat ini, termasuk kebutuhan untuk mengimpor sebagian besar bahan baku biji kakao. “Kami berharap kebijakan ini dapat dilaksanakan dengan prinsip keberlanjutan, transparansi, dan akuntabilitas yang tinggi,” tandasnya.
ACBI optimistis bahwa segala bentuk kelembagaan dan skema penguatan hulu kakao Indonesia, sangat diperlukan dan sejalan dengan misi ACBI untuk memperkuat petani kakao fine flavor yang fokus pada fermentasi untuk memberikan nilai tambah terhadap biji kakao tersebut dengan semangat keberlanjutan, transparansi, akuntabilitas dan peningkatan kesejahteraan petani.
“Kami mendukung setiap langkah yang dapat membawa manfaat jangka panjang bagi petani dan industri kakao serta kelapa di Indonesia dan berterima kasih kepada pemerintah atas langkah positif ini,” pungkasnya.