PENDIDIKAN

Universitas Moestopo Bedah Buku Dukungan Solidaritas Global untuk Palestina

MONITOR, Jakarta – Konflik yang terjadi antara Israel dan Palestina sudah sejak beberapa dekade menjadi isu internasional yang tak kunjung terselesaikan. Sudah tak terhitung lagi korban yang berjatuhan di kedua pihak tanpa ada titik terang penyelesaian.

Melihat konflik Israel-Palestina yang terus memakan korban, Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) pun berkomitmen terus berpartisipasi aktif secara nasional maupun internasional untuk mencari penyelesaian yang adil bagi konflik ini.

Terkini, Universitas Moestopo menggelar acara bedah buku “Becoming Pro-Palestinian, Testimonies from Global” suntingan antologi Rosemary Sayigh terbitan Bloomsbury Publishing di ruang Podcast Universitas Moestopo, Hang Lekir, Jakarta, yang dimoderatori Setya Ambar Pertiwi, dosen Hubungan Internasional Universitas Moestopo.

Dalam kesempatan tersebut, Dr. Ryantori, M.Si. sebagai salah satu kontributor penulis Kawasan Asia Timur menjelaskan bahwa buku ini ditulis oleh berbagai latar belakang kebangsaan dan profesi yang berbeda dari berbagai kawasan di seluruh dunia menjabarkan pandangannya atas pengalaman pribadi, motif, dan perasaan yang mengarahkan mereka dalam mendukung perjuangan Palestina.

Sebab menurut Dr. Ryantori, yang juga menjabat sebagai Plt. Wakil Rektor I Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), buku ini adalah buku yang pertama dalam format Palestinografi, kumpulan tulisan berbagai pandangan terhadap isu Palestina.

“Bangsa Palestina, mengutip Noam Chomsky, yang mempopulerkan istilah ‘Samidin” secara harafiah diartikan sebagai steadfast, orang-orang yang tegar atau memiliki keteguhan sikap. Namun secara spesifik juga dimaknai sebagai para pengungsi yang tinggal di tenda selama bertahun-tahun,” jelas Ryantori dalam menyampaikan kata pengantar buku ini, yang menekankan pada kemerdekaan hendaknya dimaknai sebagai hidup tanpa tekanan dari bangsa lain, Rabu, (3/7/2024).

“Perubahan struktur pada tatanan global, perkembangannya belum jelas, namun ada satu hal yang pasti adalah bahwa apa yang dilakukan Israel, sebagai entitas negara, bukan lagi menjadi sesuatu yang tidak bisa disentuh. Artinya, ini dapat menjadi harapan besar bagi bangsa Palestina dan seluruh dunia untuk melihat perkembangannya ke arah yang lebih positif,” lugasnya.

Hal senada juga diaminkan oleh Broto Wardoyo, Ph.D., pengurus Asosiasi Hubungan Internasional Indonesia (AIHII) dan Senior Associate Professor Departemen Hubungan Internasional Universitas Indonesia, agar tidak terjebak dalam pemahaman bahwa hal ini bukanlah masalah etnis ataupun agama, tetapi merupakan masalah hak hidup yang mendasar.

Broto Wardoyo menjelaskan bahwa buku ini mengonfirmasikan hilangnya kebenaran tunggal saat ini dengan suara-suara kesaksian dari mereka yang memiliki pengalaman pribadi terhadap Palestina, dimana selama ini suara orang-orang Palestina diberangus.

“Ini menjadi salah satu yang penting ditampakkan dalam buku ini agar tercipta narasi yang imbang antara narasi tentang Palestina dan Israel,” ungkapnya.

Lebih lanjut Broto Wardoyo menjelaskan bahwa pada kajian Timur Tengah secara akademik, problem utama terletak pada cara bercerita pada kedua bangsa ini, dimana bangsa Arab lebih banyak bercerita secara verbal, sedangkan bangsa Yahudi lebih banyak melalui catatan tertulis. Hal ini seringkali menjadi perdebatan secara akademis yang membuat seakan-akan narasi teks menjadi lebih valid dibandingkan yang oral history.

Hal menarik lainnya dari buku ini adalah pemahaman bahwa ketika menjadi pro-Palestina tidak berarti anti-semit. Oleh karenanya, solidaritas terhadap bangsa Palestina berbeda dengan kebijakan zionis, dan disikapi sebagai keberpihakan terhadap hak hidup yang mendasar.

Buku yang digagas sejak 2021 dan diterbitkan pada 2024 juga menarik, dimana realita saat ini sangat parah di Palestina akibat kebijakan Israel yang bisa dilihat sebagai zionis garis keras, sehingga dapat membangun sense of solidarity terhadap Palestina.

“AIHII memposisikan diri mendukung kebijakan pemerintah Republik Indonesia untuk mendukung Palestina. Perdebatan terhadap solusi dua negara yang ditawarkan oleh Indonesia tidak boleh ada ketimpangan dan harus berdasarkan kesetaraan (on equal basis),” lanjut Broto Wardoyo.

Smith Alhadar, sebagai penasehat The Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES) menyampaikan bahwa sangat ironis melihat penganiayaan bangsa Palestina didukung oleh bangsa-bangsa yang beradab di abad ke-21. Buku ini berkontribusi terhadap perubahan sejarah wajah dunia, yang seharusnya tatanan internasional yang berbasis pada keadilan dapat terlihat secara nyata.

“Bangsa Palestina, secara sejarah telah banyak mengalami kemalangan, dan kita sebagai bagian dari masyarakat global dapat mendorong perubahan terhadap nasib bangsa Palestina dengan bersuara,” ajak Smith Alhadar.

Lebih lanjut Smith Alhadar menjelaskan bahwa nurani manusia digedor dengan kenyataan di Palestina yang sudah menghasilkan genosida dan membuat jutaan warga Palestina menderita dan terpaksa menjadi pengungsi, dimana kekerasan dan konflik tak selesai juga hingga sekarang sehingga solidaritas global perlu makin diperkuat lagi untuk menekan semua pihak yang berkepentingan.

Sebagaimana kita ketahui, untuk menyelesaikan konflik tersebut, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sudah mengeluarkan Resolusi Majelis Umum PBB tanggal 29 November 1947 (No. 181) atau yang lebih dikenal dengan Resolusi Partisi 1947, sebuah resolusi yang berupa pembagian tanah Palestina menjadi tiga bagian: sebagian untuk Israel, sebagian lagi untuk Palestina, dan Yerusalem berada di bawah kendali PBB.

Bagi Indonesia, mendukung Palestina selalu menjadi prioritas kebijakan luar negerinya. Hal ini tidak didasarkan pada agama, melainkan pada Undang-Undang Dasar 1945.  Apalagi sejak Presiden Soekarno sampai Presiden Joko Widodo dan Presiden Terpilih Prabowo Subianto juga mendukung solusi dua negara dengan Palestina yang merdeka.

Untuk penyelesaian konflik yang berlarut tersebut, Dr. Ryantori menyampaikan ada enam poin utama dalam posisi Indonesia terhadap Palestina. Pertama, Palestina harus merdeka dan Indonesia harus mendukung kemerdekaannya. Kedua, Indonesia harus mengembalikan sentralitas isu Palestina di dunia internasional di tengah konflik yang terjadi di Timur Tengah.

Ketiga, Indonesia harus terus mendorong negara-negara anggota PBB dan organisasi internasional untuk mengakui kedaulatan Palestina. Keempat, mendukung inisiatif PBB untuk menghidupkan kembali perundingan perdamaian Palestina-Israel berdasarkan “solusi dua negara”. Kelima, Indonesia harus menggalang negara-negara OKI untuk mencari solusi damai bagi masalah Palestina-Israel.

“Keenam, Indonesia harus terus mengadvokasi agar Palestina, khususnya Kompleks Masjid Al-Aqsa, ditempatkan di bawah perlindungan internasional,” pungkas Dr. Ryantori.

Recent Posts

KKP Gelontorkan Rp40 Miliar Bangun KNMP di Purworejo, Serap 150 Pekerja

MONITOR, Jakarta - Dua lokasi pembangunan Kampung Nelayan Merah Putih di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah…

3 jam yang lalu

Menag Pastikan Natal di Manado Damai dan Inklusif

MONITOR, Jakarta - Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan komitmen negara dalam merawat moderasi beragama dan…

7 jam yang lalu

Dirut Jasa Marga: Pada H-1 Libur Natal 2025 Terjadi Peningkatan Arus Lalu Lintas hingga 201.257 Kendaraan

MONITOR, Jakarta - Direktur Utama PT Jasa Marga (Persero) Tbk Rivan A. Purwantono menyampaikan bahwa…

10 jam yang lalu

Prabowo Selamatkan Rp6,6 Triliun, Ini Baru Ujung dari Kerugian Negara!

MONITOR, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa penyerahan hasil penyelamatan keuangan negara senilai lebih…

13 jam yang lalu

DPR Apresiasi Inovasi Anak Muda Bandung Ubah Sampah Jadi Sumber Ekonomi

MONITOR, Jakarta - Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Samsurijal mengapresiasi inovasi sekelompok anak muda…

16 jam yang lalu

KKP Raih PNBP Ruang Laut Rp775,6 Miliar, Lampaui Target!

MONITOR, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil mengoptimalkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP)…

17 jam yang lalu