Rabu, 26 Juni, 2024

Menyambut Buku Sastra dalam Kurikulum Merdeka

MONITOR, Jakarta – Di tengah berbagai kabar negatif tentang biaya mahal kuliah di Perguruan Tinggi Negeri, terbit sepercik harapan baik tentang pendidikan nasional. Kemendikbudristek merilis program buku Sastra Masuk Kurikulum pada Hari Buku Nasional. Program ini merupakan turunan langsung dari rangkaian Kurikulum Merdeka. Dengan masuk ke struktur kurikulum, mau tidak mau buku sastra menjadi elemen penting dalam proses pembelajaran. Ini merupakan terobosan bermakna yang patut disambut dengan positif oleh semua pihak.

Dalam upaya tersebut, yang cukup menyita perhatian adalah direkomendasikannya buku Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer dan Nyanyian Akar Rumput karya Wiji Thukul. Pramoedya Ananta Toer dikenal sebagai sastrawan yang pernah dipenjara di era Orde Baru karena buku Bumi Manusia sementara Wiji Thukul adalah figur yang hilang sebagai korban penculikan. Terang, direkomendasikannya karya kedua figur ini dapat memantik rasa ingin tahu para siswa.

Di samping itu, dalam daftar buku sastra yang direkomendasikan oleh Kemendikbudristek, terdapat berbagai buku sastra yang cukup beragam muatannya. Salah satunya adalah Laut Bercerita karya Leila S. Chudlori. Lewat buku ini, para siswa SMA dan sederajat, diberikan kesempatan untuk menyelami imajinasi penulis dalam mereka cerita seputar drama penculikan di era reformasi. Tentu saja hal ini mampu merangsang keingintahuan siswa lebih lanjut sekaligus menuntut pemahaman yang memadai dari para guru terhadap konteks yang diberikan penulis.

Buku Sastra Masuk Kurikulum juga diharapkan menjadi bagian dari upaya menjawab persoalan minat baca anak Indonesia. Menurut data Unesco, anak-anak Indonesia hanya membaca 37 halaman buku dalam setahun. Tidak mengherankan jika dengan kondisi demikian, anak-anak Indonesia menempati indeks minat baca di angka 0,001 persen. Artinya, dari 1000 anak Indonesia, ditemukan hanya satu orang saja yang rajin membaca. Kondisi ini sejalan dengan temuan World’s Most Literate Nation Ranked yang diselenggarakan Central Connecticut State University di mana Indonesia menempati peringkat 60 dan 61 negara, satu peringkat di atas Botswana.

Masyarakat Indonesia secara umum memang malas membaca, sebaliknya, sebagaimana yang disinyalir Kominfo, mereka sangat ceriwis bermedia sosial. Masyarakat Indonesia mampu menatap gawai mereka 9 jam setiap harinya hingga menempatkan diri menjadi nomor urut 5 dalam kecerewetan bermedia sosial. Secara umum, tradisi lisan memang lebih kuat berkembang ketimbang tradisi tulis.

- Advertisement -

Dalam kondisi demikian, Kemendikbudristek meyakini bahwa praktik baik sastra merupakan upaya untuk menumbuhkan minat baca, meningkatkan kemampuan literasi, serta mengasah kreativitas dan penalaran siswa. Dengan semangat ini, buku sastra Indonesia tidak lagi hanya menjadi bagian dari pelajaran Bahasa Indonesia saja. Buku-buku yang direkomendasikan dimungkinkan menjadi bahan rujukan untuk pelajaran IPA, IPS, dan sejarah.

Pada dasarnya, tujuan pengajaan sastra memiliki dua sasaran utama, yakni mendorong siswa untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman sastra. Pengetahuan siswa diperoleh melalui membaca teori, sejarah, dan kritik sastra, sementara pengalaman sastra diperoleh melalui membaca karya sastra, merefleksikan, dan mere-imajinasikannya.

Dengan program Sastra Masuk Kurikulum, nampaknya pilihan kedua menjadi fokus. Oleh karenanya, buku Bumi Manusia bisa didiskusikan dan dianalisis di kelas sejarah untuk memahami pengalaman menjadi orang Indonesia di zaman kolonial Belanda dan dampak kolonialisme terhadap alam pikir masyarakat Indonesia pra-kemerdekaan.

Membuka Keterasingan Sastra

Pesan dasar dari diberlakukannya aturan Buku Sastra Masuk Kurikulum adalah dibukanya alienasi atau keterasingan sastra. Keterasingan ini tumbuh secara sistemik karena diinginkan oleh pemerintah. Buku buku sastra cenderung dipandang sebelah mata dan dianggap membawa unsur komunisme, paham terlarang, dan sikap nyeleneh lainnya. Pendek kata, buku sastra dianggap monster yang mampu merusak daya pikir siswa.

Selama ini, buku sastra lebih banyak berurusan dengan pihak berwenang ketimbang bangku sekolah dan dunia akademik. Sebagai contoh, sastrawan Pramoedya Ananta Toer dipenjara berdasar surat larangan nomor SK-052/JA/5/1981 karena karya-karyanya dianggap membawa unsur komunisme. Lebih dari itu, sekadar memiliki, membaca, dan mengedarkan buku Bumi Manusia sudah cukup menjadi alasan untuk dipenjara.

Dampak dari kebijakan ini panjang. Sekolah sekolah tidak mengenalkan sastra sebagai sarana pembelajaran dan tidak menggapnya sebagai bagian dari pembentukan karakter siswa. Tak ayal, buku-buku sastra absen dari wacana siswa. Secara umum, kalau pun berminat, siswa lebih banyak mendapatkannya dari upaya-upaya personal di luar sekolah. Hal ini berakibat pada minimnya peminatan terhadap buku sastra yang dimulai dari anak-anak.

Dibukanya keran buku sastra menegaskan perlunya kesiapan para guru untuk mengelola momentum penting ini. Diksi refleksi, re-imajinasi, dan wacana diskusi buku sastra yang diidamkan meniscayakan kesiapan para guru untuk mendampingi siswa. Jangan sampai buku sastra yang menjadi bahasan belum dibaca dan dipahami oleh guru yang ditugaskan. Jika itu terjadi, jangan harap diskusi akan dapat berjalan. Untuk itu, keberadaan modul pendamping menjadi mutlak diperlukan dalam pengelolaan Buku Sastra Masuk Kurikulum ini.

177 buku sastra yang direkomendasikan juga membutuhkan komitmen dalam pengadaannya. Program Buku Sastra Masuk Kurikulum seyogiyanya merambah seluruh siswa Indonesia pada semua jenjang dan jenis pendidikan. Dengan begitu, keberadaan buku-buku yang direkomendasikan wajib tersedia di seluruh sekolah di Indonesia. Hal ini menyentuh kualitas perpustakaan yang belum menjadi tempat mengasyikkan bagi siswa di mana selain ruang kelas para siswa dapat memanfaatkan perpustakaan sebagai temat berdiskusi.

Selain mendampingi para siswa dalam berdiskusi, guru juga berkepentingan untuk membuka wawasan siswa akan buku sastra lanjutan yang tidak terdapat dalam daftar rekomendasi buku sastra. Tidak semua buku sastra direkomendasikan oleh Kemendikbudristek bukan karena tidak layak baca. Dalam kasus Bumi Manusia, ia terdiri dari empat buah buku. Selain Bumi Manusia (1980) masih ada Anak Semua Bangsa (1981), Jejak Langkah (1985), dan Rumah Kaca (1988). Ketiga buku tersebut juga mendapat larangan Orde Baru untuk diedarkan dan dibaca. Peran guru menjadi penting untuk memberi rekomendasi lebih lanjut akan bacaan yang tepat bagi siswa.

Hal lain yang relevan adalah kelayakan dan keterbacaan buku yang direkomendasikan. Beberapa buku rekomendasi disinyalir tidak layak baca untuk peruntukan umur yang dimaksud karena mengandung unsur pornografi. Kritik yang ditujukan pada buku rekomendasi ini cukup masif sehingga membutuhkan penanganan tersendiri.

Tantangan lainnya adalah jenis bacaan sastra yang direkomendasikan. Sejumlah buku sastra yang terdaftar dalam list rekomendasi masih berupa produk lokal, sementara itu banyak buku sastra yang ditulis oleh sastrawan luar negeri dengan bobot yang sangat dalam. Cerita yang disampaikan Ernest Hemingway dan Edgar Allan Poe, misalnya, adalah cerita yang mampu menginspirasi dan sangat layak ditawarkan.

Para guru juga berkepentingan untuk proses dan produk refleksi siswa. Setelah membaca buku sastra, lalu hasil bacaan dibuat apa? Apakah cukup mengendap dalam alam pikir siswa? Penting bagi para guru untuk menekankan pada siswa hasil yang didapat dari bacaan tersebut dapat dipresentasikan. Hal ini dapat ditempuh dengan menugaskan para siswa untuk membuat rangkuman dan pandangan personal atas bacaan siswa terhadap buku sastra dimaksud. Berkaca dari pelaksanaan pembacaan buku sastra di Amerika dan negara maju lainnya, para siswa diwajibkan membaca sekian buku sastra dalam tempo tertentu dan membuat rangkumannya. Rangkuman tersebut dapat dipresentasikan di depan kelas dengan kawan-kawannya yang menyimak.

Dengan pendekatan tersebut, diharapkan siswa bukan hanya memiliki kecintaan terhadap buku pada umumnya dan sastra pada khususnya. Jika buku adalah jendela dunia, maka buku sastra adalah salah satu sarana untuk mencerdaskan siswa.

Saiful Maarif, Asesor SDM Kemenag dan Pegiat Birokrat Menulis

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER