MONITOR, Pontianak – Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS memberikan kuliah umum bertema “Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut di Indonesia: Saat ini Dan Untuk Masa Depan di Universitas OSO, Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (16/5).
Dalam Paparannya, mantan Menteri kelautan dan perikanan itu membeberkan sejumlah potensi sumber daya pesisir dan laut di Indonesia sebagai keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif bangsa Indonesia. Antara lain: Pertama, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, yang 77% wilayahnya berupa laut dengan garis pantai 108.000 km (terpanjang kedua di dunia setelah Kanada).
“Indonesia memiliki potensi pembangunan berupa SDA dan jasa-jasa lingkungan (environmental services) pesisir dan lautan (Blue Economy) yang luar biasa besar, yang hingga kini baru dimanfaatkan sekitar 30 persen sebagaimana sumber PKSPL-IPB tahun 2020,” ujarnya.
Kedua, investasi dan bisnis di sektor-sektor ekonomi kelautan umumnya sangat menguntungkan (profitable) dan banyak menyerap tenanga kerja untuk mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran.
Ketiga, sektor perikanan tangkap, perikanan budidaya, dan industri bioteknologi kelautan dapat menghasilkan berbagai macam jenis bahan pangan, farmasi, bioenergi, dan produk industri lainnya untuk membantu terwujudnya kedaulatan pangan, energi, dan farmasi.
Keempat, sekitar 45% global product trade dengan nilai USD 15 trilyun/tahun diangkut melalui ALKI (UNCTAD, 2016).
Kelima, sebagian besar kegiatan ekonomi kelautan berlangsung di wilayah pesisir, pulau kecil, lautan, perdesaan, dan luar Jawa Mengurangi disparitas pembangunan antar wilayah.
Keenam, kecuali sektor industri dan jasa maritim, industri bioteknologi kelautan, dan coastal and ocean engineering; sektor-sektor ekonomi kelautan bukanlah ‘”rocket science”’. ‘Sehingga, mayoritas rakyat Indonesia mampu berbisnis dan membanguan ekonomi kelautan, dan dapat mengurangi ”economic inequality”,’ terangnya.
Ketujuh, seiiring dengan pertambahan jumlah penduduk, maka kebutuhan untuk memanfaatkan (membangun) SDA dan jasling semakin meningkat, sementara SDA dan jasa lingkungan (jasling) di daratan semakin menurun atau susah untuk dikembangkan.
Kedelapan, dengan aplikasi IPTEK mutakhir (Industry 4.0) dan manajemen profesional à Blue Economy (Ekonomi Kelautan) sebagai Comparative Advantage dapat ditransformasi menjadi Competitive Advantage, sebagai basis utama ekonomi menuju Indonesia Emas 2045.
Atas dasar tersebut, Rokhmin Dahuri menyampaikan gambaran betapa pentingnya pendekatan yang holistik dan berkelanjutan dalam pengelolaan pesisir dan laut, yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat dan keterpaduan antar berbagai aspek kehidupan.
Pendekatan holistik dan berkelanjutan tersebut, terang Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu diantaranya adalah berupa kebijakan dan program pembangunan untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia yaitu: 1. Penegakkan kedaulatan wilayah laut NKRI: (1) penyelesaian batas wilayah laut (UNCLOS 1982) dengan 10 negara tetangga; (2) penguatan & pengembangan sarpras hankam laut; dan (3) peningkatan kesejahteraan, etos kerja, dan nasionalisme aparat; 2. Penguatan dan pengembangan diplomasi maritime;
3. Revitalisasi (peningkatan produktivitas, efisiensi, dan sustainability) seluruh sektor dan usaha (bisnis) Ekonomi Kelautan yang ada sekarang (existing); 4. Pengembangan sektor-sektor Ekonomi Kelautan baru, seperti: industri bioteknologi kelautan, shale and hydrate gas, fiber optics, offshore aquaculture, deep sea fishing, deep sea mining, deep sea water industry, dan floating city;
5. Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi (kemakmuran) baru di wilayah pesisir sepanjang ALKI, pulau-pulau kecil, dan wilayah perbatasan, dengan model Kawasan Industri Maritim Terpadu berskala besar (big-push development model);
6. Penguatan dan pengembangan konektivitas maritim: TOL LAUT dan konektivitas digital: a. Revitalisasi dan pengembangan armada kapal yang menghubungkan pelabuhan utama, dari ujung barat sampai ujung timur NKRI: (Sabang) – Kuala Tanjung – Batam – Tj. Priok – Tj. Perak – Makassar – Bitung – (Morotai) – Sorong – (Kupang).
b. Revitalisasi dan pembangunan pelabuhan baru sebagai tambat labuh kapal, basis logistik, dan kawasan industry. c. Pembangunan transportasi multimoda (sungai, darat, kereta api, atau udara) dari pelabuhan ke wilayah darat (upland areas, dan pedalaman). d. Konektivitas digital: telkom, fiber optics, dan internet.
7. Semua unit usaha sektor Ekonomi Kelautan harus menerapkan: (1) sesuai dengan RTRW, (2) skala ekonomi (economy of scale); (3) integrated supply chain management system; (4) inovasi teknologi mutakhir (Industry 4.0) pada setiap mata rantai suplai, dan (5) Integrated Coastal Management (ICM);
8. Seluruh proses produksi, pengolahan (manufakturing), dan transportasi harus secara gradual menggunakan energi terbarukan (Zero Carbon): solar, pasang surut, gelombang, angin, biofuel, dan lainnya;
9. Eksplorasi dan eksploitasi ESDM serta SDA non-konvensional harus dilakukan secara ramah lingkungan; 10. Pengelolaan lingkungan: (1) tata ruang, (2) rehabilitasi ekosistem yang rusak, (3) pengendalian pencemaran, dan (4) konservasi keanekaragaman hayati (biodiversity).
11. Mitigasi dan adaptasi terhadap Global Climate Change, tsunami, dan bencana alam lainnya; 12. Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM kelauta; 13. Penguatan dan pengembangan R & D guna menguasai, menghasilkan, dan menerapkan IPTEKS.
14. Penciptaan iklim investasi dan Ease of Doing Business yang kondusif dan atraktif; 15. Peningkatan budaya maritim bangsa; 16. Kebijakan politik-ekonomi (fiskal, moneter, otoda, hubungan pemerintah dan DPR, penegakkan hukum, dll) yang kondusif: Policy Banking (Bank Maritim) untuk sektor-sektor ekonomi kelautan.
“Seharusnya, kita fokus pada 6 sektor kalutan: 1. Perikanan Budidaya (Aquaculture), 2. Perikanan Tangkap (Capture Fisheries), 3. Industri Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, 4. Industri Bioteknologi Perairan, 5. Pariwisata Bahari, dan 6. Perhubungan Laut,” kata Duta Besar Kehormatan Kepulauan Jeju dan Kota Metropolitan Busan, Korea Selatan itu.