PARLEMEN

Nilai Rupiah Terus Terdepresiasi, Sultan: Momentum Wujudkan Kemandirian Pangan dan Energi

MONITOR, Jakarta – Kurs rupiah per dolar AS berkisar di atas Rp17.000 pada pekan ketiga April. Ini terakhir kali terjadi empat tahun silam, di awal merebaknya pandemi Covid-19. Selain akibat aksi saling serang antara Israel dan Iran, sikap The Fed—bank sentral AS—untuk mempertahankan kebijakan suku bunga tinggi, disebut berperan besar dalam pelemahan rupiah.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamudin meminta Pemerintah untuk menjadikan fenomena geopolitik tersebut sebagai momentum mewujudkan kemandirian ekonomi nasional. “Kita mengetahui bahwa dampak eskalasi geopolitik sangat berpengaruh pada gangguan rantai pasok dan keluarnya investasi asing. Maka seharusnya gejolak geo-politik memiliki makna penting bagi wacana kemandirian energi dan pangan nasional”, ujar Sultan melalui keterangan resminya pada Senin (22/04).

Meskipun, kata Sultan, ketergantungan pada asing tidak sepenuhnya kita hindari. Tapi setidaknya kita mampu mengupayakan peningkatan produksi bahan baku strategis seperti bahan pangan dan bioenergi di dalam negeri. “Produktivitas pangan khususnya beras juga daging dan tentunya bio-energi sebagai substitusi BBM harus menjadi prioritas utama pembangunan ekonomi nasional ke depan”, ujar mantan ketua HIPMI Bengkulu itu.

Potensi pertanian kita, lanjutnya, sangat luar biasa sebagai negara agraris. Hal ini tentunya menjadi modal penting bagi pengembangan biofuel dan ketahanan pangan nasional. “Kami berharap kerentanan rupiah akibat fenomena geopolitik saat ini menjadi pertimbangan penting bagi pemerintahan yang baru nanti dalam menyusun rencana dan strategi pembangunan nasional lima tahun ke depan. Bahwa kemandirian pada sektor pangan dan energi adalah kunci bagi pertahanan nasional”, tegas Senator Sultan.

Lebih lanjut, mantan Wakil Gubernur Bengkulu itu berharap agar pemerintah memiliki strategi khusus dalam memitigasi dampak eskalasi geopolitik di beberapa kawasan dunia saat ini. Setidaknya Pemerintah harus memastikan bahwa daya beli masyarakat dan aktivitas investasi dalam negeri terus dipertahankan.

“Dalam situasi seperti ini penerimaan negara non pajak melalui ekspor komoditas menjadi krusial bagi APBN agar pemerintah mampu mempersiapkan tambahan subsidi BBM bagi masyarakat. Oleh karena itu serangkaian kebijakan ekspor termasuk kebijakan DHE harus disesuaikan secara proporsional”, usulnya.

Recent Posts

Perjuangkan Isu Pendidikan di DPR, Gamal Soroti Profesi Guru Terbanyak Kena Pinjol

MONITOR, Jakarta - Anggota DPR RI dr. Gamal menyatakan siap memperjuangkan isu kesejahteraan masyarakat, termasuk…

50 menit yang lalu

Nuon Telkom Dukung Pengembangan Ekosistem Gim Lokal di IGDX 2024

MONITOR, Jakarta - PT Nuon Digital Indonesia (Nuon) yang merupakan anak perusahaan PT Telkom Indonesia…

2 jam yang lalu

Dongkrak Pendapatan Negara, Prabowo diharap Realisasikan Pembentukan BPN

MONITOR, Jakarta - Presiden terpilih diharapkan merealisasikan rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN). Pasalnya, pelembagaan…

3 jam yang lalu

Pengamat Ekonomi Nilai Kinerja Menteri BUMN Jokowi-Ma’ruf Buruk

MONITOR, Jakarta - Kritikus Media Sosial, Agustinus Edy Kristianto, menilai kepemimpinan Erick Thohir sebagai Menteri…

4 jam yang lalu

Pengamat Ekonomi Ingatkan Pemerintahan Mendatang Sejahtetakan Rakyat

MONITOR, Jakarta - Pengamat Ekonomi, Yanuar Rizki, mengingatkan pemerintah untuk tidak terjebak dalam permainan kekuasaan,…

6 jam yang lalu

Wujudkan Birokrasi Berkualitas, Dirjen PPKTrans Kemendes PDTT Gaet Universitas Trilogi

MONITOR, Jakarta - Direktur Jenderal (Dirjen) Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (PPKTrans) Kementerian Desa, Pembangunan…

6 jam yang lalu