PARLEMEN

Kenaikan Tarif PPN Jadi Ironi di Tengah Lesunya Daya Beli Masyarakat

MONITOR, Jakarta – Anggota Komisi XI DPR RI Ecky Awal Mucharam menyebut bahwa wacana perubahan ketentuan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun 2025 kontraproduktif dengan kondisi daya beli masyarakat saat ini. Hal ini disampaikannya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (14/3/2024).

Diketahui, sumber PPN terbesar berasal PPN dalam negeri, yaitu berupa konsumsi masyarakat dan PPN impor, yang merupakan konsumsi bahan modal dan bahan baku bagi industri. Menurutnya, kenaikkan tarif PPN selain akan lebih melemahkan daya beli masyarakat, tetapi juga berpotensi meningkatkan tekanan bagi perekonomian nasional.

“Dengan tarif PPN yang belum lama dinaikkan jadi 11 persen saja, daya beli masyarakat langsung anjlok, bagaimana jadinya jika tarif PPN dinaikkan kembali? Otomatis masyarakat akan menjadi korban,” ungkap Politisi Fraksi PKS itu.

Merujuk pada Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) termaktub bahwa pemerintah menaikkan tarif PPN menjadi 11 persen yang diberlakukan mulai 1 April 2022, dan 12 persen berlaku paling lambat tanggal 1 Januari 2025. Disampaikannya, setelah adanya kenaikan PPN hal tersebut langsung berdampak pada daya beli masyarakat yang makin menurun.

Lebih lanjut, anggota Badan Anggaran DPR RI mengatakan bahwa menurunnya daya beli masyarakat pada tahun 2022 terlihat dari porsi konsumsi rumah tangga yang sebagian besar digunakan untuk barang habis pakai. Pendapatan yang diperoleh hampir seluruhnya untuk beli makanan dan perlengkapan rumah tangga. Ecky menuturkan tren penurunan daya beli masyarakat masih berlanjut hingga tahun 2023.

“Fenomena ‘mantab’ (makan tabungan) masyarakat menengah pada 2023 menjadi isu yang hangat,” lanjut Ecky.

Adanya hal tersebut sesuai dengan hasil survei konsumen yang dilakukan BI, di mana rasio konsumsi kelompok dengan pengeluaran di bawah Rp 5 juta sebagian besar mengalami penurunan. Penurunan paling dalam dicatatkan oleh kelompok pengeluaran Rp 2,1 juta – Rp 3 juta, diikuti kelompok pengeluaran Rp 4,1 juta – Rp 5 juta.

Selanjutnya, Ecky menilai penyesuaian tarif PPN berpotensi mendorong inflasi tinggi yang mengindikasikan harga-harga barang/jasa semakin mahal. Pada kelanjutannya akan membuat daya beli masyarakat makin terpuruk.

“Para pelaku industri dari golongan ekonomi atas akan dengan mudah menaikan harga barangnya ketika tarif PPN bahan baku industrinya meningkat, pada akhirnya masyarakat ekonomi menengah ke bawah sebagai konsumen yang akan menanggung secara langsung kenaikan tarif PPN,” kata Ecky menutup pernyataan resminya.

Recent Posts

Pertamina Merilis Competency Development Program

MONITOR, Jakarta – Pertamina merilis program barunya bernama Competency Development Program, dalam rangka meningkatkan kapabilitas perwira…

40 menit yang lalu

World Water Forum 2024, DPR bersama IPU Kolaborasi Akan Bahas Krisis Air Dunia di Bali

MONITOR, Jakarta - DPR RI bersama Forum Parlemen Dunia atau Inter-Parliamentary Union (IPU) akan menjadi tuan rumah…

2 jam yang lalu

Rektor UAI Sebut Perpanjangan Usia Pensiun Kapolri Masuk Akal

MONITOR, Jakarta - Perpanjangan masa jabatan perwira tinggi Polri, termasuk Kapolri, dinilai masuk akal dan…

2 jam yang lalu

Produk Fesyen dan Kriya Lokal Mampu Bersaing di Pasar Global

MONITOR, Jakarta - Kementerian Perindustrian berkomitmen untuk terus mendorong pertumbuhan sektor industri kerajinan dan fesyen…

3 jam yang lalu

Perjuangan Sayla Dapatkan Beasiswa Kuliah di Hongkong, Menggapai Asa dari Keterbatasan

MONITOR, Jakarta - Keterbatasan tak menjadi aral bagi Sayla Maliatul Marzuqoh menjemput impiannya. Walaupun berasal…

5 jam yang lalu

Keterbatasan Tak Surutkan Semangat Azizah untuk Berhaji

MONITOR, Jakarta - Perempuan itu bernama Azizah (57). Berangkat dengan suami, mereka berdua tergabung pada…

6 jam yang lalu