MONITOR, Bogor – Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI), Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS menyatakan bahwa sektor agromaritim (kelautan dan perikanan) memiliki masa depan yang cerah dan dapat menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Hal tersebut disampaikan Rokhmin saat menjadi narasumber pada acara “Agromaritim Outlook 2024” dan Rakernas III Himpunan Alumni Institut Pertanian Bogor (HA IPB) yang dilaksanakan di IICC Botani Kota Bogor, Selasa (27/2/2024).
“Total potensi ekonomi sebelas sektor Kelautan Indonesia mencapai USS 1,348 triliun/tahun atau 5 kali lipat APBN 2023 (Rp 3.000 triliun = US$ 190 miliar) atau 1,2 PDB Nasional saat ini. Kalau kita garap serius seharusnya 11 sektor ekonomi kelautan bisa providing sekitar 45 juta lapangan kerja atau 40% total angkatan kerja Indonesia
Untuk mencapai target sasaran tersebut, menurut mantan menteri kelautan dan perikanan itu Indonesia perlu menerapkan pembangunan perikanan budidaya yang produktif, efisien, berdaya saing, inklusif, dan berkelanjutan. Rokhmin menjelaskan, sektor kelautan dan perikanan sangat berpotensi untuk meningkatkan kontribusinya secara signifikan bagi terwujudnya Indonesia emas 2045.
”Indonesia memiliki Potensi Produksi Lestari (MSY) SDI (Sumber Daya Ikan) laut terbesar di dunia (12 juta ton/tahun atau 13,3% total MSY laut Dunia, 90 juta ton/tahun), dan MSY SDI Perairan Umum Darat (Sungai, Danau, dan rawa) terbesar ke-5 di dunia. Hingga, 2022 baru dimanfaatkan (diproduksi) sekitar 65%,’’ sebutnya.
Menurut Prof Penasehat Ahli Bidang Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu tersebut, produksi Perikanan Budidaya (Aquaculture) Indonesia (sekitar 100 juta ton/tahun) terbesar di dunia, dan pada 2021 baru diproduksi (dimanfaatkan) sekitar 19 persen dimana sejak 2009 hingga 2021 Indonesia menjadi produsen Perikanan Tangkap laut terbesar ke-2 di dunia setelah China, dan produsen Perikanan Budidaya terbesar ke-2 di dunia setelah China.
“Indonesia mesti menjadi produsen Perikanan Tangkap laut dan Perikanan Budidaya terbesar di dunia, menggeser China pada 2028 atau paling lambat pada 2033,’’ tegasnya.
Rokhmin Dahuri yang juga Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB itu juga menterjemahkan definisi tujuh kebijakan pembangunan TSE. Yakni: Pertama, Dari dominasi eksploitas SDA dan ekspor komoditias (sektor primer) dan buruh murah, ke dominasi sektor manufaktur atau Hilirisasi (sektor sekunder) dan sektor jasa (sektor Tersie) yang produktif, berdaya saing, inklusif, mensejahterakan, dan berkelanjutan (sustainable).
Kedua, Dari dominasi impor dan konsumsi ke investasi, produksi, dan ekspor. Ketiga, Modernisasi sektor primer (kelautan dan perikanan, pertanian, kehutanan, dan ESDM) secara produktif, efisien, berdaya saing, inklusif, ramah lingkungan dan berkelanjutan. Pertama, ukuran unit usaha memenuhi economy of scale. Kedua, menerapkan ISCMS (Integrated Supply Chain Management System). Ketiga, Menggunakan teknologi mutakhir pada setiap mata rantai Supply Chain System dan Keempat, mengikuti prinsip-prinsip Sustainable Development.
Keempat, Revitalisasi industry manufacturing yang unggul sejak masa Orba: (1) Mamin, (2) TPT (Tekstil dan produk tekstil), (3) Elektronik, ($) Otomotif, (5) Pariwisata, dan lainnya. Kelima, Pengembangan industry manufacturing baru: EBT, Semikonduktor, CHIPS, Baterai Nikel, Electrical Vehicle, Bioteknologi, Nanoteknologi, Kemaritiman, Ekonomi, Kreatif, dan lainnya.
Keenam, Pengembangan berbagai ekonomi dan industry di Luar Jawa, Wilayah Perdesaan, dan Wilayah Perbatasan. Ketujuh, semua pembangunan ekonomi (butir 1 s/d 4) mesti berbasis pada Pancasila (pengganti Kapitalisme), Ekonomi Hijau (Green Economy) dan Ekonomi Digital (Industry 4.0) serta TKDN lebih 70%.
Adapun, Enabling Factors Untuk Akselerasi 6 Pembangunan Kelautan Dan Perikanan, Prof. Rokhmin Dahuri menjelaskan, antara lain: 1. Kebijakan dan regulasi Pemerintah (Nasional, Propinsi, dan Kabupaten/Kota) harus kondusif, atraktif, aman, dan kosisten bagi investasi dan bisnis di sektor KP. 2. Ketersediaan infrastruktur KP (Pelabuhan Perikanan, Hatchery, Irigasi Tambak, Kapal Angkut, dll) dan infrastruktur dasar (seperti Jaringan jalan, listrik, telkom dan internet, air bersih, bandara, dan pelabuhan udara).
3. Dukungan fungsi intermediasi perbankan (suku bunga relatif rendah, dan persyaratan relatif lunak seperti di negara-negara lain). 4. Ketersediaan SDM unggul (knowledge, skills, expertise, etos kerja unggul, dan akhlak mulia). 5. Pengembangan kerjasama Penta Helix. 6. Kebijakan politik-ekonomi yang kondusif.
Kerjasama Penta Helix
Pada kesempatan itu, Prof. Rokhmin Dahuri menjabarkan, Penta Helix merupakan sebuah model kerjasama inovatif yang menghubungkan Akademisi, Bisnis (Industri), Komunitas Pemerintah, dan Media Masa untuk menciptakan ekosistem kerjasama berdasarkan pada Kreatifitas, Inovasi IPTEK.
“Sedangkan Struktur Kemitraan Penta Helix, Industri (Swasta), Perguruan Tinggi, Komunitas, Pemerintah, Media Masa,” ujar Anggota Dewan Penasihat Ilmiah Internasional Pusat Pengembangan Pesisir dan Laut, Universitas Bremen, Jerman itu.
Adapun peluang Kerjasama Penta Helix UMC di sektor Industri Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Perikanan, yaitu: 1. Tradisional Peningkatan kualitas dan daya saing, antara lain: ikan asap, pindang, kering (asin dan tawar), fermentasi (peda), terasi, petis, dll;
2. Modern: live fish, fresh fish, pembekuan, pengalengan, breaded shrimps and fish, produk berbasis surimi, dll; 3. (product development) dan Penyempurnaan packaging serta distribusi produk;
4. Pemerintah harus memastikan, bahwa setiap unit industri pengolahan hasil perikanan memiliki mitra produsen (nelayan dan /atau pembudidaya); 5. Standardisasi dan sertifikasi; 6. Penguatan dan pengembangan pasar domestik dan ekspor.
Sebelumnya, dalam kesempatan tersebut Ketua Umum DPP Himpunan Alumni IPB, Walneg S Jas menyatakan isu agromaritim sebelumnya hanya digaungkan secara parsial oleh para pakar IPB dan hanya dari individu per individu sehingga HA IPB berpikir bahwa sudah saatnya merapatkan barisan untuk menuangkan pemikiran ke dalam bentuk buku atau naskah akademik yang datangnya dari stakeholder IPB seperti pengamat, akademisi, pengusaha, BUMN dan sebagainya.
“Kita kumpulkan konsep dan ide-ide untuk diberikan kepada pemerintah dalam bentuk Buku Putih Agromaritim. Bukan kita ingin menonjol, tetapi agromaritim ini penelitinya banyak dari IPB. Untuk bukunya sudah bisa diakses di website alumni. Kita nanti akan minta waktu ke pemerintah atau pun presiden terpilih untuk mempresentasikan konsep dan ide yang sudah kita kumpulkan,” papar Walneg