MONITOR, Jakarta – Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) ke-23 di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang membahas masalah krisis kemanusian. Tokoh agama dari Thailand yang hadir sebagai selah satu pembicara, Phra Dr. Anilman Dhammasakiyo, melihat pentingnya pelibatan generasi muda dalam diskusi krisis kemanusiaan,
Menurutnya, bahasan tentang upaya mengatasi krisis kemanusiaan pada AICIS 2024 penting untuk disampaikan kepada generasi penerus dengan gamblang. “Bagaimana ide-ide dan pesan-pesan cemerlang di forum ini untuk disampaikan kepada para generasi muda hari ini,” katanya, Jumat (2/2/2024), saat berbicara pada temu para pemuka atau pemimpin lembaga keagamaan (religious leaders summit) yang juga menjadi rangkaian AICIS 2024.
Para tokoh dalam forum ini menyampaikan berbagai pemikiran dan membahas solusi atas serangkaian persoalan kontemporer dari perspektif keagamaan. Acara ini berlangsung di Auditorium II Kampus 3 UIN Walisongo Semarang
Anilman Dhammasakiyo menilai, para generasi muda saat inilah yang akan memegang masa depan. Mereka juga para pelaku yang akan melahirkan budaya.
Tokoh agama Buddha dari Kamboja, Venerable Dr. Yon Seng Yeath, berbagi perspektif tentang bagaimana melahirkan rasa kemanusiaan dan keadilan. “Kedamaian mutlak bisa dimulai dari hal kecil yaitu di lingkup keluarga. Dari perspektif agama Buddha, segala hal-hal itu dimulai dari hal kecil. Jika kita tidak bisa memulai dengan hal yang kecil, maka tidak akan bisa melahirkan hal yang besar,” katanya.
Setelah keluarga, permasalahan di lingkup komunitas harus diselesaikan. Tak ada konflik di komunitas yang berdasar pada perbedaan.
“Garis besarnya adalah merima perbedaan tidak mencari kesamaan yang memunculkan perpecahan. Perbedaan antarnegara, perbedaan budaya, perbedaan agama, itu tidak masalah,” katanya.
Pertemuan religious leaders summit akan menjadi ajang berbagi perspektif dan wawasan berbasis pengalaman para tokoh agama dalam merespons isu-isu kemanusiaan dan kedamaian. Tokoh agama dari Indonesia yang juga hadir, Elga J. Sarapung, menggarisbawahi masih terjadinya kasus kelompok yang mengambil cara untuk memperoleh kedamaian dengan kekerasan.
“Kehidupan itu harusnya saling menghidupkan, bukan saling mematikan, baik karena faktor mayoritas atau minoritas,” papar Elga.
“Kembali lagi, yang kita bicarakan adalah kedamaian, keadilan. Apakah kita para tokoh agama, para umat agama melaksanakan apa yang kita sebut Human Rights, Peace, Justice berdasarkan komitmen kita, berdasar nilai-nilai keagamaan atau kebenaran atau tidak,” sambungnya.
Elga berharap bahwa AICIS 2024 lebih berorientasi pada aksi konkret dalam mengatasi krisis-krisis HAM, kedamaian dan keadilan. “Orientasinya adalah kepada action, tidak hanya berkutat di pembicaraan. Semua umat agama, pemimpin agama tidak hanya sebatas hanya sampai teori, konsep tapi benar-benar melakukan sesuatu yang konkret, praktik,” tandasnya.
Ada 12 tokoh agama yang menjadi pembicara forum ini. Mereka berbagi ide dan gagasan dalam mencari solusi penyelesaian krisis kemanusiaan untuk kedamaian dunia dan kehidupan yang lebih baik. Selain tokoh agama, AICIS juga diikuti ratusan intelektual, akademisi internasional.
“Seluruh pemuka agama punya ide besar untuk berupaya menghilangkan krisis kemanusiaan. Pemuka agama nantinya akan menyampaikan ke umatnya masing-masing, ” kata Abdul Ghofur Maimoen saat mewakili Ketua Umum PBNU saat konferensi pers usai Religious Leaders Summit, Jumat (2/2/2024).
AICIS 2024 dibuka Wakil Menteri Agama (Wamenag) RI Saiful Rahmat Dasuki, 1 Februari 2024. Akan berlangsung hingga 4 Februari 2024, forum ini mempertemukan ratusan intelektual internasional untuk merumuskan solusi dari berbagai permasalahan kemanusiaan global.