MONITOR, Jakarta – Pusat Bimbingan dan Pendidikan Khonghucu Kementerian Agama menggelar Pembinaan dan Sosialisasi Moderasi Baragama Lintas Agama pada Guru, Penyuluh dan Organisasi Keagamaan.
Acara ini berlangsung di Aula MAN 2 Kota Bogor. Hadir, 200 peserta dari berbagai kalangan lintas agama. Sebagai keynote speakers, Staf Khusus Menteri Agama, Nuruzaman dan KH. Deni Ubaidillah Al Falak Pagentongan.
“Ada tiga unsur penting dalam moderasi beragama yakni komitmen kebangsaan, toleransi, dan anti kekerasan,” kata Nuruzaman, Jum’at (26/01/24).
“Komitmen kebangsaan itu meneguhkan kembali Pancasila sebagai landasan ideal, UUD 45, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI harga mati. Jangan sampai membahasakan agama tapi bertolak belakang dengan komitmen kebangsaan,” lanjut Nuruzaman.
Unsur kedua adalah toleransi. Indonesia adalah surga dunia yang di dalamnya hidup beragam etnis, golongan, bahasa, budaya, dan agama. Untuk menyatukan itu semua, kuncinya adalah toleransi antar sesama.
“Kita harus menjaga keutuhan dan merawat kebersamaan yang sudah terbangun ini,” kata Nuruzzaman.
Usur ketiga, anti kekerasaan. Semua agama manapun menolak kekerasan. Kekerasan itu timbul karena merasa paling benar dan intoleran. Sikap intoleran akhirnya bisa menjadi kekerasan.
“Kita juga harus akomodatif terhadap tradisi lokal yang tidak bertolak belakang dengan nilai-nilai agama. Ini yang menjadi parameter berhasilnya moderasi beragama dan ini menjadi program unggulan Pak Menteri Agama,” terang Nuruzzaman.
KH. Ubaidillah menyampaikan apresiasi kepada Kementerian Agama yang terus menggaungkan program Moderasi Beragama.
“Negara melalui Kementerian Agama hadir di tengah masyarakat dengan menggandeng pondok-pondok pesantren sebagai ekosistem yang langsung bersentuhan dengan tokoh dan masyarakat,” kata KH Ubaidillah.
KH Ubaidillah menjelaskan bahwa negara tetap perlu meneguhkan nilai-nilai Moderasi Beragama di tengah masyarakat. Sinergi dari semua kalangan itu penting, agar program-program yang dicanangkan Kementerian Agama berjalan baik sesuai harapan bersama untuk membangun sosial kehidupan keagamaan yang kondusif dan aman.
“Salah satu indikator penting dari isu atau praktik Moderasi Beragama adalah cinta tanah air,” kata KH Ubaidillah.
Selain itu, lanjut KH Ubaidillah, konsep keimanan masyarakat secara umum perlu diterjemahkan dengan praktik-praktik nyata dari nilai-nilai moderasi beragama.
“Di Kota Bogor selain instisusi FKUB ada yang namanya Badan Sosial Lintas Agama (BASOLIA) yang gerakannya bukan dengan dialog tetapi dengan aktivitas kemanusiaan atau sedekah. Ini bisa menjadi salah satu gerakan yang baik,” kata Kah Ubaidillah.
Kepala Kemenag Kota Bogor, Dede Supriatna, menyampaikan terima kasih kepada Pusat Bimbingan dan Pendidikan Khonghucu Kementerian Agama RI menggelar acara ini.
“Selama ini, kita saling bersinergi kepada semua pihak unutk membangun kehidupan keagamaan di Bogor, baik kepada Kyai, Pemda, tokoh, alim ulama dan masyarakat,” kata Dede Supriatna.